Part 6

1.8K 81 1
                                    

Dia melirikku dengan tatapan datar. Aku takut dia marah. Namun dia berbalik menuju pintu, keluar tanpa sepatah katapun. Dia menaiki motor besarnya itu dan pulang tanpa berkata apa-apa.
Apa aku salah bicara? Apa dia tersinggung? Kenapa aku merasa bersalah seperti ini?

................

Malamnya, aku mengerjakan tugas untuk besok. Setelah selesai, aku membuka kresek yang Yoga berikan. Yaps. Kresek berisi snack yang dia berikan di hari pertama sekolah. Harus kuapakan ini? Apa aku makan saja? Daripada tidak menghargai pemberian orang, yasudah aku makan saja.
Oh aku baru ingat dengan surat yang diberikan yoga. Dari siapa ya? Di suratnya hanya tertulis namaku lengkap dengan alamatku. Aku membukanya.

Untuk Amel

Aku cinta kamu, Amelia Putri.

Deg

Deg

Deg

Aku kira memang ada yang mengirim surat padaku. Ah macam-macam saja kelakuannya itu. Aku menyimpan surat tersebut di tempat yang sama dengan surat-surat yang kemarin. Surat yang diselipkan dengan coklat dan surat yang ada di keropak motorku.

Kenapa dia seperti ini? Apa aku harus menanggapinya? Tapi dia marah tadi sore. Kurasa aku tak perlu memikirkannya lagi, karena mungkin dia tidak mau lagi berbicara kepadaku.

Keesokan harinya

Aku sudah siap untuk berangkat sekolah. Di jalan, aku tiba-tiba memikirkan Yoga. Entah kenapa aku takut jika dia memang marah padaku.
Saat sudah setengah perjalanan, aku merasa aneh pada motorku. Rasanya motorku agak kurang seimbang.
"Neng bannya bocor" kata salah seorang pengendara motor yang melewatiku.
Aku berhenti di sisi jalan. Saat aku lihat, benar saja bannya bocor. Aduh bagaimana ini? Ini baru setengah perjalanan. Kalo diingat-ingat, kurasa tambal ban itu ada dekat sekolahku. Jika aku harus mendorong motorku sampai sana, mungkin aku sampai saat istirahat. Di dekat rumahku pun ada tambal ban. Jika aku pergi ke tempat tambal ban dekat rumahku, maka sama saja. Aku panik. Apa aku ijin saja untuk tidak masuk sekolah?
Ini sudah jam 06.50. Pintu gerbang sekolahku ditutup pukul 07.00. Aku panik sekali. Apa aku harus mengirim pesan ke Dinda agar dia melapor ke guru jika aku ijin tidak masuk karena ada keperluan?

Saat aku sedang mengetik pesan di ponselku , tiba-tiba ada suara motor berhenti di belakangku. Aku melihatnya.
Yoga? Kenapa dia ada disini? Dia dari arah yang sama denganku? Apa rumahnya berdekatan dengan rumahku?

"Kamu bisa pake motor gede?" Tanyanya to the point.
"Apa? Oh eng enggak" jawabku kaku
"Kamu naik angkot aja" katanya
"Terus motor aku gimana?" Tanyaku
"Biar aku yang urus" katanya
"Motor kamu?" Tanyaku lagi
"Aku simpen di sini" katanya lagi dengan ekspresi yamg sulit aku artikan
"Kalo ilang gimana?" Tanyaku.
"Kalo ilang ya ada yang nyuri. Hahaha" katanya

Aku lega dia tidak marah padaku

"Jangan dong. Kamu kenapa bisa kesini?" Tanyaku
"Aku kebetulan lewat aja" katanya
"Kamu berangkat aja. Aku gapapa ko biar ijin aja" kataku
"Kenapa? Biar aku rajin sekolah terus jadi anak yang baik?" Tanyanya dengan wajah datar
"Eh? Bukan gitu. Maaf ya soal perkataanku yang kemarin" kataku ragu
"Gapapa mel. Aku emang nakal. Dan kamu harus tau itu. Segala keburukan aku, kamu harus tau" katanya
"Kenapa harus kaya gitu?" Tanyaku penasaran
"Biar pas kamu udah jatuh cinta sama aku, gaada yang kamu gak suka dari aku. Kamu bisa nerima aku dengan semua keburukan aku" katanya lagi
"Kayanya kita udah ngobrol terlalu jauh. Kamu berangkat aja. Biar aku pulang aja" kataku
"Yaudah kita dorong motor kamu barengan, terus bolos barengan" katanya
"Kamu harus sekolah" kataku
"Aku telpon temen aku aja ya biar ngurusin motor kamu. Nanti kita berangkat barengan. Nanti aku suruh temen aku nganterin motor kamu ke rumahku terus aku anterin deh ke rumah kamu" katanya
"Jangan" kataku
"Takut dimarahin ya?" Tanyanya
"Bukan cuma aku, kamu pasti kena marah juga" katanya.
"Gapapa" katanya lagi
Aku diam. Aku bingung harus ngomong apalagi untuk mencegahnya. Kurasa, gak ada yang bisa mencegah apa yang diinginkannya.
Kulihat dia menelpon temannya sembari membelakangiku dan agak menjauh dariku.
Kami menunggu teman Yoga.

"Temen kamu bolos sekolah?" Tanyanya
"Hah? Oh dia emang udah keluar" katanya
"Keluar? Kuliah?" Tanyaku
"Di keluarin dari sekolah" katanya lagi
"Karena?" Tanyaku agak ragu
"Waktu itu kita tawuran dan dia menonjok lawan kita. Ternyata orang itu anaknya polisi. Ya gitu deh karena ayahnya berkuasa dia dikeluarin" katanya lagi
"Tapi kan dua-duanya salah" kataku
"Maksudnya?" Tanyanya
"Ya kenapa juga ikut tawuran. Harusnya yang di hukum semua orang yang ikut tawuran" katanya lagi
"Kaya gak tau aja kamu. Di negara ini kan yang berkuasa yang bebas melakukan apa aja"
"Hmmm" kataku mangut-mangut
Dua teman Yoga datang dengan motor.
Yoga dan kedua temannya mengobrol agak jauh dariku.
Lalu Yoga menghampiriku dan meminta kunci motorku. Aku memberikannya. Kemudian, salah satu teman Yoga menuntun motorku ke arah rumah ku.

"Ayo" kata Yoga. Dia sudah siap dengan motornya.
"Aku naik angkot ya?" Pintaku
"Kenapa? Kan barengan aja" katanya
"Engga bisa yoga" kataku
"Yudah. Aku berhentiin angkotnya" katanya tanpa banyak pertanyaan
Akupun naik angkot. Kulihat Yoga mengikuti angkot yang kutumpangi. Kenapa dia tidak duluan saja?
Aku bingung kenapa Yoga membiarkanku naik angkot. Apa dia mengerti masalah mahrom?

Saat sampai sekolah, aku harus menulis namaku di buku data siswa terlambat. Yoga pun sama.
Kami dimarahi dan diberikan peringatan oleh guru BK. Apalagi yoga.
Kami dilarang mengikuti 2 jam pelajaran pertama dan kami di suruh sholat dhuha di masjid sekolah.
Aku berjalan menuju masjid. Yoga menghampiriku dan ikut berjalan tepat di pinggirku. Jarak kami sangat dekat. Aku berhenti berjalan. Yoga dua langkah lebih maju dariku. Dia menoleh hendak menghampiriku.

"Jangan deket-deket" kataku
"Ok" katanya dengan mengangkat kedua tangannya
Lucu banget tingkahnya. Batinku
"Kamu duluan" kataku
"Siap" katanya dengan nada seperti seorang paskibra
Aku terkekeh
Dia pun tertawa
"Aku seneng liat kamu senyum" katanya
"Jangan liat-liat" kataku
"Oke oke" katanya sambil mengangkat tangan kanannya berbentuk huruf O

Kami pun sholat dhuha. Aku diam di masjid sembari menunggu jam pelajaran ketiga.

Jam pelajaran ketiga sepuluh menit lagi. Aku keluar. Aku memakai sepatu. Saat memakai sepatu, aku melihat Yoga dari arah kantin yang berada di belakang masjid. Posisinya agak jauh dari masjid.
Dia menaruh susu di sebelahku. Lalu dia pergi ke arah kelas. Aku membawa susu tersebut dan menggendong tasku. Aku mengikuti Yoga. Saat tiba di koridor kelasku, aku melihat Yoga belum seperti menungguku.
"Bareng ya, tapi kamu duluan. Aku takut hehe" katanya
Aku terkekeh. Entah kenapa rasanya segala perilaku Yoga membuatku geli.
Aku membuka pintu kelas dan tidak melihat guru. Aku memberikan salamku dan menuju ke bangkuku. Yoga pun mengikutiku dari belakang.
"Wah kayanya ada yang jadian nih" kata salah satu temanku
Aku diam saja terlalu malas untuk menanggapinya
"Hehe. Belum sih. Tapi doain aja ya lagi usaha" celetuk Yoga
Dia kembali menyebalkan.

"Kamu kemana aja mel? Ko bisa kesiangan? Ko barengan gini?" Tanya dinda
"Banku bocor din" kataku
"Oh jadi kamu ketemu Yoga pas dapet hukuman?" Tanyanya lagi
"Dia yang bantu aku din. Dia kesiangan gara-gara aku" kataku
"Wah baik banget. Kayanya dia emang beneran suka sama kamu mel" katanya.
"Apaan sih" kataku

Aku melihat ada sekotak permen karet dengan kertas yang ditali dengan pita.

"Eh ini apaan lagi?" Tanyaku
"Tau deh. Biasa ada yang ngirim. Kayanya orangnya sama deh sama yang ngirim coklat kemarin" kata dinda
Aku langsung membuka suratnya

"Semangat belajar ya Amel. Jangan galak-galak lagi"

Apalagi ini? Ckckck

Aku memasukan surat tersebut ke dalam tasku.
Harus aku apakan ini?
Akhirnya aku membagikan permen karet itu kepada teman-temanku.
Aku lihat Yoga tidur.
"Eh ini gurunya kemana?" Tanyaku
"Katanya lagi pada rapat. Jadi kita dapet tugas nih dari semua guru yang mengajar hari ini" kata dinda
"Seru dong" kataku senang
"Iya lah" kata dinda

Bersambung

KaKaDeDe (Kutikung Kau Dengan Do'a) (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang