Special Chapter.

145 7 11
                                    


I wrote this part special for one of my fave author in the whole planet. Here you go...

Untuk Diga..



Hari-hari setelah kau pergi aku seakan mati.

Bisu, memendam perih di hati.
Lalu melihat kau bersama sosok pengganti, pikiranku melayang, mengingat kemarin;

Saat kita masih bergandeng tangan tanpa takut di tinggalkan satu sama lain.

Anny memandangi puisi yang baru saja ia tulis di saat jam kosong perkuliahan. Ia memilih duduk di kursi taman dengan satu kopi kaleng di atas meja dengan dua benda kecil menyumpal telinga. Hari-harinya tanpa Diga memang sepi, ia seperti tak bernyawa. Biasanya, selalu ada Diga yang membawakan sarapan atau makan siang, menemaninya mengerjakan tugas sampai begadang karena deadline. Biasanya juga, setiap jam kosong seperti ini, selalu ada sosok yang bertanya tentang bagaimana jalannya perkuliahan dan sejenisnya.

Sekarang, Anny hampa. Sosok itu seakan hilang.

Dada Anny sesak, rasanya baru kemarin ia masih bersama Diga dan berbagi canda. Benar apa kata istilah latin yang ia baca; Omnia Causa Fiunt yang memiliki arti semua terjadi untuk sebuah alasan.

Diga meninggalkan Anny karena sebuah alasan; keegoisan.

Anny sadar, ia egois dalam segala hal termasuk soal perasaan.

Bulan Desember ini adalah bulan ketiga sejak ia tak lagi berkomunikasi dengan Diga-nya. Di tiap-tiap malam gelap, Anny menangis sesegukan menyesali semua perbuatan yang ia lakukan kepada Diga. Kalau Anny kecewa, mungkin Diga jauh lebih kecewa.

Memang benar, jatuh cinta bukan hanya perihal romantisme belaka karena pasti patah hati akan turut serta. Dan kali ini, patah hati yang di buat oleh Diga membuat Anny paham tentang pengorbanan.

Omong-omong, dalam tiga bulan terakhir ini Anny hanya bertemu Diga dua kali. Di dua pertemuan, Diga terlihat asik bersama Rara dan lelaki jangkung itu tampak bahagia. Anny turut senang walaupun hatinya terluka.

"Just how fast the night changes."

Anny bergumam sambil membereskan buku tulis yang sekarang penuh dengan sajak-sajak yang ia buat. Perempuan itu patah hati lalu berpuisi. Bukankah pengalihan yang menyenangkan?

Baru saja Anny beranjak dari kursi yang ia duduki sejak tadi, ada sebuah pesan dari nomer tak di kenal yang masuk ke ponselnya.

+6289619283955
Anny.

Perempuan itu mengernyit. Tumben sekali ada nomer tak di kenal yang mengirimi pesan singkat. Maklum, semenjak putus dari Diga, ponsel Anny hanya berdering kalau ada pesan dari operator dan pesan dari orang rumah saja.

"Siapa ya?" tanya Anny, lebih pada diri sendiri.

Jempol Anny menari lincah di atas screen, mengetikan balasan untuk seseorang itu.

Siapa ya?

Tak sampai satu menit, ponsel Anny kembali menunjukan notifikasi dan tiba-tiba membuatnya menahan napas.

+6289619283955
Ini Rara, Ann. Bisa ketemu?

***

Perempuan yang memakai jeans jacket berwarna biru lusuh itu sedang duduk menikmati satu gelas jus strawberry di sebuah kafe di simpang Dago. Sambil mengayunkan kaki, matanya berkeliling mencari satu sosok yang ia tunggu kurang lebih setengah jam lalu. Anny berkali-kali menghirup napas berat, ia gusar dan tidak tau harus berbuat apa. Ini adalah usaha pertamanya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 20, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Please, Ann - Special Chapter.Where stories live. Discover now