Sementara itu, di parkiran motor kami berpas-pasan dengan Kak Stella maupun Kak Devin. Dengan sengaja Rian langsung merangkulku dengan erat lalu mencium kepala kiriku dan setelah itu dia menyalakan motor Honda Beatnya. Aku hanya bisa diam, kaku, dan juga pasrah.
Aku melihat Kak Stella menatapku dengan sinis. Wajahnya yang tirus dengan rambut panjang sedikit bergelombang membuatnya terlihat cantik dan elegan. Aku sangat iri dengannya. Pantas saja jika kak Devin menyukainya, karena aku tau dia lebih menyukai wanita yang terlihat dewasa.
"Sore, Kak Devin dan Kak Stella," sapaku.
"Selamat ya uda punya pacar, tadi uda denger dari Stella, and sabtu kita double date ya," Seperti biasa dengan wajah yang terlihat senang, dan Kak Stella langsung mengapit lengan Kak Devin tampak tak senang.
"Iya kak, thanks," tuturku dengan sedikit memalingkan wajah darinya. Dan mengisyaratkan ke Rian untuk segera pergi.
"Duluan yahh, jangan lopa sabtu lusa," pamit Rian yang sudah duduk di kemudi motornya. Dan aku langsung duduk dibelakangnya menghiraukan mereka.
"Hati-hati ya, jangan ngebutt!!" Devin pun menyalakan motornya. Dan aku melihat Stella tersenyum sembari melambaikan tangannya, dan aku tau itu tertuju ke Rian, bukan kepadaku.
Dalam perjalanan pulang, aku menanyakan banyak hal kepada Rian, karna selama ini dia memang tidak menceritakan tentang kak Stella maupun lainny. Daridulu dia hanya mendengar semua ceritaku dan memang kami dekat karena kami selalu melihat Kak Stella dan Kak Devin dari kejauhan. Hanya cuma aku yang bercerita, dan dia? Dia hanya selalu pecicilan denganku.
"Apa yang lu suka dari dia sih?"
"Semuanya,"
"Kapan lu mulai suka?"
"2 tahun lalu,"
"Kenapa bisa suka dia?"
"Dia perfect, dan dia yang mengisi hari-hari gua disaat ada masalah, dan disampingnya aja gua udah happy banget, seakan masalah itu hilang, "
"Maksudnya?" Tanyaku mengorek info. Kali ini Rian tidak menjawab, dia hanya terdiam dan aku sadar kalau aku melewati batas. Kami pun terdiam sepanjang jalan.
(Masalah apa yang dihadapinya? Pecicilan seperti dia punya masalah?) Pikirku sepanjang perjalanan.
"Thanks udah dianter pulang" Rian cuma mengangguk dan langsung pergi dari rumahku tanpa berbicara sepatah katapun.
(Hah? dia marah? Tapi kenapa? Emang susah ditebak! Dasar sok cool! Udalah, ngapain juga peduli!!)
Dan aku pun mulai mengetik kata demi kata lewat App Whatsapp :
To : Rian
Sori yan kalo bikin u bete dgn pertanyaan g
-sent-(G ga mo ada perasaan ga enak atau apapun itu yang bikin kami canggung besoknya. Oke, Cecil, lu uda betul chat dia, bales ga bales yang penting lu da chat dia).
Malemnya disaat aku rebahan di kasur tempat tidurku, seperti biasa aku mengutak atik hp ku. Dan tak jarang aku stalkerin media sosial Kak Devin. Terlintas moment-moment saat pertama kali aku bertemu dengannya pada saat aku kehujanan yang berlari ke halte dan menunggu bus, dia datang memberikanku payungnya, setelah itu dia langsung lari melewati hujan dan menutupi kepalanya dengan jaket kulitnya.
Aku memikirkan semuanya, disaat aku kebingungan untuk mengembalikan payungnya karena cuma bermodalkan nametag "Devin" di gagangnya. Saat aku sedang membawa setumpuk buku PR ke ruang guru, dia langsung mengambil alih buku-buku itu dari kedua tanganku dan membawanya menggantikanku. Oh iya, ada kejadian dimana aku tidak sengaja menginjak poop, dan Kak Devin yang kebetulan lewat tiba-tiba dia memberikan kedua sepatunya kepadaku, dan dia pulang dengan beralaskan kaos kaki.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Wish to Be Happy
Teen FictionAku menyukai kakak kelasku yang sudah punya pacar, setiap kali melihatnya aku merasakan kesedihan dan hatiku terasa hampa. Aku hanya ingin bahagia, cuma sesimple itu. Aku merasa diriku sudah gila dengan mengajak Rian untuk menjadi pacar palsuku, dia...