api di bukit menoreh jilid 398

2.2K 26 8
                                    

API DI BUKIT MENOREH

Melestarikan karya agung anak bangsa

FADBM-398

SEBENARNYALAH Agung Sedayu pun segera mengatakan kepada Swandaru serta Pandan Wangi tentang maksud tujuannya pergi ke Sangkal Putung. Swandaru dan Pandan Wangi dengan bersungguh-sungguh mendengarkan Agung Sedayu bicara.

Demikianlah Agung Sedayu menceritakan tentang maksud tujuannya pulang ke Jatianom. Juga tidak ketinggalan men-ceritakan pertemuannya dengan ki Sentanu alit dan Nem Lintang Sore. “Sebelum datang ke padepokan ini, aku sempat pulang dulu menemui kakang Untara serta istrinya. Aku merasa perlu menemui semua saudara-saudaraku di Jatianom dan di sangkal putung, karena aku merasa bahwa perguruan semu perlu mendapat perhatian yang khusus”, lanjut Agung Sedayu.

“Aku akan melakukannya sepenuh hati sampai batas kemampuanku kakang, semoga Yang Maha Agung memberi kemudahan kepadaku”, desis Swandaru.

Agung Sedayu menganggukkan kepala saat Swandaru berniat dengan sungguh-sungguh untuk mesu diri untuk memperdalam ilmu perguruan orang bercambuk. “Masih ada waktu adi untuk menilik kemampuan pribadimu, selain itu tentunya juga melakukan persiapan para pengawal Kademang-an Sangkal Putung. Juga untukmu Pandan Wangi, kau sudah mewarisi semua ilmu-ilmu yang tertimbun dalam diri Ki Gede menoreh. Dan jika kau belum mengerti, sebenarnya dalam puncak ilmumu atau ilmu Ki Gede Menoreh, adalah puncak ilmu yang tidak hanya mendahului wadag tetapi mampu menyerang pada bagian dalam tubuh seseorang. Itulah ilmu yang juga di miliki oleh Sultan Pajang semasa hidupnya, Aji Rog-Rog Asem. Kau sudah membuka pintu ilmu itu serta memasukinya Pandan Wangi, sekarang kau bisa lebih masuk ke dalamnya sampai muara ilmu itu”, lanjut Agung Sedayu.

Pandan Wangi menundukkan kepala, tetapi tetap mendengarkan dengan sungguh-sungguh pesan-pesan dari Agung Sedayu. “Akan aku coba kakang”, jawab pandan wangi singkat sambil masih menundukkan kepalanya.

“Paman, adi Swandaru dan Pandan Wangi, aku sore nanti akan menuju ke suatu tempat sebelum pulang ke Menoreh.
Tetapi waktu yang masih ada ini, apakah tidak sebaiknya kita gunakan untuk jalan-jalan berempat di sekitar padepokan kita ini. Mungkin kita bisa melihat hijaunya di selatan Lemah Cengkar?” Bertanya Agung Sedayu.

Ki Widura, Swandaru dan Pandan Wangi adalah orang-orang yang mempunyai panggraita yang selalu diasah.
Jadi mereka sudah paham akan maksud Agung Sedayu mengajak mereka bertiga jalan-jalan di bulak selatan Lemah Cengkar.

“Apakah Wira Permana perlu kita ajak serta, Agung Sedayu, bertanya Ki Widura.

Agung Sedayu diam sesaat membuat pertimbangan-pertimbangan yang terbaik untuk Wira Permana. “Paman, kita tidak usah mengajak Wira Permana ke Lemah Cengkar, tetapi jika paman mengijinkan sore nanti aku akan mengajak Wira Permana menyertaiku ke suatu tempat juga ke Tanah Perdikan Menoreh. Jika paman mengijinkan, sekalian beritahukan juga kepada kakang Untara serta mbok ayu Untara. Kalau kakang Untara marah, biar dia datang ke tanah perdikan menjemput Wira Permana”, jawab Agung Sedayu.

Ki Widura tersenyum mendengar jawaban serta rencana Agung Sedayu mengajak Wira Permana ke Tanah Perdikan Menoreh. “Aku meyakini sebentar lagi Wira Permana akan melampaui gurunya ini”, sambil bergurau Ki Widura menjawab pertanyaan Agung Sedayu.

“Baiklah adi Swandaru dan Pandan Wangi mari kita berangkat sekarang”, lanjut Agung Sedayu kemudian.
Sebenarnyalah sesaat kemudian empat ekor kuda berderap meninggalkan padepokan menuju bulak di selatan Lemah Cengkar.

“Ini tidak jalan-jalan kakang, tetapi lomba berkuda”, gurau Swandaru kepada Agung Sedayu.

“Adi, sebenarnya aku ingin jalan kaki, tapi telapak kakiku sudah tidak terlalu tahan panas”, jawab Agung Sedayu tidak mau kalah membalas gurauan adik seperguruannya itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 19, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Api Di Bukit Menoreh jilid 398 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang