POV ILYANA
Sejak aku pulang dari rumah sakit, Al semakin posesif dan protektif. Dokter menyarankan agar aku tidak kelelahan dan tidak banyak kegiatan. Dari itulah aku ke mana-mana selalu diantar Al. Pergi ke kampus saja diantar, aku tidak lagi diizinkan menyetir sendiri. Jangan kan ke kampus, ke minimarket saja sekarang Al mengantar, seperti saat ini.
"Emes, habis belanja kita ke panti asuhan dulu ya?" ujar Al saat kami berjalan di lorong rak susu ibu hamil.
"Ada masalah?" tanyaku menoleh dia yang sedang memilihkanku susu.
"Nggak kok, cuma tadi katanya ibu panti, ada orang tua mondar-mandir di depan pelataran panti asuhan. Setelah ditanya-tanya dia sepertinya tersesat lupa jalan pulang. Tapi orang itu nggak bawa identitas," cerita Al.
Aku memanggut-manggutkan kepala lantas bertanya, "Orangnya laki-laki atau perempuan? Kira-kira umurnya berapa?"
"Laki-laki, sudah tua. Mungkin bapak ini sudah pikun, jadi lupa sama jalan pulang," jawab Al menowel hidungku.
"Untung kamu nggak pikun, jadi selalu tahu jalan kembali padaku," sahutku menggombalinya.
Aku terkikih kecil menutup mulutku dengan dompet. Al tersenyum manis dan menggeleng-gelengkan kepala.
Dia merangkul bahuku lalu berkata, "Biarpun otakku pikun, tapi hatiku selalu tahu jalan pulang ke rumahnya. Yaitu di sini." Al menunjuk dadaku.
"Halah! Bokis!" cibirku mencolek pipinya yang kenyal.
Al bukannya marah justru dia malah terkekeh geli.
"Beli yang ini saja ya?" tawarnya mengambilkan susu rasa coklat.
"Huum," jawabku mengangguk menyetujuinya.
Setelah mendapatkan susu khusus ibu hamil untukku, dia mendorong keranjang belanjaan ke lorong rak bahan pokok. Setiap bulan sekali kami selalu berbelanja bahan pokok untuk kebutuhan sehari-hari. Seperti beras, sabun, dan bahan dapur lainnya. Walaupun ada Mbak Tata, tapi Al selalu mengajarkanku agar tetap turun tangan sendiri membeli kebutuhan rumah tangga kami.
"Beli berasnya di pasar aja ya? Sekalian mau beli bumbu dapur sama sayuran. Besok bangunin aku pagi, kangen pengin beli jajanan pasar," rajukku manja melingkarkan tangan di lengan Al.
"Iya, besok pagi kita ke pasar," jawab Al halus. Kami pun meneruskan berbelanja kebutuhan rumah tangga.
Sudah lama sekali aku tidak ke pasar, kenangan pahit itu masih teringat jelas di memoriku, tapi jika diingat saat ini rasanya lucu dan bikin geli. Benar kata orang, masa depan adalah misteri, aku mengalami dan menjalaninya.
Aku pikir dulu setelah berpisah dengan Al, kami tidak akan pernah bertemu lagi dan saking bencinya aku dulu padanya, sampai tak Sudi melihat wajahnya. Tapi Tuhan telah menunjukan kekuasanya pada hidupku dan Al. Dia membolak-balikkan nasib dan perasaan kami sehingga yang dulu aku pikir tak mungkin terjadi, kenyataannya justru terjadi, yaitu kebencianku terhadap Al berubah menjadi cinta yang sulit dihapus bahkan sangat sulit aku hilangkan.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 30 menit tanpa kejebak macet, kami tiba di panti asuhan. Aku membawakan beberapa camilan untuk anak-anak. Setiap kami datang anak-anak panti selalu menyambut heboh dengan wajah ceria, tak ada gores kesedihan di raut mereka. Aku senang memanjakan mereka, aku selalu berpesan pada pengurus panti asuhan agar selalu melimpahkan mereka kasih sayang.
"Selamat siang Pak, Bu," sapa Ibu Fitri pengurus tertua di panti asuhan, menyambut kami ramah.
"Siang, Bu," jawabku tersenyum lebar. Al hanya tersenyum tipis dan menganggukkan kepala, kebiasaan dia, cuek tapi sebenarnya rasa kepeduliannya tinggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
THERE'S SOMEONE FOR SOMEONE 2 (Cinta Alvian / Om Jaang) [Sudah Diterbitkan]
FanficKetika masa lalu yang buruk menimpa Lyana, kebahagian menyambut dengan tangan terbuka di masa depan. Bagaimana Al menebus setiap tetes air mata yang Lyana tertumpah karenanya?