Kisah Sang Perantau

91 2 0
                                    


Seseorang sedang bermain piano di atas panggung, entah apa lagu yang dimaninkan, terdengar mencekam dan penuh kesedihan. Aku hanya bisa melihatnya seperti seorang penonton yang sangat mengagumi keterampilan sang pianis. Akhirnya sebuah tepukan di bahu menyadarkanku, lagu itu rasanya seperti menghipnotisku dan seketika hilang dengan satu tepukan. Ternyata Sarah yang menepuk bahuku, dia dari kelas XI IPS III dan ketua divisi acara.

"Hei, siapa itu? Kenapa dia memainkan piano kita?" tanya Sarah terdengar kesal. Mungkin dia kesal karena di jadwal latihan sore ini baru ada beberapa orang yang datang, sedangkan orang asing malah sedang asik bermain piano di atas panggung.

"Oh memangnya dia bukan anggota kita?" aku hanya bisa balik bertanya karena aku memang baru bergabung dengan kelompok teater ini.

Sang pianis ternyata menyadari keberadaanku, Sarah dan beberapa orang anak yang mulai berdatangan, dia langsung menghentikan permainan pianonya dan pergi dari panggung. Siluet tubuhnya terlihat sangat asing, kupikir walaupun aku baru bergabung dengan kelompok teater, tapi sepertinya di sekolah ini aku belum pernah melihat orang dengan siluet tubuh seperti itu. Tubuhnya tinggi dan dia sedikit bungkuk, tapi masih dalam batas wajar. Bisa ku pastikan, tidak ada murid atau guru di sekolah ini yang memiliki tubuh seperti itu.

"Ah akhirnya dia pergi, sepertinya dia bukan anggota teater Bumi. Sudahlah, lagipula piano itu juga belum bisa mengiringi latihan, jadi sebaiknya segera kita pindahkan piano itu." ajak Sarah setelah pianis itu benar-benar menghilang dibalik latar panggung yang setengah tertutup.

***

Latihan hari ini selesai lebih lama dari seharusnya, ya tentu saja karena banyak anggota yang terlambat dan membuat latihan jadi lebih lama.

Sebagai anggota bantuan untuk teater Bumi ini, aku masuk ke divisi properti dan mengerjakan pekerjaan berat seperti anak laki-laki. Kalau bukan karena ini adalah acara wajib sekolah dan mempengaruhi nilai pelajaran seni budaya, aku tidak akan mau melakukan semua ini. Aku juga tidak terlalu akrab dengan anggota lainnya, aku memilih masuk divisi properti karena teman sekelasku menjadi ketua divisi properti, ya setidaknya ada satu orang yang ku kenal, itu sudah cukup.

Aku diberi tugas untuk menyimpan ornamen lampu taman ke bawah panggung, tempat dimana piano yang sebelumnya dimainkan itu disimpan.

"Kau sedang apa?" tanpa terdengar suara langkah, tiba-tiba muncul suara berat yang terdengar mencekam. Mungkin karena suasana di bawah panggung juga cukup mencekam.

Saat aku akan berbalik, ternyata sumber suara itu sudah ada di belakangku, dekat sekali denganku, sehingga bahuku membentur dadanya, emm mungkin perutnya, orang ini sangat tinggi.

"A... Aku menyimpan lampu ini, kau siapa?" aku memberanikan diri untuk bertanya pada orang asing ini, bagaimanapun ini adalah sekolahku, aku lebih berhak ada disini daripada orang tinggi yang seingatku adalah sang pianis itu.

"Aku memperhatikan kalian berlatih, aku yang menyiapkan musik pengiring" jawabnya sambil berjalan kearah piano dan menekan salah satu tuts nya.

"Teng~" suara piano itu menggema, aku langsung ketakutan dan secara spontan berlari ke luar dan mencari tangga. Aku berhasil keluar, tapi aku tidak menemukan siapapun di area teater, nampaknya aku yang terakhir pulang. Tidak ada yang menungguku, terang saja, aku hanya anggota bantuan yang baru masuk hari ini, mana ada orang yang menyadari keberadaanku.

***

Keesokan harinya aku bertanya pada temanku yang menjadi ketua divisi properti, dia seharusnya tahu lebih banyak dariku. Aku penasaran dengan orang yang mengaku menyiapkan musik pengiring itu. Saat aku bertanya, Angga terlihat sedikit bingung atau agak berpikir seperti mengingat-ngingat sesuatu.

Kisah Sang PerantauWhere stories live. Discover now