Seruni's POV
Dua tahun kemudian...
"Bubu, bubu abis poop kah?"
Suara kecil itu terdengar di sampingku yang masih tiduran di kasur. Dia Deana, batita kecilku yang sebentar lagi berulang tahun ke tiga. Kembaran suamiku versi beda jenis kelamin dan beda usia.
"Engga," jawabku yang menariknya untuk ikut tiduran bersamaku di kasur.
Dia memainkan rambutku yang bisa ia jangkau. Dia memang selalu melakukannya jika sudah mengantuk.
Tubuh anakku ini sebenarnya kurus, tapi kalau dia foto close up pasti orang-orang yang melihatnya mengira dia batita dengan badan yang super gemuk. Kenapa? Pipinya yang gembil bawaannya sejak lahir. Ya, setidaknya itulah satu-satunya kemiripan yang kumiliki dengan batitaku ini.
"Kok pelut Bubu nda besal lagi?" tanyanya. "Kata Popolo kalo pelutnya jadi kecil, itu abis poop."
Ah, kalau kalian mau tau, anakku ini memiliki perut buncit kalau habis makan, tapi setelah buang air besar perutnya akan kempes. Seperti balon.
Dan, kalau kalian bertanya Popolo itu apa. Popolo itu maksudnya Poporo, dan itu adalah suamiku. