[1] - Cafe

778 22 43
                                    

Sungguh percuma saja
Ku mencintainya, tapi tak dicintai
Gerak tubuhnya seolah berkata
Tak cinta padaku
Dan tak suka padaku

Aku pun mulai berfikir
Ku sakit hati dan mulai ku merasa...

Cukup tau tanam dalam diri
Tak usah ku dekatimu lagi
Ku tak mau lagi, tak mau lagi
Bersamamu kasih

Cukup tau tanam dalam diri
Tak usah ku ganggu kamu lagi
Ku tak mau lagi, tak mau lagi
Sayang.....

——


Seorang remaja pria berpenampilan mainly, dengan baju putih dan jeans biru dongkernya bernyanyi menikmati lagu diatas panggung. Ia terlihat berkharisma, dengan lagu yang ia bawakan, serta suara serak-serak becek yang dimilikinya. Sesekali, ia mengibaskan rambutnya ke samping saat poni si pemilik rambut berwarna abu-abu itu jatuh ke dahi.
Tak jarang para wanita pengunjung Cafe menjerit histeris saat pria itu mengibaskan rambutnya. Bukan karena ketakutan, namun tentu saja karena mereka terkesima melihat kelakuan pria itu.

Disisi lain, disaat hampir semua remaja wanita histeris melihat pria itu, terlihat seorang remaja perempuan bergaun kuning pucat di meja Nomor Satu yang harusnya menambah keceriaan di wajahnya justru terlihat murung.

"Bisa-bisanya dia mutusin gue!" gerutu perempuan itu, sambil menyeruput kasar Greentea Latte di hadapannya.

Aaaaaa Dean!

Tiba-tiba terdengar suara jeritan para wanita di arah meja belakang.

Elrica Yica. Si pemilik gaun berwarna kuning pucat itu menoleh ke belakang lalu berkata, "Apaan, sih, lebay deh."

"Heh, lo aja tuh yang lebay!" timpal salah seorang perempuan dari arah belakang.

Namun, Yica tak membalasnya. Ia kembali menghadap ke depan sambil mengibaskan rambut panjang miliknya.

"Dasar cewe-cewe kurbel. Jerit-jerit gak jelas karna si cowo rambut anggora,"—ia tak berhenti mengoceh, "bikin telinga gue sakit aja."

Ia kembali menyeruput minuman berwarna hijau itu. Ia sedot menggukan sedotan tetapi air itu tak kunjung sampai juga pada mulutnya. Ia sedot lagi dengan kuat, namun ternyata minumannya itu sudah habis. "Lah, teh ijo gue kemana. Kok udah abis lagi, sih. Sialan banget."

"Teh ijo—gue masih pengen minum elo," ucap gadis itu pada sebuah gelas kosong di hadapannya.

"Lah, cantik-cantik gila," kata pengunjung pria yang berlalu-lalang, lalu pergi.

Ia menoleh kaget pada pria yang sudah pergi itu, "A en je a ye. Gue dibilang gila?"

***

Faldean Anggareksa si penyanyi Cafe itu turun dari atas panggung. Wajahnya ia tolehkan pada gadis bernama Yica. Dean tersenyum simpul pada Yica. Namun bukannya dibalas dengan senyuman juga, Yica malah bergidik ngeri melihat Dean memberikan senyuman padanya.

Bagaimana bisa dia memberikan senyuman ke gue. Padahal tertarik atau jerit-jerit pas dia nyanyi aja gue enggak. Pikir Yica.

Siapa yang tahu, Dean yang sedari tadi terlihat fokus bernyanyi ternyata diam-diam memerhatikan Yica dengan tingkah konyolnya, yang membuat Dean terkekeh saat berada di atas panggung.

Dean berjalan melangkah ke arah backstage meninggalkan panggung.

Setelah sampai di backstage, ia menempelkan pantatnya pada salah satu bangku kecil untuk beristirahat.
Diraihnya botol air mineral lalu ia minum untuk membasahi tenggorokkannya yang sudah kering karena bernyanyi.

"Cewe gaun kuning," kata kata itu terlontar dari bibir Dean. Lalu terlihat lagi senyum simpul di bibirnya.

Kemudian, ia meletakkan air mineral itu di meja sebelahnya. Entah apa yang ada di pikiran Dean, mengapa ia terlihat seperti memikirkan Yica.

Ia lalu berdiri meraih jaket parasut berwarna Navy miliknya sambil berjalan keluar Cafe. Nampaknya ia akan pulang.

***

Waktu sudah menunjukkan pukul 23.30 WIB. Satu—per—satu pengunjung pun memudar meninggalkan Cafe. Kini tempat ini terlihat sepi. Namun, Yica masih terlihat anteng duduk di meja nomor satu, sambil mengunyah Dimsum miliknya.

"Selamat malam Mbak, maaf Cafenya akan ditutup sebentar lagi," ucap pelayan perempuan yang menghampiri Yica.

"Ha?! Huah hau hihuhup Mbak?" (Ha?! Sudah mau ditutup Mbak?) balas Yica. Tercetak bulat dimsum di pipinya.

Pelayan itu bertanya dengan kebingungan, "M–maksudnya Mbak?"

Dengan sesegera, Yica menelan makanan yang ada di dalam mulutnya, lalu meraih minuman di hadapannya, kemudian meneguknya dengan cepat. "Anu maksud saya, udah mau di tutup ya Mbak?"

"Iya," jawab pelayan itu.

"Ya udah, saya bayar sekarang ya," katanya sambil merogoh dompet di tasnya. Setelah itu, ia membuka dompet miliknya, namun di dalamnya hanya terdapat uang kertas berwarna oranye dan satu buah uang logam, "WHAT THE?!"—Yica sontak kaget melihat keadaan isi dompetnya, "gimana bisa dompet gue isinya cuma goceng sama gopek doang. Mana gue udah makan Dimsum tiga porsi sama Greentea Latte dua, lagi." gerutunya dalam hati.

"Ehm, Mbak, uang saya cuma segini. Gimana–kalau–saya ngutang dulu," jelasnya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Sontak si pelayan kaget mendengar penjelasan dari Yica. Si pelayan yang tadi berbicara dengan sopan santun kini berbicara dengan nada tinggi, "Apa?! Ngutang? Mbak pikir ini warteg?"

"I-iya sa—"

"Aduh, Mbak gimana, sih. Kalau gak bisa bayar gak usah makan di sini, dong!"

"Ta-tapi ma—"

Nada bicara pelayan itu semakin meninggi. Lalu ia berkata sembari menggebrak meja, "Pokoknya saya gak mau tahu, saya maunya tempe,"

"Hah?" wajahnya kini terlihat cengo dan bertanya-tanya.

Si pelayan yang kini tersadar akan ucapannya yang salah, refleks menutup bibirnya dengan tangan dan terlihat sedikit keki. Namun ia segera mengembalikan kewibawaannya sebagai pelayan di hadapan Yica, "Saya gak mau tahu—"

Belum sempat pelayan itu selesai berbicara, Yica sudah memotong dan bertanya, "Maunya tempe kan?"

Pelayan perempuan itu kaget dan bibirnya kini membulat, lalu kembali menggebrak meja, "MBAK HARUS CUCI PIRING SEMUA PIRING KOTOR DI CAFE INI!"

"HAH?!!!" Kini bibir Yica yang membulat.

***

[20-08-17]

Hallo Readers, ini cerita pertama yang aku tulis di Wattpad. Semoga suka ya
Happy reading..

Salam teh ijo

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 22, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cukup TauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang