Di atap sekolah pada sore hari hanya ada aku dan dia setelah usai pelajaran sekolah dan tepat pukul 4 sore. Seperti biasa kita sering habiskan obrolan dan berbagi cerita bersama. Dan aku pikir aku mulai tidak waras.
"Rian, lu mau jadi pacar gua?" Ujarku kepada Rian di atap sekolah.
"Kesambet lu?" Tanya Rian sambil mengernyitkan dahinya.
"Kita sama kan? Dia ga mungkin suka sama lu, dan dia juga ga mungkin suka sama gua," ujarku kepadanya dengan mendekat 1 langkah dan menatap mata dia dengan serius.
"Lu kesel liat mereka? Lu yakin? Tanpa rasa suka gitu?" Tanyanya lagi dan kali ini dia menjajarkan kepalanya dengan kepalaku sehingga mata kami saling bertatapan.
"Gua butuh tempat pelampiasan, entah kenapa hati gua berasa sakit ketika liat mereka, dan lu juga bisa memanfaatkan gua, maybe bikin dia jealous?," ujarku yang tiba-tiba menunduk karna tatapannya yang tajam.
"Gua tanya sekali lagi, apa lo yakin?" Tanyanya lagi sembari menepuk bahuku.
"Iya !! Tadi kan gua ud ngomong, ga ada kata ulang iaann" jawabku kesal dengan menepis bahunya.
"Oke kalau gitu, gua terima tawaran lo dengan 2 syarat," jawabnya dengan tegas dan tiba-tiba bibirku merasakan sesuatu yang lembut.
"Riann, ini ciuman pertama gua, jangan to the point gitu dong," kesalku padanya yang sehabjs mendorong pelan bahu Rian.
"Serius lu? U aja agresif ajak gua jadi pacar lu, jadinya gua pikir gapapa deh," gurau dia dengan tawanya yang tak pernah kulihat sebelumnya.
"Seriusss yann. Lu jangan manfaatin situasi dong. Awas next begini lagi, gua hajar lu," kataku sembari berjalan hampir melewatinya.
"Sori, namanya gua cowo, terbawa suasana," ujarnya pelan yang tiba-tiba menahan tanganku untuk menghentikanku.
"Dan syarat yang lu sebut itu apa?" Tanyaku tak menghiraukan ucapannya itu.
"Oia hampir lupa, syarat pertama jangan ada timbul rasa suka diantara kita. Dan yang kedua, hubungan kita akan berakhir jika masing-masing dari kita sudah mendapatkan pasangan nyata," ujar Rian sembari mengambil tangan kananku dan menjabatnya.
"Oke, deal!!" Syarat yang menurutku mudah, dan aku tak mungkin suka kepadanya, pikirku dalam hati.
"Mulai sekarang, kita jalani layaknya pacar sungguhan, jadi lu acting jangan setengah-setengah. Karna gua juga butuh tempat pelampiasan juga, so siap-siap aja Cecilia Elverette," goda Rian sembari mengedipkan matanya dan menyentuh bibirku dengan tangannya yang membuatku malu bercampur kesal.
Rian Alvino adalah teman sekelasku, kami duduk di kelas SMU X dan kami sama-sama suka dengan kakak kelas yang ternyata sekarang berpacaran. Aku mulai mengenalnya disaat dia memergokiku sedang melihat Devin Diantoro, ya kakak kelas yang sangat aku sukai.
Dan aku juga tau, dia bukan mengikutiku tetapi dia juga ingin melihat orang yang disukainya, yaitu Stella Fani yang sekarang menjadi pasangan Devin. Kami melihat mereka di saat jam istirahat dan di klub olarahga maupun festival sekolah.
Devin hanya menganggapku sebagai teman dan tak lebih dari itu. Aku bertemunya saat dia menjadi tutor privatku untuk menghadapi ujian kenaikan SMA. Jika kami berpas-pasan di sekolah, kami masih saling menyapa dan masih mengobrol, hanya saja obrolan kami sebatas basa basi dan itu yang membuatku merasakan perasaan yang sangat hampa dan kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Wish to Be Happy
Teen FictionAku menyukai kakak kelasku yang sudah punya pacar, setiap kali melihatnya aku merasakan kesedihan dan hatiku terasa hampa. Aku hanya ingin bahagia, cuma sesimple itu. Aku merasa diriku sudah gila dengan mengajak Rian untuk menjadi pacar palsuku, dia...