Bloody Room

115 3 2
                                    

Sebuah pintu gedung tua sekolah itu terbuka dan menampakkan sepasang kaki jenjang dengan berlumuran darah.  Di tangannya, terdapat sebilah pisau yang telah berlumuran. Ia menyeringai lalu mengangkat tangannya seolah-olah bersiap membunuh siapapun yang ada di depannya. Tampak di belakangnya seseorang membawa sebuah kursi kayu yang penuh dengan paku dan melemparkan kursi itu ke arahnya. Terdengar suara guntur dan tampak kilatan petir yang menyala. Seketika itu juga ia jatuh tersungkur di tengah hujan. Begitu juga orang itu yang langsung terduduk di tanah.

            ‘krriiinnggg’ bel pulang berbunyi menandakan jam pelajaran telah berakhir. Murid-murid SMU Bridgetown bersorak-sorai karena bel itu juga menandakan lusa, liburan telah datang.  Sialnya, siang itu hujan turun dengan lebatnya membuat mereka bingung untuk kembali ke rumah masing-masing. Anna, salah satu siswi yang berprestasi di SMU tua itu, menunggu hujan reda di depan sebuah ruangan yang usang dan tidak pernah dipakai. Ruangan itu juga membuat beberapa murid menjadi penasaran dengan isi ruangan tersebut. Tetapi salah satu guru mereka yang juga kepala sekolah melarang mereka dengan banyak alasan. Tapi kebanyakan dari mereka tidak menggubris larangan itu dan akhirnya mereka berakhir dengan mengenaskan. Entah misteri apa yang tersimpan di ruangan tersebut. Hal itulah yang membuat para murid begitu ingin memasukinya. Kata mereka, “Jika ada saksi yang masih hidup kami tidak akan pernah memasukinya lagi. Kami hanya ingin kepastian meskipun sebenarnya ini juga menakutkan. Kami juga ingin kematian ini berakhir. Itu membuat kami ketakutan!”

            Hujan mulai reda tapi Anna tetap berdiam diri di sana sambil memasang telinga di depan pintu tersebut. Ia mendengar rintihan yang bersahutan seolah menahan rasa sakit yang teramat dalam. Rintihan itu terdengar seperti orang yang meminta tolong. Anna mulai penasaran, tapi jika saja tidak ada Miss Jane, sang kepala sekolah, mungkin ia sudah memasukinya. “Anna, kenapa kamu di sini? Hujan sudah reda, cepat pulang!” kata Miss Jane dengan tegas. “Ah.. i-i-ya Miss,” kata Anna sambil berlalu meninggalkan rasa penasaran di benaknya. Dari kejauhan ia melihat Miss Jane memasuki ruangan itu. Ia berusaha melepas rasa penasaran itu dan berjalan pulang.

            Rasa penasaran itu masih ada di benak Anna sampai keesokan harinya. Ia benar-benar ingin masuk ke dalam ruangan itu. Ia bahkan berencana pulang telat untuk memastikan rasa penasarannya itu. ‘Tunggu, jika aku masuk ke ruangan itu jam pulang nanti, Miss Jane pasti akan menegur. Lagipula korban-korban yang memasuki ruangan itu terbunuh saat mereka masuk jam pulang sekolah. Jadi lebih baik aku masuk saat istirahat tiba,’ batin Anna dengan mantap. Pikirannya pun mulai melayang membayangkan ketika ia memasuki ruangan itu. Betapa menyeramkannya bentuk ruangan itu. Apalagi suara-suara rintihan yang menghiasinya, menambahkan kesan yang horor. Pikirnya, mungkin suara hantu-hantu yang iseng mengganggu manusia.

            Bel istirahat berbunyi, saatnya bagi Anna untuk beraksi di dalam ruangan yang kuno itu. Anna langsung meloncat dari bangkunya dan berjalan cepat ke ruangan itu. Ketika berada di depan pintu ruangan itu, ia tampak ragu untuk membukanya. ‘ayolah! Ini kesempatanmu Anna! Miss Jane sedang rapat. Ingatlah! Rasa penasaranmu akan tambah menjadi nanti’ batin Anna. Ia pun dengan mantap menggenggam gagang pintu itu dan membukanya perlahan. Terdengar derit pintu yang teramat nyaring. Anna mulai melangkahkan kakinya di ubin yang telah usang dan penuh dengan debu itu. Hampir seluruh ruangan itu penuh dengan jaring laba-laba. “Uh... benar-benar usang!” kata Anna. Barang-barang yang ditumpuk-tumpuk itu menghalangi cahaya matahari masuk ke dalam ruangan itu. Ia mengambil senter dari sakunya untuk menerangi jalan.

Ia terus berjalan hingga kakinya menginjak sesuatu. Ia mengangkat kakinya dan mendapati sebuah tangan yang penuh dengan darah. Anna segera menyoroti benda itu dengan senternya. “AAAAAAA!!!!!” teriak Anna. Ia melangkah mundur dan berlari. Entah apa saja yang ia tabrak. Ia seperti melihat mayat-mayat hidup atau yang sering disebut dengan zombie. Tak sedikit juga yang menahannya. Ia pun berlari sekuat tenaga. Menabrak seluruh zombie yang seakan-akan ingin memakan otaknya yang menurut mereka sangat lezat karena kepintaran Anna. Dan ketika tinggal beberapa langkah lagi untuk keluar dari ruangan yang menyeramkan itu, sebuah tangan memegang kakinya hingga ia terjatuh. “Tolong... Tolong aku, Anna!” rintih seseorang yang telah memegang kakinya itu.”May?!” kata Anna heran. “S’il vous plaît arrêter Joyeux!” rintih May menggunakan bahasa Prancis. Di sekolah Anna memang mengajarkan bahasa Prancis. Hanya saja ia tak pernah mengerti bahasa itu. “May! Tolong katakan dengan jelas. Aku tidak bisa bahasa Prancis.” Kata Anna. “Suara apa itu? Adakah seorang tamu?” kata seseorang dari dalam. “Aku harus pergi May! Maaf! Tapi aku janji akan kembali” kata Anna sambil bangun dan berlari keluar. Sebuah pisau menancap di pintu tepat setelah Anna menutup pintu tersebut. Anna menghembuskan nafas lega. Tapi ia masih harus menyelamatkan May dan yang lain. Ia juga masih berpikir, “kenapa beberapa anak masih hidup dan yang lain meninggal?”

Bloody RoomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang