"Tau gak Vin. Lucu banget tadi. Masa ada kan model. Pas jalan high heels nya copot. Bayangi aja, high heelsnya 13 senti."
"Pas banget dia itu jalan duluan, baru aku. Ampir aku ketawa. Apalagi dia ampir jatoh. Lucu banget lah. Jalannya udah kayak orang pincang."
Melva terus bicara sambil terkekeh, padahal orang yang sedari tadi jadi lawan bicaranya dari ponsel, hanya diam tidak mengeluarkan suara apapun.
Melva sadar akan hal itu. Cewek itu jadi kesal.
"Gavin. Lo denger gak sih?" Kesal Melva.
"Hmm." Gavin berdehem. Cowok yang sedang duduk di atas tempat tidur itu terlalu sibuk dengan note book di depannya. Walaupun ponsel itu masih berada di telinganya.
"Hmm doang? Di respont dong!" Kesal Melva lagi.
"Lanjuti." Singkat Gavin. Masih dengan satu tangan yang menggeser mouse.
Melva tersenyum tipis. Dia melanjutkan lagi ocehannya kepada Gavin.
"Terus model yang tadi nangis pas turun dari panggung. Lucu kan? Gue ketawain malah dimarah sama mama."
Cewek yang sedang duduk di sofa merah itu menyandarkan tubuhnya ke sisi sofa, mencari tempat yang paling nyaman untuk tubuhnya.
"Terus?" Sahut Gavin.
Melva berdecak. "Terus mulu. Gue kayak ngerasa lagi ada di angkot. Lo kayak kernet." Kesal Melva.
Gavin tidak merespon, dia terlalu sibuk dengan tugasnya.
"Lo lagi apa sih?" Hampir 10 menit sambungan telpon mereka. Baru ini Melva bertanya kegiatan orang di balik ponselnya.
"Kerjai tugas." Balas Gavin.
"Gue ganggu dong?" Cewek itu jadi merasa bersalah. Karena menganggu ketenangan Gavin.
Seperti biasa, setiap hari kamis Melva tidak pergi ke sekolah. Satu hari penuh Gavin tidak mendapat gangguan dari Melva, setelah status mereka kembali pacaran. Malamnya, Gavin terlalu sibuk mengerjakan tugas. Tapi suara bising dari ponselnya terus terdengar, saat mengetahui ponselnya berbunyi karena ulah Melva. Lelaki itu tidak berniat merespontnya, sampai akhirnya Melva terus mengirimi pesan berulang-ulang. Meminta Gavin untuk mengangkat panggilannya, Gavin yang sudah sangat lelah mendengar kebisingan ponselnya akhirnya mengalah. Cowok itu menerima panggilan Melva, walaupun dia jarang membalas ocehan Melva.
Tapi hari ini Gavin tahu alasan mengapa seorang Melva selalu absen ke sekolah di hari kamis dan jumat. Itu karena kesibukannya yang menjadi model. Itu yang Gavin tahu, walaupun alasan itu tidak masuk akal untuk Melva libur sekolah baginya.
"Dari awal lo memang udah gangguin gue." sergah Gavin. Mulutnya bersuara tapi mata dan jarinya sibuk mengetik.
Melva mendengus. "Yaudah, gue matiin nih telponnya."
"Gak usah." Sahut Gavin cepat.
"Ha." spontan Melva. Cewek itu sampai melihat ponselnya. Memastikan sambungan telponnya masih terhubung.
Melva tersenyum tipis. Lalu menempelkan kembali ponsel ke telinganya.
"Emang lo lagi ngerjai tugas apa sih?" tanya Melva, suara cewek itu sedikit melembut.
Tidak ada balasan dari Gavin. Cowok itu mendengar pertanyaan Melva, tapi dia terlalu fokus dengan note booknya.
"Gavin. Lo resek ya." Sebal Melva.
"Apa?" sahut Gavin seolah tidak tahu.
"Dijawab." Ucap Melva lagi.
"Keliping. Tugas Bu Mel-mel, cari 10 jenis alat musik bernada sama yang enggak bernada." Gavin menjawab sejelas-jelasnya, agar Melva tidak bertanya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destin
Fiksi RemajaSemua bermula ketika Gavin yang baru kembali ke sekolah tanpa tahu siapa itu gadis bernama Melva terpaksa menembaknya di depan seluruh anak Galaksi. Semuanya terjadi begitu saja. Dia yang berharap Melva akan menolaknya malah menerimanya. Hidup tenan...