PROLOG

18 5 3
                                    

Mencoba menemukanmu, kau yang tidak dapat kulihat lagi
Mencoba mendengarmu, kau yang tidak dapat kudengar lagi
Dan saat aku melihat semuanya, mendegar semuanya
Karena setelah kau beranjak pergi, aku mendapatkan satu kekuatan baru

Keegoisanku, yang hanya memperdulikan diri sendiri yeah…
Kejamnya aku, yang tidak menyadari semua perasaanmu
Aku bahkan tidak percaya, bisa menjadi seperti ini
Cintamu senantiasa mengubahku

Hanya dengan memikirkannya, duniaku seketika penuh denganmu hmmm…
Karena setiap salju yang turun, adalah air matamu
Satu hal yang tidak bisa aku lakukan, membawamu kembali padaku
Aku hanya bisa berharap, bisa menghilangkan semua perasaan ini.

***

Desember, 2016

Seorang pria menatap sebuah jalanan yang masih ramai. Dia berdiri tepat di bawah sebuah lampu lalu lintas. Tanpa ada niatan untuk menyeberangi jalan saat lampu berubah warna menjadi merah. Dia hanya terdiam memaku. Dia benci bising yang tercipta dari kendaraan-kendaraan itu. Dia benci cicit rem yang sesekali menimpali suara knalpot itu. Dia membencinya. Sama bencinya dengan angin musim dingin seperti saat ini. Saat dia mencoba menghindari angin musim dingin, dia ke sebuah negara tanpa musim dingin. Namun, suara bising kendaraan itu tidak pernah hilang. Selalu ada, bersama sebuah lagu yang selalu dia putar. Bersamanya, mengikutinya. Dan membuatnya hampir gila.

"Jongin, ayo pulang. Sepertinya akan ada badai salju."

Sebuah tepukan di pundak membuat pria itu tersadar. Pria bernama Kim Jong In itu menoleh. Dia mendapati sahabat-sahabatnya tersenyum. Sedangkan pria bermantel abu-abu yang menepuk pundaknya kini malah menatap ke jalanan. Jongin tahu, Jongdae juga merasakan apa yang dia rasakan. Rasa sakit akan musim dingin dan bising kendaraan secara bersamaan.

"Apa dia bahagia?" Suara JongDae membuat Jongin menoleh.

"Aku yakin dia bahagia."

Pria bermantel merah berjalan mendekat. Pria bernama Sehun itu menyentuh pundak Jongin dan Jongdae secara bersamaan.

"Ayo pulang. Sepertinya badai benar akan datang."

Baekhyun menatap teman-temannya. Lalu tersenyum sambil melangkah terlebih dahulu. Tanpa yang lain tahu, hatinya juga terlalu sakit. Sakit yang membuatnya masih selalu memikirkannya. Dan yang dapat dia lakukan hanyalah memegang dada. Berharap sakitnya hilang setelah dia menekan.

"Dia pasti bahagia," ucap Jongin sesaat sebelum melangkah. Baru beberapa langkah, dia menoleh. Menatap jalanan yang masih saja ramai. Dia lagi-lagi mencoba tersenyum. Senyum yang selalu dia coba paksakan. Senyum yang menghilang dari wajahnya ketika sakit itu lebih terasa.

DECEMBERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang