Bagian 4

152 36 5
                                    

"bagaimana Sagang di sekolah, Junwook –ah?"

"Kami tidak satu kelas, Ahjussi"

Aku menatap kedua nya bosan sementra Junwok juga tampak jengah namun mimic ya tidak terlihat sama sekali. Hebat memang si Junwook itu. Aku menyesap jus ku dan menyangga dagu ku.

"Papa berhenti bertanya pada Junwook" aku menyangga kepala ku dan semakin gerah ketika ia bertanya perihal apakah aku dekat dengan seseorang. Aku menghela napas ku kesekian kali. Kemudian aku memutuskan untuk keluar mencari eskrim meski di rumah, Papa memiliki banyak persediaan.

Ketika aku menunggu lift, kemudian nampak Woojin-hyung setelah sekian lama kami tidak bertemu. Kulihat Woojin hyung menatap ku lalu menahan lift kemudian aku masuk kedalam nya.

"lama tidak bertemu ya hyung" ucap ku dan kulihat Woojin-hyung mengganggukkan kepala nya.

"kita waktu itu bertemu karena kau bolos kan?"

"jangan ingat kan aku dengan itu hyung" ucap ku setengah kesal. Aku berjalan bersama Woojin-hyung ke lobi lalu aku menarik jaket nya dan ia menoleh kepada ku.

"aku akan pergi ke minimarket seberang. Sampai jumpa lagi hyung"

"tunggu"

"ya?"

"besok apakah kau tidak ada acara? Bagaimana jika kita bermain besok. Aku yang traktir"

"aku setuju" ucap ku sambil tertawa enyah. Kemudian Woojin-hyung mengeluarkan ponsel nya dan kami bertukar nomor telepon dan kami berpisah setelah nya. Aku berjalan menuju mini market dan menghilangkan bosan di hari sabtu sore ku.

Sebuah panggilan untuk ku dari Junwook ketika aku sampai di rumah dan tentu saja Junwook telah pulang sebelum aku kembali dari mini market. Aku mengangkat nya dan dan ia mengatakan bat milik nya sengaja ia tinggal dan lagi-lagi tanpa bersalah nya ia menyuruh ku untuk membawa nya saat sekolah senin nanti. Aku hanya mendengus mengiyakan.

Pintu kamar ku di ketuk kemudian Papa datang dengan kemeja lebar nya dan rapi dengan celana jeans biru muda nya.

"Papa akan keluar, makan malam sudah Papa siapkan tanpa perlu memanaskan nya"

"Papa akan kemana? Studio?"

"pesta bujang sayang. Baik-baik lah dirumah. Papa akan cepat kembali. "

Dalam proses nya otak ku kali ini sedang lambat untuk mencerna nya. aku terduduk di kasur ku lalu mendengar teriakan Papa yang memenuhi ruangan.

"Kimchi nya sudah Papa potong-potong kecil, jika ingin lagi container berwarna abu-abu dan gunting nya jangan lupa di cuci"

Menghiraukan Papa yang kini menghilang dengan suara derit pintu, aku segera keluar dan menuju pintu dan berlari di lorong dan hingga pada akhir nya aku melihat Papa tengah bersama pria cabul itu lagi. Sial memang.

Aku berjalan lesu kemudian membuka tempat nasi dan memenuhi nya di piring ku memakan bulat bulat kimchi dan menyumpit kan ikan ku dengan malas. Menolak dan mengenyah kan segala pikiran negartif ku dan segala kejadian terburuk yang akan menimpa Papa.

Aku berjalan bolak-balik memenuhi ruangan pada suatu ide yang mungkin tidak akan pernah kau menduga nya aku ingin menutup rapat kamar Papa. Aku berjalan menuju dapur dan membuka almari kecil dengan sederatan kunci. Pada kunci dengan tag bertuliskan Papa menggunakan hangul aku meraih nya lalu mengunci nya dan kunci itu aku masukkan kedalam saku celana.

Ada kecoa dan aku berburu kecoa tadi.

Sebuah alasan yang cukup logis untuk di terima Papa. Aku kembali memikirkan apakah itu pesta bujang. Pesta dimana tempat berkumpul nya para bujangan-bujangan membicarakan wanita. Bahkan untuk saat ini belum menginginkan seorang Mama. Cukup hanya ada aku dan Papa, nenek, teman-teman Papa di Seoul dan semua orang di Seoul jika perlu aku akan membawa Woojin-hyung serta.

