Pagi tadi aku tersadar. Bahwa ternyata semalam aku bermimpi tentang senja. Tak biasanya mimpi itu indah. Mimpi yang awalnya indah, tapi akhirnya membuatku mati rasa sendiri. Kau tahu kenapa? Karena, mimpi itu mempermainkan. Senja yang jelas-jelas kini telah menghilang, dan aku yang kini telah -mungkin- senja lupakan ...dapat kembali lagi seperti saat itu.
Aku dan senja bersama. Tersenyum. Tanpa aku melihat luka. Ini mimpi, apa delusi? Atau mungkin, angan-angan tentang kebersamaan yang tak terwujudkan? Rasanya seperti tersesatkan oleh perasaan.
Aku menggeleng. Merasa sangat terganggu dengan perasaanku yang makin kacau dan meracau. Sebab senja.
Ah .. Tuhan melukisnya terlalu indah.
Hingga mungkin saja, aku masih terbawa suasana. Aku bermimpi tentang senja. Tanpa senja harus hadir. Tanpa senja harus mengitariku. Jiwaku ikut berputar dalam poros jiwanya, tanpa dia harus meminta.
Padahal hampir saja apa yang dia lakukan padaku itu membuatku membencinya. Namun, berbahagialah kau senja. Setelah Tuhanku yang Maha Baik memantapkan hati untuk memaafkanmu. Karena, yang berhak menghukummu bukan aku.