"Apa ini sakit?" tanya Sidney. Tangan gadis itu bergerak di sekitar rahang Newt yang terdapat beberapa goresan luka yang cukup panjang.
"Tidak."
"Katakan saja kalau ini sakit. Aku pernah mendapatkannya, dan luka seperti ini luar biasa sakit."
"Kalau kau memaksa ... ya, ini sakit. Sedikit."
Jeda yang cukup panjang membuat Newt sadar kalau Sidney tak akan menanggapi ucapannya lagi. Gadis itu sangat fokus dengan lukanya. Newt pun bertanya-tanya, apakah Sidney seterampil itu dalam mengobati seseorang? Dia benar-benar begitu telaten seperti seorang profesional. Padahal, Newt pikir gadis yang satu ini tidak bisa apa-apa selain merusak mood-nya.
"Perkataanmu tadi, apa maksudnya kau juga pernah mendapatkan luka seperti ini?" Newt melontarkan pertanyaan setelah hening dalam waktu yang cukup lama.
"Oh, itu." Sidney memberi sentuhan terakhir pada luka Newt sebelum pengobatannya selesai. "Dulu aku sering bertengkar dengan seorang bajingan berkepala botak."
"Bajingan berkepala botak?"
Sidney mengangguk, melemparkan tatapannya pada Newt walau hanya sebentar karena harus membereskan kotak obat.
"Sebut saja dia Ayahku."
"Ayahmu?" Lagi-lagi Newt bertanya, kali ini dengan mata yang setengah melotot.
Sidney kembali mengangguk. Kini sudah sepenuhnya menatap Newt. Duduknya dibuat agak menyamping agar kepalanya tak perlu miring ke kanan bila ingin berbicara dengan Newt. Sedang Newt sendiri sudah sedari tadi duduk menyamping menghadap Sidney.
"Ada apa dengan kau dan Ayahmu?"
Sidney menghela napas. Maniknya meredup ketika ingatannya akan hubungannya dengan sang ayah mengitari benaknya.
"Hubunganku dengannya tidak baik. Dia itu bajingan sialan yang mampir di hidup Ibuku."
"Apa dia Ayah kandungmu?" tanya Newt, mulai penasaran dengan cerita Sidney.
"Sejujurnya aku ingin berkata tidak, tetapi sialnya bajingan itu memang Ayah kandungku."
"Apa dia sering melukaimu?"
Sidney sudah membuka mulutnya, hendak menjawab pertanyaan Newt sebelum ia sadar kalau sedari tadi pria itu kelihatan ingin tahu tentang kehidupan pribadinya. Lantas, raut Sidney yang awalnya cemberut, kini berubah dalam sekejap. Matanya menyipit penuh curiga ke arah Newt.
"Kenapa kau jadi ingin tahu tentang kehidupanku?" Sidney menodongkan jari telunjuknya kepada Newt. "Kau penasaran denganku, kan?"
Newt berdecak, mengubah posisi duduknya menjadi menghadap ke depan dan bersandar pada sofa. Satu kakinya memangku kaki lainnya, tampak nyaman dengan posisi tersebut.
"Ternyata diam-diam kau peduli padaku," kata Sidney dengan nada bangga dalam suaranya.
Tanpa memutar kepalanya, Newt menjentik dahi Sidney. "Jangan besar kepala. Aku hanya penasaran dengan hidupmu yang dipenuhi kesialan itu."
Sidney tak menanggapi hinaan Newt seperti biasanya, tak merasa kesal juga sebab ia merasa Newt memang mulai menaruh peduli terhadapnya. Nada suara dan ekspresinya benar-benar menunjukkan kepedulian.
"Hati-hati dengan rasa penasaranmu, Tuan. Rasa penasaran lama-kelamaan bisa menumbuhkan cinta." Sidney bangkit dari duduknya, pergi ke dapur untuk mengembalikan kotak obat ke tempatnya semula.
"Kau sedang menakut-nakutiku, ya?!" Newt berteriak, dan hanya dibalas dengan sebuah gelengan malas oleh Sidney. "Mana mungkin aku jatuh cinta pada gadis aneh itu, si Kuning menyebalkan." Ia menggelengkan kepalanya beberapa kali, bergidik dengan pemikirannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Billionaire's Bride
Romance[TAMAT - CERITA MASIH LENGKAP] Newt Hamilton, seseorang yang digadang-gadang akan mewarisi kekayaan ayahnya yang begitu berlimpah. Akan tetapi, sifatnya yang arogan membuat sang ayah belum mau memberikan semua kekayaan yang telah dirintisnya mulai d...