Aku menghabiskan waktu ku dengan mengitari ruangan dan sesekali mendengus kesal. Aku mencoba untuk menangkan diri ku hingga pada akhir nya aku berakhir di kamar ku. Aku menatap langit-langit kamar ku hingga tanpa sadar aku tertidur.

Ketika dalam proses nya, kau tidur setengah hati, kau akan bangun dengan merasa sakit kepala. Aku membuka mata ku kemudian terdengar suara bedebam yang sangat nyata. Seakan pintu yang di buka paksa, kemudian terdengar derit yang sangat keras.

Panik, jelas saja dalam waktu sesingkat ini emosi ku tidak stabil.

Tidak ada suara Papa, tidak ada suara langkah kaki.

Aku hanya pria kecil Papa dan untuk sekarang aku tidak tahu apa yang akan kulakukan saat ini. Aku meraih bat milik Junwook sementara ponsel ku ada pada tangan kiri ku.

Aku melangkah perlahan hingga pada akhir nya suara asing memenuhi ruang tamu. Seperti orang yang bangun tidur dan sebuah robekan. Kemudian bedebam sepatu. Gemericing logam itu memenuhi otak ku.

Tuhan selamatkan dan berikan mukjizat Mu.

Mengendap-endap kulihat Tubuh seseorang tengah membungkuk bergoyang. Kemudian suara robekan kembali menggema. Keadaan nya semua kegiatan itu terefleksikan oleh kaca aquarium dan aku melihat nya. Entah apa yang di lakukan, adalah suatu hal yang tidak aku mengerti salah satu hal yang kuingat adalah ia adalah orang asing.

Kemudian kedua belah tangan itu menjulur dan menampakkan gelang yang ku kenali. Punggung Papa tidak selebar itu dan bagaimana bisa? Aku tidak mengerti dengan keadaan ini kemudian perkataan nya menginterupsi ku.

"kau tidak akan lepas dari ku, Seob-ah"

Papa ada dalam Pria itu. Aku terkejut dan kaki ku melemas mendengar nya. Suara gesekan sepatu itu membuat Pria itu melepas paksa sepatu nya membuat bedebam.

Keringat ku bercucuran dengan seluruh tubuh ku bergetar. Dalam getaran nya seperti darah yang ada dalam jari ku terpaksa meninggalkan tempat nya dan berkumpul dalam pusat. Jantung ku menggedor-gedor sang pelindung. Aku mencoba untuk merangkak dengan menyeret bat. Tanpa suara dan tidak meninggalkan gesekan.

Teriakan Papa menggema membuat ku semakin mempercepat perpindahan tubuh ku. Aku memilih memasuki kamar ku lalu aku terduduk tanpa menenggelamkan kepala ku. Kepala ku pening membuat sebuah efek seperti kedua bola mata ku mendesak untuk keluar. Tidak dapat focus antara langit-langit, pintu dan meja belajar semua berputar.

Seperti sebuah refleks, aku memanggil seseorang lewat ponsel ku.

"n nen nenek, t ttolong aku, Pp Pap Pa di siksa o ol oleh orang asing seperti saat itu"

"kau ada di mana, Sagang, Sagang tenang, jangan "

"di rumah"

Seperti otomatis, dan tangan ku yang tidak pernah berhenti bergetar itu semakin menjadi hingga aku merasakan aroma anyir dan rasa asin yang memenuhi mulut ku.

Teriakan Papa terdengar sangat keras. Memenuhi lorong rumah hingga melewati pintu kamar ku yang terbuka. Cahaya dari luar seakan memanggilku untuk mendekat. Seraya menggenggam bat, aku berdiri dan menghilang.

Satu satu nya pada saat itu kulihat saat itu. Seorang Pria dengan dagu yang penuh janggut, memejamkan mata dengan darah disekitar muka nya. Papa setengah telanjang nampak merintih kesakitan.

Aku menatap bat milik Junwook kini meneteskan darah.

"sialan kau "

Suara desis an itu mengalihan pandangan ku. Pria itu bangkit namun aku melangkah maju. Langkah kaki ku amat ringan kala itu. Seperti robot, tangan ku berayun dengan mudah nya hingga sebuah suara memanggil ku dan semua nya menggelap.

Aku membuka mata ku kulihat sosok laki-laki meraih ku.

"hyung" kemudian aku tertawa kecil.

Semua nya berakhir.

Masih berlanjut
Terima kasih telah membaca cerita ini

Last Dance ; jinseobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang