Matanya terpenjam, namun tubuhnya terus bergerak gelisah. Keringat di pelipisnya terus bertambah mengalir pada bagian tubuh yang lainnya. Hanya ada satu hal yang berkecamuk dalam dirinya saat ini. Dirinya hanya ingin membuka matanya. Ia ingin terbebas dari kungkungan bunga tidur yang terus menghantuinya saat ini.
Akhirnya ia berhasil membuka matanya. Ia mencoba mengontrol deru napasnya yang terus memburu membuat dadanya semakin sesak. Ia mengusap wajahnya kasar.
Setelah sedikit tenang, ia pun beranjak dari tempat tidurnya memutuskan untuk keluar dari kamarnya, tak ingin mengingat kembali apa yang terjadi dalam mimpinya.
“Tumben kau sudah bangun.”
Suara lelaki yang baru keluar dari kamar di samping kamarnya itu tidak membuat dirinya menghentikan aktivitasnya untuk membasahi kerongkongannya.
“Ada apa?” Tanya lelaki itu padanya sambil turut menuangkan air mineral pada gelas yang lain.
“Tidak ada apa-apa.”
“Hey, sudah berapa lama kita saling mengenal? kau masih saja menutupi sesuatu. Apa yang terjadi kemarin?”
“Sungguh, kemarin tidak terjadi apa-apa. Hanya saja semalam aku mimpi buruk.”
“Apa mimpi burukmu itu tentang kenangan burukmu di sana?”
“Hemm.. begitulah.”
“Lalu apa rencanamu hari ini?”
“Entahlah. Mungkin keluar sekedar mencari angin.” Ucapnya sambil berlalu meninggalkan lelaki tadi yang kini sibuk dengan bahan-bahan makanan yang akan di olah.
“Hyung!” Ucapnya di ambang pintu kamarnya membuat lelaki tadi menoleh padanya, menghentikan aktivitasnya.
“Bagaimana kalau hari ini aku habiskan untuk belajar memasak denganmu saja?”
“TIDAK! Aku tidak mau kau merusak dapurku!” Lelaki itu kembali mengolah bahan makanannya.
“Cih..” Dirinya mendesis, kemudian melanjutkan langkahnya masuk ke dalam kamarnya.
.
Dirinya keluar dari kamar dengan pakaian rapi namun santai serta sebuah kamera di tangannya. Ia mendudukkan dirinya di kursi di depan meja makan yang sudah tersaji beberapa jenis makanan yang siap disantap. Dihadapannya ada lelaki yang sama dengan yang ia temui tadi.
Ia mengarahkan kameranya pada makanan-makanan tersaji. Ia meletakkan kameranya kemudian beranjak menuju tempat piring.
“Apa yang lain belum bangun?” Tanyanya sambil mengambil nasi ke dalam mangkuknya.
“Ini hari libur, tentu mereka memilih menghabiskan waktunya dengan tempat tidur.”
Tidak ada lagi suara yang keluar dari mulut keduanya saat keduanya menyantap hidangan dihadapannya.
“Jangan lupa, cuci piring bekas makanmu.” Ucap lelaki tadi mengingatkannya.
Dirinya pun menuruti perintah dari lelaki yang terpaut tiga tahun lebih tua darinya itu setelah dirinya menghabiskan sarapannya.
Ia pun mengambil kembali kameranya, kemudian melangkah menuju pintu utama rumah yang ia tempati dengan beberapa orang lelaki yang kini menjadi keluarga kedua baginya.
Setelah ia memakai sepatunya, ia menatap pantulan dirinya pada cermin yang menempel pada dinding dekat pintu utama. Ia merapikan rambutnya kemudian ia tersenyum pada bayangan dirinya sendiri di cermin.
Ia pun melangkah menyusuri jalan yang diperuntukkan untuk pejalan kakinya. Tak lupa ia selalu mengarahkan kameranya untuk membidik apapun yang menurutnya menarik. Senyumnya selalu menghiasi wajah tampannya, setiap kali ia melihat hasil bidikan di kameranya.
Ia terhenti saat dirinya melihat kerumunan orang-orang, ia kembali mengarahkan kameranya pada kerumunan orang itu.
Karena penasaran, ia pun mendekat pada kerumunan itu. Samar-samar ia mendengar lantunan sebuah lagu dari seorang perempuan diiringi petikan gitar akustik.
Setelah cukup dekat dan ia bisa mendengar lebih jelas suara sang perempuan itu, ia pun mencoba menerobos kerumunan orang-orang itu karena ia merasa tidak asing dengan suara itu.
Dirinya mematung saat ia berhasil menerobos kerumunan dan melihat dengan jelas tepat dihadapannya sosok perempuan tengah bernyanyi sambil tersenyum diiringi gitar dipangkuannya.