Note: Short and unedited.
Chapter 18
LYDIA terbangun dengan rasa pusing yang teramat sangat. Ruangan yang ditempatinya saat ini seolah berputar-putar. Apa-apaan ini? Sebelumnya belum pernah dia mengalami pusing kepala yang sampai seperti ini. Lydia memijit kedua pelipisnya perlahan. Hingga muncullah sedikit demi sedikit bayangan tentang apa yang terjadi kemarin malam.
Hujan.
Dua laki-laki bertopeng.
Sial.
Ternyata waktu itu dia memang tidak sedang bermimpi.
Damn. She is f#cked up.
Lydia menoleh ringan ke arah jam digital miliknya. 8.15. Dia kemudian berjalan pelan menuju ke arah jendela dan mengangkat kecil gorden yang menutupinya. Lydia mencoba untuk mengamati dengan cermat. Matanya menyusuri ke kanan dan ke kiri, mencoba melihat apakah orang-orang gila itu masih membuntutinya.
Tidak ada.
Lydia menghela nafasnya pelan.
Entah apa yang telah dilakukan olehnya sampai-sampai dia harus menerima semua omong kosong ini. Dia memang bodoh. Lydia tidak pernah bisa belajar dari masa lalu. Seharusnya malam itu dia tidak membantu Nathan. Seharusnya dia membiarkan laki-laki itu di luar sana. Tapi toh dia tetap membantunya. Lalu apa yang dia peroleh? Total bullsh!t. Itu lah yang dia dapatkan sekarang ini. A big, big bullsh!t.
Tapi itu semua tidak lagi penting. Tidak ada gunanya merutuki pilihan yang sudah dia ambil. Pertanyaan terbesar untuk saat ini adalah: apa yang akan dia lakukan?
Ya, itu adalah pertanyaan jackpot. Pertanyaan yang sampai saat ini belum bisa dia jawab karena dia merasa takut. Takut mengambil keputusan yang salah. Takut hidupnya akan hancur untuk yang kedua kalinya.
"Jangan merutuki masa lalu, God damn it. Ada apa denganmu??!" teriak Lydia memarahi dirinya sendiri.
Satu-satunya orang yang saat ini muncul di pikirannya hanyalah Alex. Lydia bisa meminta tolong kepada Alex untuk membantunya dalam masalah ini. Tapi masalahnya, apakah Alex mau membantu? Kemungkinannya kecil. Mana mungkin dia mau membantu orang yang baru dikenalnya beberapa hari yang lalu. Apalagi kalau yang menjadi lawannya adalah.. Godfrey. Resikonya terlalu besar, dia tidak mungkin mau membantu.
Ah, sial. Lalu apa kalau begitu?
Sebenarnya mendatangi Nathan bukanlah ide yang buruk.
Keuntungannya? Nathan bisa berhenti mengirim orang untuk mengikuti Lydia. Toh sebenarnya, selama ini, yang menjadi permasalahan hanyalah ego Lydia sendiri. Dia malu apabila harus bertemu dengan Nathan setelah dia membentaknya hari itu. Tapi tidak ada ruginya kan? Lagipula Nathan juga ada di rumah sakit. Katakanlah sesuatu yang buruk terjadi padanya, Lydia tetap bisa saja meminta bantuan kepada orang-orang yang ada di rumah sakit.
Perempuan itu meraih ponselnya dan mulai mencari berita tentang Nathan Godfrey.
Scroll. Scroll. Scroll.
Salah satu anggota keluarga Godfrey yang terlibat perkelahian saat ini dirawat di London Bridge Hospital.
"Nah, dapat."
Tekatnya sudah bulat. Dia akan temui laki-laki sialan itu.
Apa dia yakin dengan ini?
Tentu saja tidak.
Tapi ada satu hal yang dia ketahui, bahwa dia tidak bisa terus menerus bersembunyi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Dystopia [Discontinued]
RomansaLYDIA tidak pernah menyadari, bahwa membantu seorang laki-laki yang tergeletak penuh luka di samping rumahnya, akan membuat hidupnya menjadi sulit. Semua mulai menjadi rumit, ketika dia tahu bahwa laki-laki itu adalah anak dari seorang konglomerat b...