Gadis itu duduk berjam-jam di taman kota sendirian. Menghabiskan sorenya menikmati udara hangat kota Seoul di musim panas. Mengingat-ingat kembali warna jingga langit sore, hijaunya rerumputan serta warna-warni bunga yang bermekaran.
Matanya menatap lurus kedepan. Kosong. Dunianya baru saja runtuh. Dunianya yang sudah tidak begitu kokoh itu dihancurkan oleh kenyataan begitu saja.
Hari itu, hari kelulusan adik kesayangannya yang seharusnya menjadi momen yang paling membahagiakan baginya. Dia sangat bahagia karena sang adik mendapat predikat lulusan terbaik kala itu. Saking bahagianya, ia berlari dari tempat kerjanya menuju kampus dimana adiknya sedang melaksanakan upacara kelulusan itu.
Namun malang sepertinya tidak dapat dihindari, gadis itu harus kehilangan indera pengelihatannya karena kecelakaan yang disebabkan oleh pengemudi mobil sembrono waktu itu.
Pengemudi itu menabraknya hingga tubuh kecilnya itu terpental cukup jauh dari tempat ia tertabrak. Ia sempat dilarikan kerumah sakit dan mendapatkan perawatan intensif selama hampir satu minggu penuh. Akan tetapi, benturan dikepala yang cukup keras mengakibarkan sesuatu terjadi pada retina matanya yang menyebabkan ia harus melakukan pembedahan jika ingin dapat melihat kembali.
Dara tentu saja terpukul dengan kenyataan itu. Apalagi dia yang bertanggung jawab atas adiknya setelah orang tuanya tiada. Kehidupannya tidak terlalu baik untuk melakukan pembedahan matanya itu, membuatnya harus menelan keinginan untuk mendapatkan kembali indera pengelihatannya.
Dia bisa saja menuntut orang yang menabraknya waktu itu, tapi Dara memilih untuk diam dan mempersiapkan dirinya untuk menghadapi kenyataan bahwa dia sudah tidak lagi bisa melihat. Dara tidak tega mendengar seorang bapak-bapak yang menabraknya itu memohon padanya agar dirinya tidak dilaporkan ke pihak berwajib.
Kehidupannya semakin memprihatinkan begitu dia dan adiknya dikeluarkan secara paksa oleh pemilik rumah lama mereka dua bulan setelah kejadian naas yang merenggut indera pengelihatan Dara itu.
Dengan sisa uang yang ada, dia dan adiknya menyewa ruangan kecil bawah tanah yang terletak di tepian kota. Ruangan lembab itu kini menjadi tempat tinggal bagi mereka.
"Noona, bersabarlah. Aku akan segera mendapat pekerjaan yang bagus dan kita akan segera pindah dari sini" ucap adiknya itu memberi semangat pada kakaknya yang hanya duduk dengan pandangan kosong itu.
Dara tersenyum menanggapi perkataan adiknya itu.
"Cheondung-ah" panggilnya.
"Iya?"
"Tunjukkan aku letak barang-barang disini. Aku belum hapal" mintanya sambil tersenyum.
Cheondung yang sudah terlebih dahulu menata ruangan kecil itu
dengan senang hati menunjukkan semua letak barang dengan hitungan langkah."Dua langkah dibagian kiri ada kompor" ujarnya sambil mengarahkan tangan kakaknya itu, "nah ini kulkas. Tidak besar, tapi cukup untuk menyimpan makanan untuk kita berdua"
Dara mengangguk, "aku rasa ini sudah lebih dari cukup"
"Aku benar, 'kan? Hehe"
Dara meraba bahu adiknya itu, "sekarang bawa aku ke toserba yang ada didekat sini" ajaknya dengan semangat.
"Dari sini lumayan jauh"
"Tidak apa-apa. Kau tidak tau kalau noona-mu ini sangat kuat?" katanya sambil berpose memperlihatkan otot lengannya yang tidak terlihat sama sekali itu.
"Bagaimana aku bisa lupa? Dara noona adalah wanita terkuat yang pernah aku temui, bahkan noona menghajar preman yang menggangguku saat sekolah dulu"
KAMU SEDANG MEMBACA
Breath
Fanfiction"Tidak apa-apa" "Semua akan baik-baik saja" "Iya. Semua pasti akan baik-baik saja" "Aku mencintaimu" "Maafkan aku..."