36. What Happen?

2.7K 190 10
                                    

Teriakan melengking khas Grafisa kembali terdengar, sampai seluruh murid yang ada di kelas nya menatap Grafisa heran, di tambah Dara yang sedang menangis tersedu-sedu.

"Ra, ceritain ke gue." Grafisa tidak membentak, tapi dari nada suara nya jelas betul kalau perempuan itu memohon. Gilang yang masih setia berdiri di samping Dara kemudian menghela nafas panjang.

Ia tahu apa yang terjadi--bahkan hampir seluruh anak yang nongkrong di warung depan sekolah. "Eh Ca, temen lo mengapa?" Tanya Andri penasaran, sedangkan Grafisa menjawab dengan gelengan pelan. Tidak mungkin juga kan ia memberi tahu aib teman nya sendiri ke orang lain.

"Foto nya udah kesebar Ca, seluruh sekolah," ujar Dara sambil menghapus air mata nya yang masih mengalir meskipun tidak sederas tadi.

Andri yang mendengar hal itu mengangguk-anggukan kepala nya mengerti. "Zeta 'kan?"

"Lo tau?!"

"Gue tau, Acong tau, Bian tau, Fabian tau, Gilang juga tau, semua nya juga tau kayak nya." Jawab Andri santai, tanpa ada beban.

Grafisa langsung bangun dari tempat nya, kemudian menarik Gilang untuk duduk lesehan di pojok kelas. "Lo punya foto nya ga?"

"Ya engga lah! Ngapain amat gue save," jawab Gilang cepat.

"Ih, ilah!" Decak Grafisa. "Lo tau masalah ini dari mana dan kapan?"

"Seminggu yang lalu, jadi gue lagi nongkrong di warung situ, eh tiba-tiba si Ari nunjukin fotet nya Zeta terus dia bilang dapet dari pacar nya. Udah, cuma itu doang yang aku tau."

Kerutan di kening Grafisa muncul jelas, hampir lima menit. Membuat Gilang ikut bingung tentang apa yang sedang Grafisa pikirkan sekarang sampai membuat kening nya mengerut seperti itu. "Kok pake 'aku' si?"

Decakan pelan akhirnya lolos dari mulut Gilang, "kirain mau ngomong apa! Gatau, itu cuma reflek."

"Oh gitu oke bagus," jawab Grafisa mengangguk-anggukan kepala nya. "Cuma itu yang lo tau?"

Gilang mengangguk. "Lagian ngapain si lo kayak peduli banget? Kemaren kan dia yang udah buat lo jadi bahan gosipan satu sekolah."

Pertanyaan itu menggantung di otak Grafisa tanpa bisa ia jawab. Inti nya, ia masih punya alasan kalau Zeta tidak melakukan hal tersebut hanya karena ingin famous, toh sebenarnya ia juga sudah famous. "Gatau." Cuma itu yang mampu Grafisa keluarkan.

----

Istirahat kedua di habiskan Dara dan Grafisa untuk duduk di depan kelas nya, membicarakan apa yang harus ei bicarakan. Beberapa kali Grafisa menyangkal apa yang Dara ceritakan yang sebenarnya juga ia dapat dari mukut teman-teman nya yang lain.

Seperti saat di beri unjuk foto tersebut, Grafisa malah menyangkal dengan mengatakan kalau itu hanya editan. Padahal, terdapat wajah Zeta juga disana, apalagi sprei berwarna pink soft yang menjadi sprei favorit Zeta.

"Sumpah, gue masih ga percaya," ulang Grafisa. "Sumpah ya, kenapa harus ngirim ke stranger?"

Dara mengangguk-angguk setuju. Tidak habis pikir dengan apa yang di lakukan Zeta kurang lebih seminggu yang lalu. Masalah nya, jadi ada laki-laki alumni enam tahun di atas mereka yang tiba-tiba men-add line Zeta. Stranger itu kemudian meminta Zeta untuk melakukan hal tersebut, awal nya hanya di read tapi setengah jam kemudian Zeta malah menurut dan mengirimkan foto yang sekarang sudah tersebar itu.

Besok nya, si stranger ini meminta foto semacam itu ke teman sekolah mereka yang lain, tapi jelas di tolak oleh teman nya tersebut. Tapi, si stranger malah mengirim foto Zeta dan berkata seperti ini. "Temen lo aja mau, masa lo engga?"

