Aku terus menangis dan menangis tanpa tau harus melakukan apa lagi, rasanya aku tidak mau lagi keluar dari kamar ini.
Apa lagi keluar dari rumah. Pernikahan aku dan suamiku selama ini sudah tidak dapat dipertahankan lagi tapi aku tidak bisa melakukan apa-apa.
Pernikahanku dengannya sudah berjalan 3 tahun lamanya, awal pernikahan kami sama seperti orang - orang pada umumnya yang diawali dari rasa suka, sayang kemudian cinta hingga kami memutuskan untuk menikah.
Tapi ternyata tidak seperti yang aku kira, karena sungguh-sungguh si abang yang selama ini kuhormati telah berubah bahkan benar-benar tidak peduli padaku.
Hufft, aku cuma bisa pasrah dan terus berdoa semoga Tuhan akan memberi kami petunjuk yang terbaik atas semua masalah ini.
Walaupun aku tak tau apakah biduk pernikahan ini masih bisa dilanjutkan atau tidak.
Umur kami hanya terpaut 2 tahun tapi aku begitu menghormatinya karena dia adalah imam bagiku walaupun belum ada buah cinta dari pernikahan kami.
Dia tetaplah imam bagiku.
Semua yang abang lakukan selama ini akhirnya aku tahu tapi aku hanya bisa diam dan diam karena memang sampai sekarang aku tidak menduga kalau bang Raffa akan seperti itu." Sudahlah Namira kamu ga usah menangis terus"
Tiba-tiba terdengar suara bang Raffa yang benar-benar membuatku kaget.
Namun aku tak mau melihatnya lagi terlebih apa yang telah dia lakukan walaupun aku takut akan gertakan bang Raffa tadi.Aku tetap menutup wajahku dibalik bantal sambil terus menangis tanpa mempedulikan ocehan bang Raffa.
"Ira, diamlah, sudah malam, hentikan tangisanmu!" Bang Raffa semakin berteriak.
Oh Tuhan aku bingung tapi aku tak tahan lagi, mengapa dia malah memarahiku mengapa dia tak pernah sadar bahwa yang dia lakukan adalah sangat menyakiti hatiku.
Mengapa selama ini aku tidak tahu atas apa yang dia lakukan selama ini. Tuhan aku tak sanggup lagi bersama hidup bersamanya Tuhan.
Suara hatiku terus saja menceracau tanpa mempedulikan ceracauan bang Raffa.
Masih terngiang di ingatanku apa yang kulihat tadi di sebuah Mall bang Raffa berpelukan dengannya, selama ini aku sudah cukup bersabar untuk tidak mempedulikan omongan orang tentang suamiku karena aku sayang pada bang Raffa dan karena dia memang suamiku.
"Ira, kamu ga papa ? " Tanya Ani tadi ketika aku melihat Bang Raffa berpelukan, dan untungnya Ani tidak melihat kejadian itu karena posisi bang Raffa memang agak jauh dari kami, aku ga tau kalau Ani sampai melihatnya, mungkin aku akan tambah malu dikantor.
"Aku ga papa Ni!" Jawabku berusaha setenang mungkin.
"Habis kamu tuh kaya liat setan aja Ra, ini masih siang tau, masa ada setan, hahahahhaha "
Goda Ani"Ah ga, aku cuma teringat bahwa dompetku tertinggal dirumah ketika aku liat ibu itu mengeluarkan dompetnya"
Aku terpaksa berbohong dan kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutku karena kebetulan ada ibu-ibu yang sedang mengeluarkan dompetnya.
"Oh, gitu ya udah tenang, bayarnya pakai uang aku aja ya" Ani berusaha menenangkan aku.
"Oke, makasih ya ni" Jawabku sambil mataku tetap memperhatikan bang Raffa yang masih asyik bercumbu dengannya.
Hingga akhirnya sekarang pun aku masih ternginag-ngiang kejadian tadi hingga aku tidak mau melihat lagi suamiku sendiri, terlebih lagi kini aku jijik padanya jika aku ingat aku tiap hari menyatukan tubuhku dan tubuhnya, mulutku dan mulutnya, setiap inchi tubuhku dan tubuhnya.
aaaaaaaaaaaaargh!!
aku jijik bang semakin aku mengingat kalau kita masih
bercinta tadi sesaat setelah bangun tidur sebelum berangkat kerja, karena kamu sedang sangat ingin sarapan dengan cinta yang nikmat katamu tadi pagi.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Suamiku Gay (cerpen)
RomanceKetika Istri Mendapati Suaminya Ternyata GAY Apakah tetap Bersama atau Berpisah?? Vote dan komen ;)