17. Hampir Saja Aku Lupa Kalo Aku Punya Papa

22 3 0
                                    

*Chandra*

I like monday!

Aku selalu beranggapan seperti itu, meski kadang senin begitu menyebalkan. Senin pagi dan segala kesibukan, selalu membuatku bersemangat. Entahlah, aku merasa geliat kehidupan dalam sepekan dimulai di hari senin. Pagi tadipun, aku begitu bersemangat pergi kerja. Naik mobil tentunya. Sebab hipotensiku sudah sedikit mulai tak bisa berkompromi. Selain itu, sudah ada ultimatum dari istri untuk ga bersepeda lagi.

Terkadang aku bisa tiba-tiba merasa pandanganku begitu gelap untuk sesaat, setelah berdiri dari duduk yang begitu lama. Cepat lelah, padahal baru setengah jam bersepeda. Aku sudah minum suplemen dan sepertinya belum banyak membantu. Sial! Aku baru menginjak 23, tapi fisikku berasa udah tua.

Sempat aku pergi ke dokter tanpa sepengetahuan Nuna. Biasa, perempuan suka terlalu berlebihan kalo sampai tahu kita sakit apa. Dokter cuma bilang, hipotensi dan juga HB aku yang sedikit di bawah normal. Mungkin disebabkan karna beberapa waktu yang lalu, aku sempat operasi usus buntu. Bisa juga karna lumayan sering tiba-tiba mimisan, yang memang sudah jadi penyakit dari kecil, sebab kata dokter juga, selaput di hidung aku lebih tipis dari kebanyakan orang, sehingga rentan mimisan.

Wajah-wajah lesu pegawai bagian kantor, juga karyawan bagian toko, sering kali menjadi pemandangan yang tak bisa kuhindari di senin pagi. Mungkin mereka jengah. Efek libur di hari minggu, dengan segala kesenangan. Lantas begitu hari senin telah tiba, mereka dihadapakan kembali pada tumpukan pekerjaan. Itu menyebalkan!

Sayang senyum ceriaku saat mempecundangi mereka yang tampak tak bersemangat mendadak sirna, hanya karna sebuah video call dari seseorang yang harus kupanggil Hyung.

Kupandang layar ponselku setelah kuketuk simbol penerima pangilan. Tak ada senyum untuk menyambutnya. Ekspresiku biasa saja. Kadang aku masih begitu canggung saat memulai bicara dengannya. Mengingat statusku yang sodara se-ayah tapi beda ibu.

"Did you get my message?"  Dia langsung bertanya, tanpa basa-basi pembuka. Wajahnya seperti orang panik. Itu sungguh ga biasa.

"What message?" 

"Damn, Chan soo!"  Dengusnya kesal.

"Hyung! Keep your words! Everybody can hear you."

"Sorry! I just lil' bit up set. Why you don't have passport?"

"How do you know about that?"

"Your mom tell me. I call her because you didn't reply my message."

"I don't want to go abroad. Look, Hyung, you not call me just because you wanna ask about my passport, right?!"

"Yes! I send you booked code for flight to Seoul from Surabaya. But I just canceled because you don't have passport."

"Why I have to go to Seoul?"

"You have to see Abeoji!"

"Ciiihh..." Aku muak mendengar kata itu. Aku bisa menerima dia sebagai kakak, sebab dia begitu baik, meski kami beda ibu. Ketulusannya merawatku saat aku sakit, membuatku sedikit melunak padanya.

"Park Chan soo! That old man is your Abeoji. You're a Park too."

Sebelum pembicaraan ini merembet, dan akan semakin banyak orang tau tentang statusku, aku harus mengakhiri pembicaraan dengannya. "Hyung, can I call you back latter?!"

"Kyaaa,...Park Chan Soo!"  Hyung tampak kesal, sesaat sebelum kusentuh tombol 'end'.

Begitu video call-ku  berakhir, aku baru menyadari bahwa setiap mata sedang mengawasiku.

Brogan Kesayangan NunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang