**
Suasana mini market dua puluh empat jam itu tampak sepi, mengingat jam yang ada di mini market tersebut sudah menunjukan pukul sebelas malam. Hanya ada dua orang yang kini tengah duduk dikursi tinggi yang mengarah pada jendela mini market tersebut. Jarak mereka hanya berbeda tiga kursi, namun baik keduanya tidak ada yang ingin mempedulikan satu sama lain.
Salah satu orang itu bernama Jang Surin, gadis yang kini tengah mengaduk ramen instannya tanpa berniat. Surin menggunakan meja panjang yang menempel pada jendela mini market itu untuk meletakan cup ramen juga soda kalengannya. Satu tangannya masih asik mengaduk ramen tersebut dengan sumpit kayu, sementara satu tangannya lagi memegang ponsel yang saat ini ia tempelkan ditelinga kanannya sendiri. Raut wajahnya terlihat frustasi kala ia mendengarkan suara orang yang saat ini tengah berbicara dengannya melalui sambungan telepon.
"Aku tidak mengerti mengapa mereka melakukan ini padaku." Surin berujar, setelah mendengar omongan panjang teman kerjanya, Kim Jongin diseberang sana.
"Jongin-a, kau tahu kan aku sudah sedari dulu bermimpi untuk memiliki buku sendiri? Ketika aku mendapatkan kesempatan itu, mengapa mereka malah melakukan hal ini padaku?" Surin merasa air mata mulai memenuhi pelupuk matanya sementara yang Surin dengar dari teman kerjanya itu hanyalah helaan napas panjang.
"Kau tahu kan bagaimana rasanya selama bertahun-tahun menjadi penulis bayangan? Aku benci karyaku sendiri terbit namun dibalik nama orang lain. Sudahlah, aku rasa aku akan mengundurkan diri saja besok pagi. Perusahaan itu memang besar, tapi lihat saja apa jadinya mereka tanpa aku." Tambah Surin lagi. Emosinya saat ini benar-benar sampai ke ubun-ubun namun yang hanya dapat dilakukan gadis itu adalah mengepalkan tangannya guna menahan airmatanya untuk jatuh begitu saja.
"Sudah puas mengomelnya?" Surin menoleh kearah samping, mendapati seorang laki-laki dengan setelan kerja yang rapi tengah berbicara melalui ponselnya sendiri. Surin sempat merasa bodoh karena ia pikir laki-laki itu baru saja menegurnya yang kebetulan sedang mengomel.
"Aku bilang aku tidak mau, Bu. Aku benar-benar muak dengan perjodohan-perjodohan yang sudah Ibu dan Ayah susun untukku. Intinya aku tidak mau menerima perjodohan dengan siapapun, dan kalian berdua perlu tahu bahwa semua rumor itu tidak benar. Mengapa Ibu tetap tidak percaya padaku, sih?!"
Surin tidak mau mempedulikan laki-laki itu lagi namun nada suaranya yang terdengar galak barusan membuat Surin sempat tersentak. Surin langsung kembali pada fokusnya untuk berbicara dengan teman kerjanya, Jongin.
"Surin-a, hanya tinggal sedikit lagi dan kau bisa mencapai mimpimu. Kau bisa menerbitkan buku dengan namamu sendiri. Tunjukan pada mereka bahwa kau bisa mendapatkan sponsor sendiri dalam batas waktu yang mereka berikan. Kumohon berusahalah sedikit lagi." Ujar Jongin diseberang sana.
"Kau bisa bicara dengan mudah, Jongin-a. Mendapatkan sponsor sendiri dengan waktu satu minggu? Mereka itu gila atau apa? Mana ada klient yang ingin memberikan sponsor pada penulis amatiran seperti aku?" Surin bersuara membuat Jongin kembali menghela napas. Jongin adalah kepala editor di perusahaan penerbit buku tempat Surin bekerja. Surin rasa Jongin benar-benar tidak tahu bagaimana rasanya bekerja dibagian 'penulis bayangan' yang bahkan keberadaannya dirahasiakan perusahaan sehingga laki-laki itu dapat bicara enteng seperti tadi.
"Kau tidak amatiran, Surin-a. Kau bisa memberikan mereka tulisan-tulisanmu sehingga mereka bisa membaca lebih dulu sebelum akhirnya memutuskan untuk menjadi pihak sponsor-mu. Aku yakin kau bisa dengan mudah mendapatkan klient yang akan mensponsori bukumu mengingat tulisan-tulisanmu itu luar biasa. Bahkan bukumu saja sudah diterima oleh perusahaan dan kau hanya perlu mendapatkan sponsor sebelum bukumu ini benar-benar bisa diterbitkan." Jongin mencoba meyakinkan namun Surin hanya tertawa tidak percaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seoulmate
Romance"...berikanlah aku pangeran berkuda putihku sendiri untuk melewati masa sulit ini, ya Tuhan." Seru Surin dan malah suara petir yang menyambarnya, seolah ia baru saja mendapat jawaban 'tidak' yang begitu keras dari langit. Also published on: http://o...