Awal nya perempuan tadi hanya diam, tidak menceritakan ke siapa-siapa. Tapi karena Zeta yang seusai itu memblock akun stranger ini, ia malah gencar mengirimkan foto tersebut ke teman-teman tersebut hingga sampai kepada pacar nya Ari--laki-laki yang menyebarkan foto tersebut di tempat tongkrongan seminggu yang lalu.

Grafisa sungguh tidak tahu harus melakukan apalagi, mencegah agar tidak tersebar? Sangat terlambat! Bahkan bisa di bilang ia adalah orang terakhir yang mengetahui--di angkatan nya, tidak tahu di angkatan bawah atau atas.

Dara sontak berlari menuju kelas Zeta ketika melihat perempuan itu keluar dari kelas nya. Berbeda dengan Grafisa yang memilih duduk, entah kenapa ego nya masih menang.

"Ta, lo kenapa?" Dara bertanya dengan lembut, sambil memegang lengan perempuan itu.

Zeta yang tampak nya tidak baik-baik saja kemudian menepis keras tangan Dara. "Gausah sok peduli!" Itu yang ia katakan sebelum pergi menuju toilet yang ada di samping kelas nya.

Perlahan tapi pasti, Dara akhirnya berjalan kembali kepada Grafisa. Emosi nya meluap, ia tidak bisa di perlakukan seperti itu. Ia sungguh tidak tahu apa yang sebenarnya di pikirkan oleh Zeta.

"Di kasih respect malah gitu!" Maki Grafisa yang melihat dengan jelas apa yang terjadi barusan. "Sabar Ca, sabar."

Tidak terima teman nya di perlakukan seperti itu, akhirnya Grafisa menarik tangan Dara untuk segera berdiri dan berjalan mengikuti nya. "Ih gausah marah-marahin Zeta lagi, Ca!"

"Hah?"

"Lo mau nyamperin Zeta ke toilet kan?"

"Ya kaga lah! Rajin amat, orang gue mau ngajak ke kantin, mau minum ngademin otak."

----

"Eh, kasian noh temen lo di depan kelas sendirian. Aturan mah temenin ego Ca."

"Dih?! Orang gue juga udah ga main sama dia dari lama," jawab Grafisa jengkel atas celetukan asal yang di buat Bian tadi.

"Iya apa? Oh iya! Yang dia fitnah lo itu 'kan?"

"Heeh."

Nama Zeta sepertinya memang sedang menjadi trendik topik sekolah nya kali ini. Terbukti kemana pun Grafisa pergi, entah perempuan atau laki-laki kadang menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Bahkan ada yang mengejek dan terang-terangan mengatakan ke Grafisa bahwa mereka kehilangan respect kepada Zeta.

Termasuk Acong dan Bian yang membicarakan hal tersebut. Beruntung Dara sudah kembali ke kelas bersama Andri tadi, kalau tidak pasti ia merobek-robek mukut Bian yang mengejek betapa kecil nya ukuran payudara Zeta.

"Lo tuh bacot, tau ga Yan?" Bentak Grafisa akhirnya. Tidak bisa kah anak laki-laki tidak hanya berpikir tentang itu? Grafisa muak.

Tanpa berpikir panjang lagi, Gilang kemudian membawa Grafisa keluar dari kantin. Takut kalau gadis nya tiba-tiba menyiram Bian dengan minuman dingin yang ada di meja nya, atau yang lebih parah lagi melempar Bian dengan gelas kaca yang menjadi wadah minuman tersebut. Gilang tidak ingin Grafisa berurusan dengan guru BK karena membuat kepala anak orang bocor, cukup diri nya saja yang sering berurusan dengan guru BK.

"Tenangin diri lo Ca, gue tau itu sulit tapi jangan kepancing emosi." Gilang memerintah setelah kedua nya herjalan meninggalkan pintu kantin. "Anjay banget ga tuh omongan gue?"

Grafisa sedikit tertawa lalu memukul lengan Gilang kencang. "Jangan panggil aku Gilang, panggil aku Ki Joko Bodo."

"Apaan sih garing banget!" Seru Grafisa sambil tersenyum. "Garing-garing tapi ketawa, yeuh."

"Lang, ke atap yang deket lab kimia itu yuk?"

"Yuk!"

***

Udah pada ngerti kan konflik yang ini?

double update today yeay huehehehe.

NuncaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang