Ke-esokan hari nya hal yang di lakukan Grafisa di sekolah hanya tidur, dam memainkan ponsel nya. Dalam hati perempuan itu sedikit bersyukur karena hari ini Gilang tidak hadir di sekolah.
Tapi, dalam hati nya juga meronta. Ingin sekali ia menelfon Gilang sekarang, memarahi laki-laki itu karena bolos sekolah padahal ujian kenaikan kelas jatuh pada senin besok, sedangkan hari ini adalah hari terakhir sekolah sebelum ujian--ya walaupun cuma bersih-bersih kelas.
Acong duduk di atas kursi yang di taruh di atas meja, sehingga laki-laki itu terlihat bak raja sedangkan teman-teman perempuan nya sedang membersihkan lantai di bawah.
"Terus, terus! Yang bersih nyapu nya, neng!"
"Heh! Lo kira gue budak lo?" Omel Vania tidak terima, sambil menodorkan ujung sapu ijuk tersebut agar Acong mau turun dan membantu teman-teman nya.
Karena ruangan kelas sedang di bersihkan, haluan tidur Grafisa kini berganti ke perpustakaan. Perempuan itu tidur di paha Dara dengan jaket marun yang menutupi seluruh wajah nya.
Dara sangat mengerti apa yang terjadi pada sahabat nya, maka dari itu ia dengan semampu nya melakukan yang terbaik untuk perempuan itu. Seperti menjadi bantal Grafisa, dan menemani perempuan itu pergi kemana pun yang ia mau.
Dara juga sebenarnya benci kepada Zeta, lebih tepat nya kepada apa yang menimpah mereka bertiga. Semua nya kebagian sakit, termasuk Grafisa yang tidak bersalah apa-apa. Tapi di sisi lain, Dara setuju dengan keputusan yang di ambil Grafisa.
Masalah nya, tadi pagi saat di jalan menuju sekolah, ia melihat Gilang sedang memboncengi Erisca dengan seragam sekolah. Sekarang, kedua nya tidak terlihat sama sekali di seluruh penjuru sekolah. Mana ada cowok lain yang jalan bareng cewek lain setelah putus belum sampai sehari? Jujur, kaliamat negatif itu langsung terpikirkan oleh Dara.
"Sumpah Ca, mending lo sama Farabi."
"Halah bacot lo."
----
Udara pukul tujuh pagi membuat Gilang merasa sedikit lega. Pikiran nya lari kemana-mana. Terlebih kepada sosok Ghifari yang tadi pagi tiba-tiba duduk di samping nya ketika laki-laki itu sedang memakai sepatu.
"Lang?" Panggil Ghifari.
"Hm?"
"Gue baru tau kalo lo mantan nya Erisca, gue juga baru tau kalo Erisca sebenernya masih suka sama lo." Gilang langsung menoleh, menatap Ghifari seolah berbicara tau dari mana?
"Erisca bilang sendiri ke gue, dia ga suka sama gue tapi sama lo. Tenang aja, kalo lo mau balik sama dia juga gapapa, gue ikhlas," lanjut Ghifari, masih dengan pembawaan yang tenang. "Semalem gue liat kok lo di putusin."
Gilang tetap diam, ikatan di tali sepatu nya berhenti. Sedangkan Ghifari telah berdiri, mengambil tas nya lalu berjalan menuju garasi. "EH IYA! TADI ERISCA MINTA JEMPUT, PLIS LO AJA LANG YANG JEMPUT DIA!"
"Fak," gumam Gilang sekarang. Kenapa kisah hidup nya seperti tentang merelakan? Sungguh menyedihkan.
"Lo mau minum apa Lang?" Suara itu membuat Gilang kembali ke dunia nyata. Ia menggeleng-gelengkan kepala jya pelan, "terserah."
Tadi ia memang menjemput Erisca, tapi setelah kedua nya herangkat ke sekolah di perjalanan Erisca malah tiba-tiba nyeletuk "gue males banget deh sekolah, pulang aja yuk?" Yang langsung di-iyakan oleh Gilang. Mana kuat laki-laki itu melihat Grafisa hari ini?
"Kopi ya? Eh tapi jangan deh ga boleh terlalu minum banyak kopi." Hal yang sangat kontras berbeda antara Erisca dan Grafisa adalah Erisca selalu mengekang nya, sedangkan Grafisa tidak. Dan Gilang sangat benci di kekang.
Gilang mengacak-ngacak rambut nya sendiri, kenapa perempuan itu lagi yang ada di pikiran nya?
"Woi, bengong aja sih," tegur Erisca dari belakang, meletakan nampan yang berisi es rasa kelapa dengan es batu di atas nya. Ah, rupanya ia masih ingat kalau Gilang tidak suka jeruk.
"Lo kenapa sih, Lang?" Kalimat itu muncul lagi, membuat Gilang ingin mendekap mulut perempuan itu agar berhenti bicara sekarang juga.
"Berisik."
Reflek Erisca diam, mendekatkan pinggir gelas dengan mulut nya. Ia gugup--lebih tepat nya kecewa. "Gue masih berharap sama kita..."
Gilang menghela nafas panjang. Entah kenapa Erisca tidak lagi membuat jantung nya berdebar, dan itu membuat nya tambah yakin kalau perasaan nya untuk Erisca sudah benar-benar hilang. "Ris, gue ga bisa. Gue nyuruh lo buat ga terlalu berharap sama kita. Karena hati gue udah bukan buat lo."
"Grafisa?"
Laki-laki itu diam, kaki nya bergerak-gerak gusar. Tiga detik kemudian Gilang merampas kunci motor nya yang ada meja, kemudian berjalan beberapa meter ke arah motor nya.
Dari teras sana, Erisca berdiri seperti patung. Hati nya begitu sakit ketika mendengar dari mulut Gilang langsung kalau laki-laki itu sudah tidak lagi mencintai nya. Ia memang terlalu berharap, benar kata Gilang.
Gilang tidak mengucapkan apa-apa setelah meninggalkan rumah Erisca. Ia membawa motor dengan kecepatan yang sangat tinggi, bersamaan dengan irama hati nya yang menyebutkan nama Grafisa di dalam nya.
----
Sepertinya angan-angan Gilang untuk dapat berbicara kembali dengan Grafisa pupus detik ini. Tentu setelah dari rumah Erisca tadi, tujuan Gilang adalah warung yang berada di depan sekolah nya.
Tidak banyak anak yang menongkrong, karena kata nya hari ini cuma bersih-bersih jadi banyak anak nakal yang memilih masuk ke gedung sekolah. Gilang harus menunggu lima jam sebelum sekolah nya bubar setengah hari karena cuma bersih-bersih kelas.
Tapi, lima jam nya tidak berbuah hasil apa-apa. Laki-laki itu malah di suguhi pemandangan yang membuat otak nya meledak. Grafisa pulang bersama Farabi, dengan canda gurau di atas motor.
Awalnya mata mereka sempat ber-tabrakan beberapa detik, hanya beberapa detik karena Grafisa membuang muka setelah nya. Suara bising yang di buat terhenti di telinga Gilang ketika ia menyadari kalau ia bukan siapa-siapa lagi bagi Grafisa. Ia tidak punya hak lagi untuk melarang perempuan itu.
"Damn," umpat Gilang ketika pikiran nya malah memutar hal-hal apa saja yang mungkin di lakukan Farabi dan Grafisa sekarang. Seperti hang out bareng atau sebagai nya. Harus nya Gilang yang ada di posisi itu, harus nya.
God, kenapa harus terulang? Kenapa Gilang harus merelakan orang yang ia sayang demi orang lain, lagi? Bila dulu ia bisa merelakan Erisca, tapi kenapa sekarang rasa nya berat? Kenapa merelakan Grafisa lebih susah dari apa yang ia bayangkan?
***
Drama banget hidup Gilang😭
KAMU SEDANG MEMBACA
Nunca
Fiksi Remaja[SEBAGIAN PART DI PRIVATE] Apakah takdir selalu seperti ini? Menyakitkan? Grafisa tidak mengerti, mengapa semua nya harus sementara, ketika kita mau hal itu untuk selamanya? Tidak, Grafisa sama sekali tidak mengerti. Takdir selalu selucu itu, membua...