[03] 0 Mile

1.8K 272 51
                                    

Day 1

"Lengang. Kau menapaki satu persatu anak tangga berjumlah sekitar puluhan ini.

Masih membawaku dalam kungkunganmu. Ada hangat yang tak dapat ku singkap tabirnya.

Kau menggiring ruhku ke langit, tapi ragaku mendiktekan untuk menyandar pada tubuhmu.

Sayang sekali, manik kecoklatan itu, kenapa hanya mentap beku, lurus tak terbaca?

Tidak sudikah kau menatapku barang sejenak?
Sedang langkahmu kau pelankan, mengusik lagi batinku, menanyai setiap aksi darimu.

Hei aku sedang bertanya padamu.
Aku satu - satunya yang bergelut dengan nalarku di sini.

Aneh sebab mataku terus bergayut pada mimik datar berparas rupawan itu.

Paras itu, milikmu, Jay!"

-Taeyong-

.
.
.

Hari mulai petang ketika Taeil selesai dengan tugas healing-nya. Tak lupa ia memberi perintah agar si pasien, Taeyong, beristirahat setelah maid mengantarkan makanan untuknya.

Lagi. Taeyong menatap punggung seseorang pergi melewati pintu kamar, meninggalkan Taeyong yang berbaring di ranjang sementaranya. Pria itu berbalik, menatap Taeyong, melempar senyum lembut sebelum menutup pintu.

Taeyong sendiri. Menatap lurus ke langit - langit berwarna dasar putih dan bercorak biru. Lebih mirip lukisan langit baginya.

Dalam tatapan tak bermakna itu, bayangan pria yang beberapa saat lalu sedang merengkuh dirinya melewati pijakan anak tangga, terus saja mengusiknya.

Memori Taeyong tentang sosok itu masih melekat jelas di kepalanya. Bagaimana aroma tubuhnya, sorot matanya, suhu di kulit pucatnya, setiap lekukan di wajahnya, sungguh pahatan yang luar biasa.

Ingatan - ingatan itu terasa menggelitik hangat, hingga Taeyong tak lagi merasakan sadar yang utuh. Matanya telah terpejam. Berakhirlah Taeyong tertidur dengan melewatkan makan malam.
.
.
.

Day 2

"Taeyongie." Suara lembut itu berseru. Sudah pasti Taeil.

Taeyong memandang wajah tersenyum yang melongok di balik pintu. Tak lupa ia balas senyuman lembut itu dengan hal serupa.

Taeil melangkah mendekati sang pasien. Kegiatan healing hari ini sebenarnya sudah selesai sejak siang tadi. Tapi maksud kedatangan Taeil adalah untuk mengajak Taeyong keluar dari kamar besar yang menjemukan ini.

"Kau pasti bosan. Ayo keluar dan bermain!"

Ajakan Taeil ini bukan tanpa alasan. Ia tahu benar Taeyong pasti jenuh hampir seharian berada di kamar.

Taeil tentu saja tidak bodoh. Ia membawa kursi roda untuk Taeyong yang saat ini masih belum dapat berjalan dengan baik.

"Taeil kita mau kemana?" Pertanyaan sederhana keluar dari bibir Taeyong saat Taeil mulai mendorong kursi rodanya.

"Mm, hanya berkeliling di taman belakang. Kurasa pemandangan di sana cukup indah." Jawab Taeil bersemangat.
.
.
.

Gelak tawa Taeyong meledak - ledak melihat seekor anjing puddle berbulu kecoklatan sedang menggoyang - goyangkan ekornya, berlari kesana - kemari mengejar bola yang di lemparkan Taeil.

Taeyong sangat menyukai anjing. Ditambah lagi anjing bernama Buddy itu sangat pandai. Ia bahkan menyapa Taeyong yang sedang duduk di kursi roda dengan mengajaknya bersalaman. Hm ngomong - ngomong Buddy itu milik Jay.

BLACKWHITE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang