Bagian 09. Pramudya Pratama

8.5K 800 137
                                    

Pramudya Pratama

Pramudya Pratama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Feri dan Hendra memutuskan untuk ikut ke Posong. Bagaimana mereka bisa tahu? Aku keceplosan. Saat Sabtu kemarin, aku ditanya tentang kegiatanku di hari Minggu, tanpa sengaja lidahku kepleset, mengatakan bahwa aku akan ke Posong diajak oleh Jatayu. Hendra dan Feri langsung excited ingin ikut gabung, dan yang membuatku tambah kesal, Jatayu tidak keberatan. Pagi ini, Hendra dan Jatayu sudah nongkrong manis di ruang tamuku. Aku pun belum mandi. Jadi, rencananya, Hendra dan Jatayu membawa motor, menjemputku dulu, lalu menjemput Feri. Hendra dan Jatayu ternyata satu desa namun beda dusun. Ehm, kalian tahu beda desa dan dusun kan? Tidak tahu? Google gih!

"Buset Sen, ternyata putihmu itu merata ya! Tak kira, belang lho." Kata Hendra. Aku memang biasanya tidur hanya memakai boxer, walaupun suhu di kampung ini dingin. Sudah kebiasaan. Dan biasanya aku akan sarapan terlebih dahulu, baru mandi. Jadi ketika Jatayu dan Hendra datang, aku menemui mereka masih dengan boxer tidurku. Boxerku panjang kok, sedikit diatas lutut.

Aku mencebik. "Kok sudah pada dateng? Mau numpang sarapan, ya?" Tanyaku menggoda. Jatayu masih menatapku tanpa berkedip sedari tadi.

"Kamu hot." Gumam Jatayu. Hanya gumaman kecil, namun cukup keras untuk didengar olehku dan Hendra. Dan membuat Hendra menatapku dan Jatayu bergantian.

"Yuk sarapan!" Buru-buru aku mengalihkan perhatian Hendra sebelum dia semakin curiga, dan melontarkan pertanyaan yang tidak ingin aku jawab. Hendra, seperti yang kalian tahu, kepo. Dan rasa kepo itu benar-benar dia salurkan, memberondongi Eyangku dengan berbagai macam pertanyaan. Untungnya, Eyang menjawab semua pertanyaan Hendra dengan tenang. Eyang bahkan menawari Hendra untuk bertemu dengan 'mereka' semua. Yang dijawab Hendra dengan gelengan. Ya, siapa juga yang mau bertemu setan dengan sukarela?

Aku makan dengan cepat, lalu mandi, sementara Jatayu dan Hendra masih di ruang makan. Menemani Eyang. Ehm hmm, Eyang kalau makan memang agak lama, maklumin aja, faktor usia. Aku memutuskan untuk mengenakan celana jeans panjang, kaos lengan panjang, ditambah jaket ber-hoodie. Katanya Posong lebih dingin dari sini, oleh karena itu aku memakai baju berlapis-lapis. Aku membonceng Jatayu tentu saja, dan nanti rencananya Hendra akan membonceng Feri, memakai motor Feri. Motor Hendra akan ditinggal di rumah Feri. Mengapa begitu? Karena Feri paling anti naik motor matik. Biasa, kemachoan laki-laki straight memang rapuh.

"Sen?"

"Hmm?"

"Kak Atha kedinginan nih!"

Lha terus? Hubungannya denganku apa? Mau aku angetin pakai kompor? Kami sekarang sedang dalam perjalanan ke rumah Feri. "Mau aku yang di depan?" Tanyaku. Jatayu memang hanya memakai kaos lengan pendek dan celana jogger. Aku bisa membawa motor walaupun belum memiliki SIM.

"Nggak usah." Jatayu diam sesaat. "Atau kamu bisa peluk dari belakang, biar sedikit hangat." Aku mencubit perutnya sebentar, namun toh aku tetap melingkarkan tanganku ke perutnya. Saat kami tiba di rumah Feri, anak jangkung manis itu sudah stand-by di depan gerbang rumahnya. Kami hanya sempat berpamitan ke kedua orang tua Feri dengan masih di atas motor. "Sen?"

Erlangga di Bawah Kaki Sumbing (TamaT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang