Tania merasa campuran antara gugup dan bersemangat saat ia menatap koper yang sudah dipenuhi pakaian dan barang-barang pribadinya. Hari ini adalah hari keberangkatannya menuju kota yang asing baginya, sebuah petualangan baru yang dia sangat nantikan. Seiring dengan bunyi detik jam dinding, Tania mengecek daftar persiapan yang telah ia buat berulang-ulang untuk memastikan bahwa dia tidak melewatkan apa pun yang penting.
Sebagai remaja berusia 17 tahun, Tania merasa bahwa saatnya baginya untuk mencari petualangan baru dan melampaui batasan yang telah dikenalnya selama ini. Keputusan untuk pindah ke kota yang belum pernah dia kunjungi sebelumnya adalah salah satu langkah besar dalam mencapai tujuannya. Dalam pikirannya, ia membayangkan bertemu dengan orang-orang baru, menjelajahi tempat-tempat menarik, dan menemukan makna baru dalam hidupnya.
"Sudah siap untuk petualangan baru, Tania," ucapnya pada dirinya sendiri dengan senyum di depan cermin. Dia mengambil koper yang berat dan melangkah keluar dari kamarnya. Di ruang tamu, ibunya menunggu dengan wajah campuran antara bangga dan sedih.
"Ibu, aku akan merindukanmu," kata Tania sambil memeluk ibunya erat-erat. "Tapi aku juga bersemangat dengan apa yang akan datang."
Ibunya tersenyum lembut. "Kamu selalu menjadi anak yang berani dan penuh semangat. Aku tahu kamu akan berhasil di kota baru ini. Tetaplah berpegang pada nilai-nilai dan impianmu."
Tania mengangguk tegas, merasa terinspirasi oleh kata-kata ibunya. Dia mengucapkan salam perpisahan pada keluarganya yang lain dan berjalan menuju mobil yang menunggunya di depan rumah. Satu persatu, kenangan masa kecilnya di kota lama menyapu pikirannya. Dia merasa sedikit cemas, tetapi juga bersemangat dengan perubahan yang akan datang.
*****
Perjalanan menuju kota baru itu memakan waktu beberapa jam, dan selama perjalanan itu Tania merenung tentang apa yang menantinya. Dia membayangkan dirinya menjelajahi jalan-jalan baru, mengunjungi tempat-tempat wisata yang menarik, dan bertemu teman-teman baru. Tania berjanji pada dirinya sendiri untuk tetap terbuka terhadap pengalaman baru dan menjalani setiap hari dengan penuh keberanian.
Akhirnya, mobil tiba di kota baru tersebut. Kota yang akan menjadi saksi perjalanan hidup Tania nantinya. Tania melihat pemandangan yang asing baginya, dengan gedung-gedung tinggi, jalanan yang ramai, dan keramaian yang berbeda dari yang biasa dia lihat. Meskipun awalnya merasa sedikit kewalahan, dia mengingat alasan di balik keputusannya untuk pindah dan mengambil napas dalam-dalam.
"Aku sudah sampai" Tania menghela nafas panjang. Menaruh kopernya di apartemen yang akan ia tempati di kota baru itu.
tak lupa juga ia mengabari sang ibu bahwa ia sudah sampai ke apartemen dimana ibu dan ayahnya memesankan apartemen tersebut.
"bu, aku sudah sampai" ucapnya
"alhamdulillah, hati-hati yaa nak" Ujar ibunya lewat suara telpon yang keluar dari telpon genggam Tania.
Tania tersenyum sekaligus sedih karena baru saja ditinggal beberapa jam, ia sudah rindu dengan rumahnya.
*
****
Suara riuh sekolahan seperti biasa menjadi suara pertama yang menyambut Tania di kota barunya. Tania berdiri digerbang sekolah melihat seksama seperti ini gedung sekolah yang akan dilaluinya pada masa sekolahnya.
"selamat pagi" Ujar satpam sekolah melempar senyum ke Tania
"Pagi pak!" Tania membalas dengan senyum yang ceria juga sembari berjalan memasuki gedung sekolah
Ketika Tania memasuki gedung sekolah barunya, hatinya berdebar-debar. Dia melihat sekeliling mencari tanda-tanda petunjuk untuk menemukan kelasnya yang baru. Saat ia berjalan melalui lorong-lorong yang ramai, pandangannya tertuju pada seorang cowok yang duduk sendirian di salah satu bangku, dengan headset melekat di telinganya. Cowok itu terlihat dingin dan jauh dari keramaian siswa di sekolah itu.
Tania merasa penasaran dengan cowok itu. Dia ingin tahu lebih banyak tentangnya, apa yang dia dengarkan di headsetnya, dan apa yang membuatnya begitu berbeda dari yang lain. Dengan langkah berani, Tania mendekati cowok itu dan tersenyum sambil berkata,
"Hai, nama saya Tania" sembari tania mendekatinya pelan
Stevie, cowok dengan headset, menoleh ke arah Tania dengan ekspresi datar. Tania bisa melihat kilauan kecerdasan di balik bola mata biru yang memikatnya. "Stevie," ucapnya dengan tenang
Tania merasa teracuhkan, namun Tania merasa ada sesuatu yang menarik di balik sikap dingin Stevie. Dia bisa melihat kedalaman pada mata birunya yang menawan. Tania merasa tertarik untuk mengenalnya lebih jauh dan menemukan apa yang mungkin disembunyikan di balik penampilannya yang dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wake Up Stevie
Teen FictionTania pindah ke kota yang tak pernah ia tempati. ketika ia bertemu Stevie, cowok yang sering memakai headset di sampingnya. ia merasa ada suatu ketertarikan dengan cowok itu. Stevie adalah cowok satu-satunya yang paling malas di kelas. dengan heads...