Laut karimata luar biasa berantakan. Kapal-kapal yang terbakar dan tenggelam dimana-mana. Sementara dua kapten muda sedang kebingungan dengan info dari perwira radio. "Memangnya kita ada Armada bantuan? Yang bener kamu!" Lalu perwira tersebut menunjukkan sebuah kertas berisi pesan "silahkan bapak lihat sendiri"
Isinya sebagai berikut:
Bersabar. Bertahan. Jangan lemah kalian. Kami kembali bersama Armada bantuan. From KRI NATUNA-pukul 21:23.Sebuah berita pendek dari Artuna membuat mereka terdiam sejenak. Perintah untuk bertahan, disaat yang sama masuk perintah dari Gilang untuk mundur melalui radio "seluruh armada mundur! Ulangi, seluruh armada mundur!" Perintah tersebut langsung dilanggar oleh Zidan dengan memacu kapalnya kembali ke arahkan musuh seakan sedang berteriak 'woi kami disini' tanpa berkata-kata.
Kapal musuh yang tersisa tidak tinggal diam, mereka menyerang Zidan dengan canon reaksi cepat yang berada di haluan depan kapal. Peluru demi peluru dilewati KRI MUSI I dengan gagahnya. Zidan langsung memegang kendali kemudi atas kapalnya, ia meliuk kanan kiri dan bermanuver terus menerus.
Musi I pernah memiliki julukan unshotable, namun julukan itu hilang seketidak saat dua peluru menghantam tepat di atas ruang kapten yang mengakibatkan ledakan. Zidan dan perwiranya langsung terluka terkena serpisah kaca. Beruntu mereka sempat berlindung jadi tidak sampai melukai mata mereka.
Tanpa peduli KRI MUSI I terus maju, peluru demi peluru mendarat di kapal tersebut, namun seperti kebal akan peluru kapal itu masih terus maju. "Woi Zidan, mundur! Awas mati dilaut! Amit-amit woi!" Saleh yang kesal melihat keberanian gila saudara itu segera memberi perintah yang tidak diindahkan Zidan sama sekali. Tiba tiba muncul-lah keadaan genting ketika lima peluru mendarat di ruangan mesin. Ledakan hebat segera merusak generator diesel kapal itu. Namun tak ada korban karena Zidan menyuruh seluruh abk mesin untuk naik ke dek atas, menduga mesin menjadi sasaran berbahaya. Maka terdiamlah mereka, segera dikelilingi belasan kapal musuh.
Karena sudah seperti ini Zidan memberi pesan ke KRI MUSI III "Saudaraku..... Ini mungkin akhir dari saya! Akhir dari abk-abk saya! Akhir dari KRI MUSI I! Namun jangan sekali-kali kalian menyerah terhadap musuh! Gentarkan semangat cita-cita! Untuk kembali merdeka! Wassalam!" Lalu radio segera diputuskan Zidan.
Langsung setelah pesan tersebut KRI MUSI III menyusul ke KRI MUSI I, Namun dihadang dengan tiga kapal fregat musuh. Walau berusaha masuk ke lingkaran pertahanan musuh, tembakan gencar dari ketiga kapal tersebut membuat MUSI III keluar dari jalur untuk menghindar tembakan musuh.
Pukul 22:39
KRI MUSI I dikelilingi lingkaran kapal musuh, dengan kondisi mesin anjlok membuat mereka tidak dapat kabur. KRI MUSI III yang berusaha menolong dihadang kapal lainnya. Sedangkan sisa armada gilang sudah mulai mundur tanpa menyadari kedua kapal tersebut; MUSI I dan III dalam kepungan musuh
"Semua kapal sudah berlayar ke arah priok?" Tanya Gilang. Para perwira mengontak seluruh kapal, dan mereka mendapat KRI MUSI I dan II tidak dapat dihubungi. "Pak!! 2 musi class hilang kontak, musi tiga masih berusaha dihubungi!" Tiba tiba sinyal datang dari MUSI III...
Musi I dikepung. Berusaha menolong. Musi II sudah didasar.
"KRI BUKIT BARISAN, KRI KARANG PUTIH DAN KARANG KITAM putar haluan! Masih ada kapal yang tertinggal!"
*****
MUSI I dikelilingi kapal dari berbagai negara. Zidan segera memerintahkan untuk memadamkan semua lampu. Suasana sunyi sejenak, semua perwira berkeringat. Puncak serangan musuh terjadi saat itu... ditempat itu... yang hanya diwakili satu kapal R.I. yang sudah sekarat.
Pukul 22:01
kumelihat kilatan cahaya-cahaya lampu kapal. Musuh disekitar siap menerkam kami. Sudah terbayang akhirnya. Lalu disusul suara suara roket-roket dan rudal yang menyeramkan. Mungkin sudah waktunya aku kembali ke pos tugas.
KAMU SEDANG MEMBACA
K.R.I ANUMERTA
אקשןHighness rank #46 action Tentara PBB menyerbu nusantara, dimana hanya tinggal seonggok besi raksasa dan armadanya yg membatasi tanah kita dan penyerbuan yg tak lebih dari salahpaham semata