4. Fitnah

13 1 0
                                    

Don't dig your grave with your own knife and fork. (English proverb)

"Mas Ian, devisi kreatif diminta langsung kumpul di ruang meeting,"kata satpam kantor ketika aku baru datang.

"Terimakasih Mas. Aku taruh dulu tas ku di ruangan," jawabku.

"Tidak usah Mas, langsung saja ke ruang meeting. Ruangan kreatif dikunci," kata mas Satpam lagi.

"Oh ya? Ada apa ya kok sampai ruangan kami dikunci?" Tanya ku heran.

"Tidak tau Mas, Bapak yang perintahkan. Sepertinya ada masalah besar."

Nah lho, ada apa ini. Aku pun segera ke ruang meeting setelah absen di mesin fingger print. Sampai di ruang meeting hampir semua teman satu team ku sudah berkumpul. Dan disana ternyata kami semua juga harus mengumpulkan gadget dan laptop kami di meja depan.

"Ada apa ini mas Imar?" Tanyaku sama Mas Imar, rekan satu devisi ku. Aku memilih duduk di sebelahnya.

"Ada yang mencuri design kita, dijual ke kompetitor. Dan sekarang kompetitor kita sudah merilis design kita, padahal kita jadwal rencana release bulan depan," jawab mas Imar.

"Waduh gawat. Siapa ya pelakunya?"

"Belum tahu mas. Makanya kita di kumpulkan. Ruangan kita juga dikunci agar tidak ada yang berusaha menghilangkan barang bukti," jawab mas Imar.

"Kok cuma divisi kita yang dicurigai?" Tanyaku lagi," bisa saja kan arsiteknya yang nakal, jual desain nya ke 2 perusahaan?

"Tidak mas," kata mas Imar lagi, "Ini sampai desain flayer nya ambil punya kita. Cuma diganti nama dan lokasi perumaahannya. Itu kan hasil kerja kita. Tidak ada devisi lain yang punya filenya. Dikirim ke percetakan saja belum. Makanya pelakunya pasti ada di ruangan kita."

Kurang ajar benar pelakunya. Ternyata di Balikpapan persaingan bisnis juga sudah sangat kejam seperti di kota besar lain. Sampai menyisipkan spy ke dalam perusahaan kompetitor. Mencuri design dan menggunakannya lebih dahulu.

Mudah-mudahan pelakunya segera ketemu. Dan yang paling penting, hanya pelakunya saja yang di proses. Jadi semua orang yang tidak terlibat penghianatan ini bisa kembali bekerja, tepatnya memulai semua pekerjaan dari awal lagi ....pfft

Jam delapan semua anggota team sudah hadir dan berkumpul. Tapi bahkan 30 menit kemudian pak Anwar belum juga masuk. Dan kegelisahan di ruangan itu sudah sampai pada titik jenuhnya.

"Bisa gila aku kalau kayak gini mas," kataku menggerutu.

"Sabar mas," kata mas Imar.

Aku memperhatikan semua orang. Semua tampak gelisah. Dino mulai memain-mainkan permenkaret yang dikunyahnya, membuat Fitri hars  menupuk punggung Dino karena merasa terganggu. Fitri sendiri memilih membaca buku yg dibawanya. Mas Imar memain-mainkan pencil nya tanpa menggambar sama sekali. Mas Ridho kepala divisi kreatif tampak berulang kali mengelap tangannya yang basah, Orangnya memang mudah gugup.

Mas Ridho ini anak dari adik ipar pak Anwar, owner sekaligus direktur kami. Menurutku sih dia dapat posisi itu karena hubungan keluarga saja. Semua pekerjaan di devisi kami sudah selesai ketika kami serahkan kepadanya. Dia cuma acc saja, tanpa pernah sekalipun revisi. Bahkan untuk urusan presentasi, anak buah nya yg melakukannya.

Brak ...

Pintu ruangan dibuka dengan kasar. Pak Anwar masuk ruangan dengan ekspresi singa kelaparan. Tak ada yang berani bergerak apalagi berbicara.

Sejenak pak Anwar menatap kami satu persatu. Nafasnya terdengar keras.

"Seseorang sudah menghianati ku. Aku sudah memelihara musuh dalam selimut," kata pak Anwar dengan suara nyaring. Nyaris berteriak, "Silahkan mengaku, urusannya akan lebih mudah."

Semua terdiam. Suasana hening dalam beberapa menit. Tak ada yang bersuara.

" Oke, maling tetap maling. Tidak pernah ada yang mau mengaku. Aku beri waktu sampai jam sebelas. Silahkan telpon ke ruanganku untuk mengaku. Jika tidak mau mengaku, dan ketahuan siapa pelakunya, aku akan tuntut dia secara pidana dan perdata. Pintu ruangan ini aku kunci, satpam menjaga diluar pintu."

Pak Anwar keluar ruangan dan membanting pintu. Lalu terdengar suara anak kunci di putar. Semua diruangan tanpak gusar. Tapi tak tau harus berbuat apa. Saling bicara pun enggan, atau mungkin karena saling curiga.

Detik demi detik berlalu menjadi menit, menit menjadi jam, dan sampai batas waktu yang diberikan tak ada satu pun mengangkat telepon di meja depan. Tak ada yang membuat telepon pengakuan.

Jam sebelas tepat, suara anak kunci kunci diputar. Diikuti suara pintu yang membuka keras hingga membentur dinding.

Pak Anwar masuk bagai singa mengamuk dan meraung," Bawa Ian ke ruangan ku!"

Jeder ... Seolah-olah ada petir menyambar di siang bolong.

"Oh jadi kamu pelakunya," kata mas Ridho. Secara tiba-tiba dia berdiri dan melayangkan pukulannya ke arahku.

Mudah saja bagiku untuk mengindar. Gerakannya lambat terhalang tubuhnya yang gempal. Bahkan dia sendiri terhuyung-huyung oleh gerakan tangannya sendiri.

"Stop !!!" Teriak pak Anwar menghentikan semua gerakan di ruangan. "Tidak boleh ada kekerasan di kantor ku ini. Biar dia pertanggung jawabkan perbuatannya dikepolisian"

Aku digelandang dengan kasar ke ruangan pak Anwar. Otakku dipenuhi pertanyaan, apakah ini April mop? Tapi ini bukan bulan april. Ulang tahun? Sudah lewat sebelum bulan april. Lalu apa? FITNAH ... ???

Gakuran StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang