Antara Baik dan Bodoh

247 20 0
                                    

Disclaimer: JKR. Author tidak mengambil keuntungan.

Warning: Alternate Reality. Hermione x Harry. Tidak ada maksud mem-bashing Ginny x Harry. Threeshots. Pernah di-publish di akun ffn Fei Mei.

.

.

One-Side Thoughts
Chapter 2: Antara Baik dan Bodoh

by Fei Mei

.

.

Kembali dengan kegalauanku. Aku Hermione Granger, murid terpintar di angkatanku. Punya dua orang sahabat karib, yaitu Ron Weasley dan Harry Potter. Yep, The Boy Who Lived itu adalah sahabat karibku.
Kalian tahu tentang Ginny, adik Ron itu, kan? Dia sudah tidak berpacaran dengan Harry lagi. Tuh, kan, Ginny tidak pernah benar-benar suka pada Harry! Baru pacaran sebulan lebih, Harry sudah diputusin. Bagaimana kalau suatu saat nanti perempuan itu menikah? Tidak mungkin, kan, kalau ia berganti-ganti suami?

Aku baru tahu mereka putus hari ini, padahal kejadiannya sudah dari minggu lalu. Ketinggalan berita banget, ya, aku? Tentu saja, aku, kan, terlalu sibuk di perpustakaan. Dan lagi sebenarnya minggu lalu aku sudah dengar desas-desus kalau pasangan itu sudah mengakhiri hubungan mereka, tetapi aku tak pernah mendengarkan gosip, apalagi yang berhubungan tentang pacaran—siapa jadian dengan siapa, atau siapa putus dengan siapa. Apalagi kalau tentang Ginny, anak manis yang populer di kalangan murid laki-laki. Hari ini jadian dengan siapa, minggu depan sudah pacaran dengan yang lain.

Hari ini Harry tumben menemaniku di perpustakaan sore-sore. Dan sesuai dugaanku, ternyata ia ingin menyontek PR-ku. Tumben sekali, karena biasanya akhir-akhir ini hanya Ron yang menyontek pekerjaanku.

“Tumben kau menyontek pekerjaanku lagi, Harry,” kataku supaya suasana tidak hening.

“Mm-hm, aku sedang ... yah, tidak bisa konsentrasi,” katanya. “Dan kau, tumben sekali kau memberikan jawaban PR-mu dengan sukarela, biasanya kau memberikannya sambil menceramahiku.”

“Aku bisa melihat ada banyak pikiran di otakmu yang menyebabkan kau tidak bisa berkonsentrasi. Makanya aku membiarkanmu menyontek kali ini.”

“’Mione, aku tahu kau disebut sebagai si Know-It-All, tetapi aku tidak pernah menyangka kalau kau bisa membaca isi otakku juga,” kata Harry sambil terkekeh kecil.

“Kau ingin menceritakan sesuatu padaku, Harry? Apa kau ada masalah dengan Ginny? Kulihat akhir-akhir ini kau tidak jalan lagi dengannya,” ujarku.

Ia menyerngit. “Ginny memutuskanku minggu lalu, Hermione, tidakkah kau tahu tentang itu?”

Oh, ya, ampun ... seandainya aku menanggapi serius gosip-gosip itu ... dan saat ini aku benar-benar tahu baru tahu bahwa gosip itu benar. Sial.

“Tidak, aku tidak tahu, kau kan belum cerita padaku, Harry,” kataku, berusaha setenang mungkin.

Harry mendengus pelan. “Sekarang kau tahu.”

“Tapi ... kenapa?”

“Dia bilang ... dia hanya bilang kalau ia minta putus.”

“Ap—apa? Ya ampun, kenapa kau tidak menanyakannya, Harry?” tanyaku. “Apa dia memutuskanmu lewasurat? Atau saat kalian sedang jalan?”

“Lewat surat.”

“Kau masih menyukainya, kan, Harry?”

“Tentu saja,” jawabnya, membuat perasaanku agak teriris, dan tentu saja ia tidak akan tahu tentang ini. “Aku masih terlalu menyukainya meskipun aku telah sakit hati.”

“Kau harus tanya padanya, Harry, biar semuanya jelas. Kalau memang kau sudah melakukan kesalahan, coba perbaiki kesalahamu itu. Ayolah!”

“Hn, percuma Hermione, Ginny sudah punya pacar yang baru,” kata Harry sambil tersenyum sedih.

“Kalau kau menyukainya, kau harus coba untuk merebut Ginny lagi, dong, Harry! Kau suka padanya, kan? Kau tidak boleh menyerah!”

“Kau yakin aku bisa?”

“Tentu saja!”

“Baiklah, aku akan coba menanyainya. Terimakasih untuk saranmu dan juga ... er, PR-mu, Hermione. Kau tahu, kau adalah sahabat terbaikku!” kata Harry sebelum ahirnya ia keluar dari perpustakaan dan meninggalkan aku sendiri.

Kalian lihat, kan? Entah ini yang disebut kebaikkan seorang sahabat atau kebodohan seorang gadis. Di satu sisi aku senang mereka putus karena, yah, sebagai sahabat aku tidak merestui hubungan mereka. Di sisi lain, aku sedih melihat sahabatku depresi karena putus dengan gadis yang amat sangat disukainya.

Oke, aku akui mungkin aku memang suka pada Harry. Tetapi bukan, bukan karena dia adalah The Chosen One atau The Boy Who Lived. Aku menyukainya sebagai Harry, Harry Potter, putra dari Lily dan James Potter.

Saat Harry bilang kalau ia sudah putus dengan Ginny, ada dua malaikat yang berperang dalam hatiku. Malaikat pertama bilang kalau aku harus ambil kesempatan untuk menarik perhatian Harry, karena aku suka Harry. Sekarang kan, sahabatku itu sedang tidak punya pacar, makanya aku harus mendekatinya. Malaikat kedua malah berkata kalau aku harus menyuruh Harry untuk berusaha mendapatkan Ginny lagi. Sebagai sahabat, aku harus menyemangati Harry untuk mendapatkan cinta Ginny lagi. Dua pilihan yang berlawanan, kan? Tetapi seperti yang kalian lihat, aku memilih pilihan kedua.

Aku memang sangat menyukai Harry meski aku tahu dia menyukai Ginny, walau mereka sudah putus. Tetapi Harry tetap sahabatku, makanya aku memilih pilihan kedua, menyuruhnya mendapatkan kembali hati Ginny.

Segala sesuatu pasti ada konsekuensinya. Dan resiko dari pilihan yang kuambil ini adalah ... kemungkinan aku akan melihat sahabatku itu berjalan berdampingan dengan perempuan yang ... yah, yang hubungannya tidak kusetujui.

Entah ini yang dinamakan baik atau bodoh. Yang kutahu adalah, segala sesuatu yang baik itu belum tentu benar, dan yang benar sudah pasti baik. Tetapi, apakah yang kulakukan tadi itu sudah benar?

.

.

~BERSAMBUNG~

.

.

One-sided ThoughtsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang