Seasonal Feathers

159 6 6
                                    

Maafkan aku yang suka gantung cerita((': Aku gak tahan buat engga bikin ini cerita((': Terlau nganu dihati— ❤ Ini one-shoot, gak nyampe 1000 words ..







Hawa dingin menyeruak. Di sebuah gubuk tua di pinggir desa, keluar asap tipis dari cerobong yang tingginya tak seberapa. Dua insan saling berpelukan dihadapan perapian. Hangat. Tentu saja. Nagisa meletakkan kepalanya pada dada bidang Karma dengan wajah sumringah. Sedangkan Karma menaruh kepalanya di atas kepala Nagisa dengan senyuman yang begitu lembut. Senyum yang selalu Karma perlihatkan.

"Deatta hi mo, yuki datta.. (Kita bertemu juga pada saat bersalju..)" Karma tersenyum mengingat kejadian terdahulu. Di depan perapian itu, Nagisa menyembunyikan wajahnya yang merona pada dada Karma.

Setelah puas menghangatkan diri, mereka mulai beranjak menuju pekarangan rumah. Membereskan salju yang menumpuk di jalan setapak rumah mereka kemudian halaman belakang yang dijadikan kebun. Mereka duduk pada balkon yang kayunya hampir lapuk. Seperti biasa, pada saat musim dingin mereka akan mulai menganyam tas yang terbuat dari bambu untuk dijual lalu hasilnya akan digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Tak ada yang bisa mereka lakukan selain berkebun dan mengayam karna sang kepala keluarga yang sakit-sakitan sementara Nagisa tidak bisa bekerja terlalu berat. Karma tidak mengizinkannya.

Memasuki musim semi, saat Karma sedang serius menganyam bambu untuk persiapan ke pasar, tiba-tiba ia mendengar suara merdu Nagisa. Ditengokkan kepalanya ke arah Nagisa yang sedang berdiri membelakanginya. Dibuku tangan kanannya terdapat burung kecil yang hinggap sedangkan tangan kirinya digunakan untuk mengelus kepala burung itu.

'Seperti biasa.. Hawa keberadaan Nagisa sangat susah disadari' batin Karma. Meski begitu ia tersenyum penuh haru, tak menyangka akan mendapat sosok istri yang begitu cantik hati dan fisiknya.

"Kirei na koe da ne.. (Suaramu begitu indah..)" ujar Karma tersenyum lembut. Wajah Nagisa memerah, begitu senang dengan pujian dari sang suami.

Karma kemudian melanjutkan pekerjaannya dengan wajah pucat. Nagisa yang masih asik bernyanyi tak menyadari itu sampai suara batuk yang keras dari Karma. Nagisa segera menghamipir Karma, menyuruhnya untuk beristirahat sejenak. Dengan lembut, Nagisa merebahkan Karma dan menjadikan pahanya sebagai bantal. Matanya terasa panas menatap wajah pucat Karma.

"Itsuka kirei na koe ga denaku natte mo, sore demo watashi wo aishite kuremasu ka? (Jika suatu saat suaraku tak lagi indah, apakah kau masih akan tetap mencintaiku?)" tanya Nagisa kemudian. Karma tersenyum lembut sembari membelai pipi berisi milik Nagisa. Wanita itu turut menggemgam tangan Karma.

"Atarimae da yo.. (Tentu saja..)" Karma menjawab dengan senyum lembutnya. Bulir-bulir bening tak mampu lagi ditahan. Meluncur bebas bak riak air di ladang. Wajah Karma 'pun turut basah akibat air mata Nagisa yang deras. Begitu takut kehilangan pria penyuka stoberry ini.

Musim panas tiba. Saat sedang berkebun Karma tiba-tiba ambruk dengan darah mengalir deras dari hidungnya. Nagisa yang panik dengan segera membawa Karma masuk kemudian membaringkannya pada futon (kasur lipat).

Karna tak punya uang, Nagisa memutuskan untuk mencabut bulu sayapnya yang indah kemudian ditenun dengan cekatan. Setelah selesai, Nagisa segera menjualnya ke pasar. Memohon kepada siapa 'pun agar mau membeli hasil tenunnya yang bisa dibilang sangat indah. Saat terjual Nagisa buru-buru membeli obat untuk Karma. Hal itu terus berlanjut hingga musim gugur. Ia terus menenun tak peduli sakit yang ia rasakan akibat bulu-bulunya yang terus ia cabuti.

"Kirei na yubi da ne.. (Jemarimu sangat indah..)" puji Karma saat Nagisa menyodorkan air minum. Karma memegang jari-jari lentik Nagisa. Terasa sakit namun tida seberapa dengan hatinya melihat sosok yang dicintai oleh Nagisa terbaring lemah akibat sakit yang diderita.

Nagisa kemudian meninggalkan Karma, hendak merapikan peralatan makan malam mereka. Setelah selesai, ia menghampiri Karma yang sedang terbatuk. Ia kemudian duduk bersimpuh di belakangnya dengan air mata yang telah meluncur deras. Dengan cekatan, dipeluknya sosok kekar namun rapuh itu.

"Itsuka kirei na yubi ga denaku natte mo, sore demo watashi wo aishite kuremasu ka? (Jika suatu saat jemariku tak lagi indah, apakah kau masih akan tetap mencintaiku?)" tanya Nagisa terisak. Karma menyentuh jari-jari itu lagi dengan senyum lembutnya.

"Atarimae da yo.. (Tentu saja..)" Nagisa mendekap Karma lebih erat, menangis pada punggung tegap Karma saat tangannya menyentuh tangan Nagisa.

Waktu cepat berlalu. Nagisa begitu kalut karna Karma tidak kunjung sehat. Dia begitu takut untuk kehilangan Karma. Begitu takut jika Karma mengetahui siapa dirinya sebenarnya. Sosok wanita jelmaan bulu burung bangau yang pernah ditolong oleh Karma.

"Itsuka watashi hito ja nakunattemo, anata wa, watashi wo aishite kuremasu ka? (Jika suatu saat aku bukan lagi manusia, apakah kau masih akan tetap mencintaiku?)"  Ketakutan yang selalu ia simpan sendiri. Takdir bahwa ia bukanlah seutuhnya manusia. Sekali lagi, untuk yang terakhir Nagisa mencabut bulu indahnya demi kesehatan sang suami.

"Atarimae da yo (Tentu saja)" Karma tertawa lepas lalu memeluk Nagisa. Menyentuh sayap terakhir Nagisa. Sayap yang diterbangkan dengan Indah, Karma mengingatnya hingga sekarang.

"Soshite kawarazu kimi wo, aishite iru yo (Dan sampai kapan 'pun aku akan tetap mencintaimu" ujar Karma.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 05, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Vocaloid X Ansatsu KyoushitsuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang