Setelah semuanya beres, sudah mandi, siap-siap dan sudah memakai almamater kampus ku, aku pun langsung bergegas membuka pintu. "Eh." kata ku. Aku menabrak seseorang, dan langsung menatapnya. "Hai, dua puluh menit lagi sudah jam sembilan. Apa lagi yang kau tunggu? Ayo pergi." katanya.
"Hahah, aku pikir, dengan tergesa-gesanya aku tadi, kau tidak jadi pergi sama-sama dengan ku." ucap ku seraya mengunci pintu dan langsung berjalan menuju kampus.
"Apakah itu suatu hal yang bisa menjadikan aku tidak pergi bersama mu?" Aku menyengir.
"Hei kalian! Tunggu kami!" teriak Deskara dan Roki sambil membetulkan tasnya yang melorot karena berlari. Coba saja mereka tidak ada disini sekarang. Aku kan jadinya masih punya banyak waktu dengan Raka lima belas menit kedepan.
Raka dengan mata yang menatap ku berkata, "Kau kah yang mengajak mereka pergi bersama kita? Aku tidak."
"Aku juga tidak. Mereka yang mengajak ku." Dia hanya mengangguk.
Diapun menggandeng ku dan langsung menarik ku untuk berjalan lebih cepat lagi, meninggalkan Deskara dan Roki yang nafasnya masih terengah-engah dibelakang. Tunggu sebentar. Ada apa ini di hati ku? Semacam beduk azan yang dipukul secara fast motion.
Setibanya kami di gerbang kampus, aku pun langsung melambaikan tangan untuk berpisah dengan Raka, dan aku tidak tau keberadaan Deskara dan Roki sekarang dimana. Aku menghela napas panjang. Karena hanya tinggal tersisa lima menit lagi nyawa ku di sini. Mana kelasnya jauh di lantai tiga lagi!
'Untung saja tidak terlambat.' batin ku. Aku sudah sampai diruangan. Suasananya sangat riuh sekali. Hampir sama dengan anak SD yang diajak bermain oleh gurunya. Sekarang jam sudah menunjukkan pukul sembilan lewat sepuluh. Mengapa dosennya belum juga datang?
"Permisi, Pak Gomgom masuk ruangan ini, kan?" tanya asisten dosen kami itu.
"Iya, Miss." jawab kami serempak.
"Nah, begini, Pak Gomgom tidak bisa masuk, karena sedang ada yang harus dikerjakannya, dan itu penting. Pesannya kepada saya, saya disuruh untuk mengumpulkan makalah yang telah ditugaskannya kepada kalian, seminggu yang lalu. mari, kumpulkan."
Makalah apa ini? Aku sama sekali tidak membawa apa-apa. Mana tadi ngebela-belain untuk cepet-cepet sampai kesini. Sekarang malah ditagih sama makalah ga jelas beginian. Hah!
"Hei, makalah apa yang dimaksud oleh Miss Thesa?" tanya ku kepada orang yang duduk disebelah ku. Aku bahkan tidak mengetahui namanya. Aku rasa aku harus lebih banyak bersosialisasi.
"Kau tidak masuk pada hari itu. Jadi, lupakanlah." jawabnya ketus.
Mati lah aku.
Semua makalah sudah terkumpul. Miss Thesa kini sedang menghitung semua mahasiswa yang duduk dihadapannya. "Makalah ada tujuh belas, sedangkan isi ruangan ini ada delapan belas. Apakah ada yang salah?" tanyanya. Tidak Miss! Sama sekali tidak ada! Ingin sekali rasanya aku mengucapkan itu, beribu-ribu kali tepat didepan mukanya.
"Dia, Miss. Dia tidak membuatnya. Seminggu yang lalu dia tidak masuk mata kuliah Pak Gomgom." ujar orang disebelah ku ini sembari menunjuk ku. Dan kau tau? Semua mata tertuju padaku. Belum lagi aku tau namanya saja aku sudah yakin bahwa dia ini orang yang sangat menyebalkan.
"Benar begitu?" tanya Miss Thesa.
"Ehh, hihi. Iya Miss, maafkan saya."
Dia melototi dan bertanya, "Kamu ini ya! Sudah lah jarang datang! Tidak mau bertanya tentang tugas lagi! Siapa nama mu? Akan ku adukan kau kepada Pak Gomgom."
"Hah? Eh jangan deng. Tapi... Hm, Ariana Amrina, Miss." setelah mendengar aku menjawabnya, dia langsung menulis namaku di secarik kertas dan diselipkannya didepan makalah yang paling atas. Ingin saja rasanya aku merampas kertas itu dan membuangnya jauh-jauh. Serta membuat ingatan Miss Thesa lumpuh akan nama ku itu. Aku membayangkan, apa yang akan terjadi setelah Pak Gomgom melihat nama ku tertera, karena tidak membuat makalah? Dia pasti tau nama ku itu karena sering absen dari mata kuliahnya. Tapi, keuntungan besarnya adalah, dia tidak tau wajah ku karena aku jarang masuk, hehe.
---
Waktupun berlalu, seperginya Miss Thesa, kelas kembali riuh seperti layaknya anak SMP yang kosong mata pelajaran. Pemandangan ini sungguh membosankan jika tidak ada teman yang ingin diajak berbicara. Aku pun terdiam sejenak, melamun. Tiba- tiba terlintas dipikiran ku. Raka. Sedang apa ya, dia? Ada kelas kah dia sekarang? Aku bahkan belum mempunyai nomornya. Tanpa memperdulikan sekitar ku, akupun keluar ruangan dan segera pulang.
---
"Hei, gimana tadi kuliahnya?"
"Lah, kok kamu sudah disini aja?"
"Memangnya kenapa? Ngga boleh, ya?"
"Sejak kapan kamu disini?"
"Sewaktu aku nganterin kamu, aku langsung balik kesini."
"Nganterin? Nganterin aku kapan?"
"Lah, jadi tadi yang sampe gerbang itu apa?" Aku bingung. Jadi tadi kita sama-sama pergi ke kampus, dan dia cuma untuk nganterin aku aja? "Seingat aku, kamu ngga ada tuh bilang sama aku kalau aku ngga boleh nganter kamu ke kampus, ya kan?" Aku hanya mengangguk. Tidak habis pikir dengannya.
Sebenarnya, apa sih tanggapan Raka kepada ku? Perlakuannya sangat lain dari pada layaknya teman. Ya walaupun selama ini aku tidak mempunyai teman. Tapi setidaknya aku tau bagaimana sifat teman itu. Apakah dia menyukai ku? Tapi, secepat inikah?
--------------------------------------------------------------------
vote & cmmnt yaa
KAMU SEDANG MEMBACA
Good Girl will Get Good Love
Teen FictionCobaan yang rumit datang bertubi-tubi. Bisakah aku melewatinya?