Chapter 17 :

2.4K 208 27
                                    

"Otousan....."

Seorang anak kecil berambut raven berlari menghampiri seorang pria dewasa yang baru saja turun dari mobilnya. Dengan cepat anak tesebut melemparkan dirinya untuk ditangkap sang pria yang ia panggil ayah. Beruntung pria tersebut memiliki reflek yang bagus sehingga dapat menangkap sang anak sebelum membentur tanah.

"Otousan... Otousan..."

"Hn?"

"Okaeri" Anak tersebut memberikan senyuman lebar pada sang ayah dan segera memeluk erat leher sang ayah. Pria tersebut hanya tergelak dengan tingkah anaknya.

"Tadaima" pria tersebut mengalihkan padangannya ke depan dan langsung bertemu pada sepasang netra biru milik istrinya. Tanpa suara ia memberikan salam yang dibalas sama lirihnya oleh sang istri.

Pria tersebut berjalan pelan menghampiri sang istri yang sedang hamil besar tersebut. Dengan perlahan ia berjongkok sambil tetap menggendong anak pertamanya. Mengusap pelan perut sang istri.

"Tadaima otouto kun"

"Okaeri touchan" sang istri menjawab sambil menirukan suara seorang anak kecil.

"Ayo masuk Naru, udara malam tak baik untuk tubuhmu dan Tetsu kun"

Naru, sang istri mengangguk. Sambil bergandengan tangan mereka masuk kedalam rumah kecil mereka. Segera menutup pintu, meninggalkan orang-orang yang dapat mendengar tawa bahagia mereka dari luar.
.

.

.
Naruto tersentak bangun dari tidurnya. Ia menatap sekeliling kamarnya dan Sai. Perlahan ia menurunkan kakinya menyentuh lantai yang dingin. Tangannya sedikit gemetar ketika mengambil segelas air putih yang disiapkan pelayan untuknya.

Ia mencoba mengingat kembali mimpi yang tadi ia dapatkan. Ingatannya samar-samar melihat seorang pria dengan rambut raven. Pria itu jelas bukan Sai, karena sekarang ia sudah meninggalkan Naruto sendiri.

Mau tak mau mimpi tersebut menjadi pertanyaan besar bagi Naruto. Ia merasa dirinya dalam mimpi tersebut sangat bahagia. Dan ia yakin, ia pernah melihat disuatu tempat pria tersebut. Tapi siapa??

Menggelengkan kepala pelan, Naruto mencoba menghilangkan pertanyaan pertanyaan yang terus muncul dikepalanya. Dan sekarang ia merasa lapar. Ia ingin makan telur gulung.

Naruto melirik jam yang tergantung di dinding kamarnya. Waktu masih menunjukkan pukul 4 pagi. Naruto menghela napas. Menyesali keputusannya untuk bangun. Karena setelah ini ia tak akan bisa tidur lagi.

Naruto berjalan menuju dapur. Beberapa pelayan menatapnya terkejut. Dengan segera salah satunya menghampiri Naruto untuk bertanya. Naruto hanya tersenyum dan meninggalkan mereka.

Naruto mendapati dapur masih kosong. Tanpa terasa Naruto tersenyum sendu, ia mengingat kembali kenangan ketika Sai masih disisinya. Dahulu ini adalah wilayahnya dan tidak ada yang boleh masuk kecuali beberapa koki yang dipekerjakan Sai untuk membantunya. Setetes air mata kembali jatuh saat Naruto masih dapat mengingat dengan jelas kenangannya bersama dengan Sai.

Tangannya membekap mulutnya agar tak menimbulkan suara. Namun bahunya bergetar keras menandakan tangisannya yang semakin keras. Naruto jatuh perlahan hingga terduduk. Kepalanya ia sandarkan pada dinding dapur.

Naruto tak menyangka ia masih bisa menangis. Bahkan air matanta mengalir dengan deras di kedua pipinya. Isakan lirih terdengar memenuhi ruangan dapur yang sunyi. Naruto terus menangis hingga sesenggukan. Dadanya mulai terasa sesak karena tangis.

Hanya dengan sedikit mengenang Sai, Naruto kembali menjadi sangat lemah. Padahal pada saat pemakaman Sai, ia tak menangis. Ia hanya terdiam, berdiri kaku disebelah seorang pria paruh baya bernama Danzo, yang memeluknya erat seakan mencoba memberi kekuatan pada Naruto. Danzo adalah ayah angkat Sai yang mana Naruto baru tahu ketika proses pemulangan jenazah dari rumah sakit.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 03, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Benang MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang