Chapter XII

34.3K 1.2K 94
                                    

Diego merasa heran melihat tuan mudanya begitu bersemangat berangkat kesekolah. Seringaian terus terpasang di wajahnya dari kemarin.

"Apakah ada hal baik yang terjadi tuan muda?"

"Hmm."

"Anda terlihat begitu senang."

Diego menatap pantulan diri Taylor yang menatap kejalan masih dengan senyuman diwajahnya dari kaca spion.

"Bukan sesuatu yang spesial sebenarnya. Hanya seekor kucing betina yang masih keras menampakkan cakarnya yang tumpul."

Taylor terkekeh geli. Sedangkan Diego hanya mengeryitkan alisnya tak mengerti dengan ucapan kiasan yang diucapkan situan muda.

"Walaupun saya tak mengerti maksud tuan muda. Tapi saya turut bahagia dengan kebahagiaan Anda."

Diego tak tahu kalau penolakan Tatianalah yang membuat Taylor begitu senang. dia benar benar tak sabar bertemu dengan guru barunya di kelas.

Menggoda wajah cantiknya yang angkuh, menggoda tubuh moleknya yang berkeras menolak bersentuhan dengan tubuh Taylor. Mencium habis habisan bibir penuhnya bagai tak ada hari esok, Menggigit seluruh kulit mulusnya dan membuatnya mengerang puas.

Shit! Aku mengeras hanya dengan memikirkannya.

Taylor berusaha keras menahan ereksinya membesar. Memikirkan sesuatu yang jauh dari Tatiana. Taylor harus mengumpulkan segenap kekuatannya untuk menggoda Tatiana. Kalau dia mengeras duluan, dia tak akan pernah berhasil mendapatkan Tatiana.

***
Seringaian puas Taylor hanya bertahan sebentar saat dia berada di gudang belakang sekolah bersama anak laki laki yang wajahnya babak belur akibat perbuatan Taylor kemarin. Mereka berdua hanya terdiam menatap gudang tua itu.

"Detensi kalian dimulai dari hari ini. Kalian harus mengeluarkan seluruh meja dan kursi yang ada dan membersihkan seluruh gudang."

Mrs. Bertha, masih dengan lipstik merah tebalnya memberikan instruksi kepada Taylor dan anak laki laki disebelahnya.

"Tapi ma'am, saya harus masuk kekelas hari ini." Suara Taylor meninggi menatap tajam wajah Mrs. Bertha yang acuh.

"Ini konsekuensi." Jawabnya dengan sorotan mata dingin.

"Saya kelas dua belas ma'am. Saya tidak ingin ketinggalan pelajaran."

"Seharusnya kau berpikir seperti itu saat memulai perkelahian." Jawaban acuhnya membuat Taylor menggeram. Amarah mulai memuncak dikepala Taylor saat mendapat tatapan menghina dari Mrs. Bertha.

"Tak bisakah kami mengerjakannya saat pulang sekolah." Anak laki laki disebelah Taylor mulai berbicara, Taylor menatapnya yang kini maju menghadang Taylor yang bersiap siap melawan gurunya dengan kekerasan.

"Tidak. Kalian harus mengerjakannya dari sekarang. Ini perintah langsung dari kepala sekolah." Mrs. Bertha berhenti untuk mengambil nafas sambil menatap Taylor. "Nyonya Mandy." Lanjutnya dengan suara bangga.

Taylor benar benar tidak bisa menahan amarahnya lagi melihat antek antek nenek tirinya yang berkeliaran disekolah. Tubuh anak laki laki yang tak kalah besar dari Taylor terus menghadangnya.

"Baiklah ma'am kami akan mengerjakannya."

Taylor tidak sempat melakukan perlawanan saat anak laki laki itu menarik lengannya masuk kedalam gudang.

Taylor menepis cengkeraman sesampainya mereka di gudang. Taylor mulai menggeram kearah anak laki laki tersebut yang mulai melangkah mundur menjaga jarak.

"Easy boy. Aku hanya menyelamatkanmu dari detensi yang lebih parah." Jawabnya santai.

"Melawan seorang guru bukanlah tindakan yang benar jika kau ingin tetap berkeras masuk kekelas. Walaupun aku sedikit tak menyangka seorang tuan muda besar yang seenaknya sepertimu peduli akan nilai."

Sang Nouveau [Dawson Tales]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang