Part 11 - It's My Decission

16 1 0
                                    

Dua hari setelah kejadian mengerikan itu, aku dan Aria diinterogasi oleh Mrs. Elannie dan Mr. Franklin. Berita tentang penyekapan dan pemutilasian jari Claudia langsung menyebar cepat di sekolah.

Aku dan Aria tidak bisa membantu para guru terlalu banyak karena kami hanya menemukan anak itu di lab biologi dan tidak sempat melihat pelakunya. Kejadian ini sudah melampaui batas, biasanya para pembully hanya akan melukai korbannya dengan tidak terlalu ketara, pemukulan misalnya. Itu tidak menyebabkan bekas yang terlalu banyak tapi ini pemutilasian, sangat-sangat berlebihan.

Satu-satunya informasi berguna yang dapat kuberikan adalah tentang anak-anak haus darah, kata-kata terakhir yang diucapkan Claudia sebelum dia pingsan dan kini sedang terbaring koma di rumah sakit-membuat para guru tidak bisa menginterogasi dan menanyainya tentang siapa pelakunya.

Sedangkan Aria hanya bisa menjelaskan kondisi anak itu dan menceritakan kejadian bagaimana kami bisa menemukannya di lab biologi.

Anak-anak haus darah adalah kode untuk para pembully paling terkenal dan paling brutal di sekolah kami. Sampai saat ini belum ada yang tahu siapa mereka, atau lebih tepatnya tidak ada yang mau membuka mulut tentang siapa sebenarnya mereka. Identitas dan jumlah anggota mereka belum pasti, ini membuat pihak sekolah tidak bisa mengeluarkan anak-anak pengidap gangguan jiwa ini.

"Baiklah, terima kasih anak-anak. Kami akan berusaha mencari tahu lebih banyak setelah Claudia sadar dan mengusut tuntas kasus ini sebelum kejadian ini menjadi lebih parah. Sekarang kalian bisa kembali ke kelas," kata Mr. Franklin.

"Baik Pak tapi tolong segera keluarkan anak-anak tidak normal itu dari sekolah," kataku menyinggung anak-anak haus darah.

"Tentu saja Athena, akan kuusahakan," jawab Mr. Franklin.

"Kalian harus berhati-hati, aku tidak ingin para pelaku tahu bahwa kalianlah yang menyelamatkan Claudia dan memberitahukan kasus ini pada kami," sahut Mrs. Elannie, ada raut khawatir di wajahnya.

"Tentu Bu, lagipula aku tidak ingin menjadi korban selanjutnya," kata Aria dengan ketus. Nampaknya dia masih dendam pada Mrs. Elannie. Aku langsung menyikutnya.

Setelah kami diinterogasi dan kembali ke kelas, para guru memutuskan untuk memulangkan para siswanya lebih cepat. Tampaknya mereka akan rapat mengusut kasus ini dan ingin meredakan isu-isu mengerikan yang tersebar di kalangan para siswa.

Biasanya jika dipulangkan lebih awal teman-temanku akan bersorak riang tapi kini mereka hanya diam, cenderung ada atmosfer keresahan di antara mereka. Teman-temanku pun pulang ke rumah masing-masing dengan wajah cemas dan perasaan tidak aman.

Sepulang sekolah, aku langsung menuju ke kantor pusat lembaga Zoneperest, ada sesuatu yang harus kukatakan sekarang, harus sekarang.

Di depan gedung, aku kebetulan berpapasan dengan Lincoln dan dia kaget sekali ketika melihatku datang.

"Nona? Apa yang kaulakukan di sini? Kau tidak sekolah?" Tanya Lincoln sambil melihatiku dari ujung kaki sampai ubun-ubun.

"Aku sekolah Tuan, hanya saja kami dipulangkan lebih awal. Apa kau tidak melihat aku membawa tas sekolah?"

"Eh? Lalu kenapa kau kemari? Apa kau lupa jalan pulang menuju apartemenmu?" Katanya melucu. Lelucon yang gagal total.

Aku menatap Lincoln dengan serius. Dia langsung mengulum tawanya.

"Aku harus membuat keputusan sekarang Tuan. Aku ingin bergabung dengan kalian," kataku mantap. Aku menangkap ekspresi terkejut bercampur senang di wajah Lincoln.

"Apa kau membuat keputusan secepat ini karena Claudia?"

"Eh? Kau mengetahuinya?"

"Apa kau lupa Nona? Kami punya banyak informan yang melaporkan kasus pembullyan setiap hari kepada kami dan kasus di sekolahmu itu sudah melampaui batas."

Sebelum aku bertanya lagi, Lincoln sudah menarik tanganku menuju ruangan Pak Meltzer. Di ruangan itu juga ada David dan Nathan. Mereka duduk di kursi yang menghadap meja Pak Meltzer.

"Nah kebetulan kita semua berkumpul di sini. Aku membawa kabar baik," ucap Lincoln sambil melirikku.

"Duduklah Anak Muda!" Kata Pak Meltzer mempersilakanku.

Aku menurutinya dan duduk di antara David dan Nathan. Sedangkan Lincoln duduk di sebelah David, di bagian sisi yang lain.

"Sir... aku ingin bergabung," kataku sekali lagi dengan mantap.

Nathan dan David refleks langsung melihat Lincoln dengan pandangan bertanya dan yang ditanya hanya tersenyum serta mengangkat bahunya.

"Kukira kau akan membuat keputusan itu seminggu lagi," tanya Pak Meltzer.

"Aku tidak bisa menunggu Sir. Pembullyan semakin marak di luar sana dan aku ingin segera mencegahnya."

"Kalau begitu bagus Anak Muda, kami menerimamu dengan tangan terbuka dan sebulan lagi kau akan melaksanakan misimu yang pertama jadi bersiap-siaplah."

"Baik Sir."

"Sekarang kalian boleh keluar. Oh iya, selamat bergabung Athena. Semoga kau bisa melaksanakan tugasmu dengan baik."

"Tentu Sir."

Setelah itu kami berempat langsung keluar dari ruangan Pak Meltzer.

"Apa Pak Meltzer tahu tentang masalah Claudia?" Tanyaku pada Lincoln.

"Ya. Di gedung ini dia yang pertama kali tahu. Semua laporan selalu datang dahulu padanya sebelum pada kami."

"Itu sebabnya dia memanggil kami di ruangannya dan menunggumu," kata Nathan.

"Dia tahu aku akan membuat keputusan hari ini?"

"Hanya prediksi tapi sepertinya tepat sekali."

"Kalau begitu, ini bukan lagi kejutan," kataku sambil tertawa.

"Tidak. Itu tetap kejutan. Aku tidak menyangka kau mau bergabung," kata David.

"Ya mungkin pengaruh Claudia sangat kuat sehingga aku mau bergabung dengan kalian," kataku pelan, "Baiklah tuan-tuan aku pulang dulu. Sampai jumpa sebulan lagi."

Setelah berkata begitu, aku pun pulang ke apartemenku. Aku harus mengerjakkan beberapa cerita pendekku yang belum rampung.

Namun, saat aku akan membuka kunci pintu apartemen, aku merasa ada seseorang yang mengikutiku dari belakang. Karena takut, aku langsung cepat-cepat masuk ke dalam dan mengunci pintu.

"Astaga, Jesus. Apa yang kau lakukan di sini?" Jeritku pada Lincoln yang ternyata mengikutiku dari tadi dan seenaknya ikut masuk ke dalam apartemenku.

Lincoln hanya menautkan alisnya dan berlagak bingung, "Aku mengantarmu pulang Nona. Memastikanmu aman sampai ke apartemenmu."

"Yang ada kau malah membuatku terkejut dan takut. Kukira tadi ada orang asing yang menguntitku."

"Aku memang menguntitmu tapi aku bukan orang asing."

"Lalu?" Tanyaku.

"Lalu apa?"

"Lalu kenapa kamu masih di sini Tuan? Aku sudah pulang ke apartemen dengan selamat dan itu berarti tugasmu sudah selesai bukan?"

"Ya tugasku sudah selesai tapi aku masih ingin di sini."

"Kenapa?"

"Aku bosan hanya diam di kantor pusat tanpa pekerjaan. Lagipula aku malas melihat wajah Nathan dan David yang memuakkan, lebih baik aku melihat wajahmu."

"Hentikan! Jangan memggodaku!"

"Hei? Aku serius Nona. Omong-omong kau tidak ingin membuatkanku minuman? Teh lavender mungkin?"

"Tidak. Aku tidak mau," kataku dengan ketus.

ZoneperestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang