dua puluh tiga

84 15 18
                                    

Rahiel menggeleng. "Kenyang, Rivz." Ia tesenyum. "Makasih banyak ya."

--------------------

"Udah gue duga, sih," ucap Rivzy. Ia menatap lantai rumahnya dengan tatapan aneh. Tatapan asing yang tak pernah Rahiel lihat sebelumnya.

"Jadi lo udah duga, kalau gue itu bukan anak kandung? Teganya!" Rahiel agak tersinggung. Rivzy malah tertawa.

"Bukan gitu. Maksudnya, udah gue duga Tante Novi nyembunyiin sesuatu, Yell." Rivzy tertawa geli.

Suara itu seperti menohok Rahiel. Pipi Rahiel memerah. Ia sadar dirinya terlalu emosional dalam keadaan seperti ini. Tapi salah siapa? Lagi pula, Rivzy juga tidak akan menyalahkannya 'kok.

"Mau nginep aja gak?" Tawar Rivzy datar. "Udah jam delapan Yell.. Mobil gue, Feroz, dipake bokap. Yang sedan kuncinya kebawa Om Rizky. Salah kunci."

"Hah? Gue tidur selama itu?"

"Rahiel Nathania Winata! Gue ketemu lo aja jam setengah empat! Mana tempatnya itu jauh banget dari rumah, atau sekolah! Macet!" geruru Rivzy.

"Yaudah," Rahiel menelan ludah. "Naik motor. Bisa nggak?"

"Bisa. Tapi nggak berani, Iyell. Hujan deras." Rivzy berucap dengan penuh penekanan. Tatapan Rahiel sudah tidak terlalu excited seperti tadi.

Rahiel terdiam. Pikirannya hanya tertuju kepada satu orang; Ibunya, Novianti. "Mama gue gimana? Dia 'kan gak tahu gue disini," ucap Rahiel dengan nada resah.

"Rahiel," Rivzy menjambak rambutnya sendiri dengan gemas. Ia gemas sekali. "Lo kayak gak tahu hubungan Mama kita aja!" jawabnya setengah terkekeh. "Pokoknya lo harus nginep malem ini, besok lo harus sembuh, ya!" Rivzy tersenyum.

Soalnya senyum lo itu juga sumber kesenangan gue, Rivzy menggerutu dalam hati. Ia menyumpahi Aidan ratusan kali. Goblok! Cowok apaan, gak guna! Hama! Kalau Rahiel kenapa-napa ...

Padahal, itu bukan sepenuhnya salah Aidan, Rahiel sedang labil. Aidan juga mungkin sedang tidak mood.

"Aidan goblok," cetus Rivzy. Rahiel kaget sekali.

"Rivzy ..."

"Iyalah, gue bener 'kan?" Rivzy menyipitkan matanya. "Jangan bela dia lagi, Rahiel. Gue gak ngerti kenapa dia gak ngejar lo, malah diem aja." Rivzy menggeram. "Awas kalau ketemu!"

"Gak mood, kali," balas Rahiel acuh tak acuh. Lebih-lebih ketika wajah Aidan muncul di otaknya. Rahiel refleks menggeleng. Kenapa sih mereka tadi?

"Tapi gak gitu juga, Yell! Coba kalau gak ada gue disana!" Rivzy setengah membentak.

Ia memang cengeng, tapi ia khawatir, apalagi soal Rahiel. Ia memang cengeng tapi jangan salah, Rivzy sudah menjuarai  3 turnamen berturut-turut. Ia ahli dalam olah raga tae kwon do.

"Udah lah Rivz, dia gak mood! Gue aja baru tahu dia sarkastik!" Rahiel menganggkat kedua alisnya. "Jangan bahas dia dong. Itu biar jadi urusan gue aja sama dia. Lo gak usah ikutan, Ok?!"

Rivzy terpaksa mengangguk. "Bilang ke gue kalau lo butuh gue buat habisin dia."

Rahiel mengangguk, dengan maksud bercanda, tentunya. "Sip."

---

"Ih, lo curang!" Rahiel menggerutu.

"Siapa suruh pilih hero yang itu," cibir Rivzy setengah bercanda. Ia tertawa ketika Rahiel sudah mengerutkan alisnya. "Udahan ah, gua capek, Yell."

[RGS 1] To, Aidan.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang