31. Friend

2.8K 206 6
                                    

"Gue menang!"

"Lo curang, badan lo ketinggian," ucap Grafisa pelan, meragukan sebenarnya apakah itu salah Gilang atau bukan kalau tubuh nya tinggi sehingga bisa memenangkan permainan basket di timezone.

Gilang tersenyum, "kalah ya, kalah aja!"

Grafisa tidak menyahut, sibuk mengambil kupon-kupon timezone dari tas nya yang kebetulan memang belum di tukar. Mungkin kupon-kupon yang di kumpulkan Grafisa sudah bisa mendatap boneka panda berukuran sedang yang ada.

"Di kumpulin dari lahir ya kupon nya, mba?" Ledek Gilang, mengikuti langkah Grafisa yang tetap mengacuhkan nya sampai perempuan itu mendapatkan boneka tadi.

"Sini mau liat foto nya," pinta Grafisa, Gilang mengambil sebentar foto yang di maksud Grafisa tadi lalu memberikan nya.

Tidak butuh waktu lama untuk memotret kembali foto tadi, lalu mengembalikan nya kepada Gilang yang di taruh laki-laki itu di dalam dompet nya.

Senyuman muncul di wajah gadis itu, hanya sebentar sampai Gilang tidak menyadari nya. "Gue ga suka panda, apalagi boneka."

"Terus kenapa lo tuker nya ini?" Tanya Gilang, mengambil boneka yang dominan berwarna putih itu. "Pantesan lo ga suka boneka, soalnya dia terlalu cute buat cewek kayak lo."

"Kampret," maki Grafisa. "Dari pada lo, sok-sok cowok banget tapi takut api."

"Weits, itu lain cerita bro!" Sangkal Gilang cepat, ia baru sadar kalau ia tidak pernah menceritakan alasan tersebut.

"Apa? Cerita dong, cerita! Cerita sekarang!"

Gilang tidak bisa berkutik, apalagi lengan nya yang di guncang-guncang. Kebanyakan perempuan melakukan trik ini dan Gilang benci itu. "Lo mau nonton apa? Now You See Me 2? Atau The Counjuring 2?"

Lantas, fokus Grafisa teralih dalam hitungan detik. Gadis itu menunjuk semacam poster kedua film tadi yang di letakan bersampingan di samping tempat membeli tiket. "Gue pengen liat Jack Wilder lagi, soalnya dia ganteng. Tapi gue pengen liat valak juga."

"Jadi?"

"Finding Dory!" Jawab Grafisa cepat, yang membuat Gilang kehabisan kata-kata nya. "Engga deng, bercanda. Gue mau nya the counjuring, terserah lo mau apa."

"Yaudah the counjuring, lo tunggu belakang aja, biar gue yang mesen. Soalnya kalo lo yang mesen pasti ga di kasih, di kira anak sd." Grafisa tidak ingat kapan Gilang berubah menjadi laki-laki yang hobi bicara!

Sumpah, lebih baik laki-laki itu diam saja.

----

"Kamu itu bukan anak kandung mama sama papa! Jangan anggep diri kamu lebih disini, soalnya kamu bukan siapa-siapa."

"Kita adopsi kamu cuma buat bantu mantan pacar papa kamu yang hamil di luar nikah dengan pria lain, tapi sekarang ibu kandung kamu itu malah nge-goda suami saya lagi! Dasar ibu sama anak ga ada beda nya."

Kata-kata itu terekam sangat jelas di kepala Zeta, bermain setiap detik bersama dengan air mata yang terus mengalir. Hei, seburuk itu kah diri nya?

Jadi, itu alasan kenapa orangtua nya tidak pernah benar-benar sayang kepada nya? Tapi kenapa semua sesakit ini... Zeta tidak sanggup.

Ingin rasa nya menumpahkan semua, tapi kepada siapa?

Keluarga? Lupakan saja.

Teman? Zeta sendiri yang sudah menghancurkan semua nya. Kalau saja semua nya masih sama, sudah pasti bukan disini tempat nya menangis. Pasti di pelukan Grafisa, atau Dara. Kalau saja semua nya masih sama, bukan keheningan yang Zeta dapat sekarang, melainkan lawakan garing yang Grafisa lontarkan bersama teriakan Dara yang menyuruh perempuan itu untuk diam.

Pertemanan nya sudah hancur, apalagi kemarin ketika ia mengacuhkan Dara yang punya niat baik untuk memaafkan. Ia sangat tahu sikap kedua teman-teman nya, Grafisa adalah orang yang santai, tapi kalau sudah kecewa atau marah, jangan harap akan cepat di maafkam oleh gadis itu. Lain hal dengan Dara yang memiliki hati sedikit lebih lunak bila di bujuk.

Ia membuka ponsel nya, hanya benda itu satu-satu nya yang menjadi teman Zeta sekarang.

Namun, teman itu kembali membuat Zeta kecewa akibat melihat Grafisa yang meng-upload foto bersama Gilang ala-ala timezone.

Zeta harap, ia yang ada di posisi itu.

----

Grafisa A: woi

Read.

Grafisa A: lang

Read.

Grafisa A: ga bisa ngetik ya?

Read.

"Anjir," umpat Grafisa kencang. Perempuan itu kemudian melempar ponsel nya di kasur. Gila saja kalau Grafisa melempar nya ke lantai.

Grafisa baru akan keluar kamar nya, menemui Sarah yang mungkin sedang masak sebelum ponsel nya berdering. "Aih rese." Decak nya kesal, tapi setelah melihat nama siapa yang tertera disana, perempuan itu reflek melotot kaget.

"Halo?"

"Gue males ngetik bukan ga bisa ngetik."

"Ohh," balas Grafisa, mengangguk-anggukan kepala nya walaupun Gilang tidak bisa melihat. "Lo nelfon gue cuma buat ini?"

"Hm."

"Ohh."

"Kok 'oh' mulu si?"

"Ya terus gue harus apa?" Jawab Grafisa jengkel.

"Gue nelfon lo bukan cuma buat dengerin kata oh doang. Lo ngomong apa kek gitu."

"Lo suka banget apa denger gue ngomong mulu?"

"Iya."

"Oke makasih gue tau suara gue ini sebelas dua belas sama Adele."

"Najis banget."

Gelakan tawa terdengar lolos dari mulut Grafisa, perempuan itu akhirnya kembali tiduran di kasur. "Nih gue ada cerita, jadi tadi di kelas gue tidur sambil merem."

"Iye terserah lo."

"Kok ga ketawa si?"

"Selera humor gue tinggi."

"ALAH PEMBUAL! OA LINE NYA OA RECEH SEMUA JUGA."

"itu alibi aja, padahal gue liat post mereka senyum aja engga."

"Halah bangke."

"Oiya Ca gue mau nanya i---"

"ICAAA!" Yang di panggil kemudian bergegas keluar kamar, ternyata Sarah sudah ada di depan pintu kamar nya.

"Omah meninggal."

***

Masih inget omah nya ica siapa? Wkwkwk

NuncaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang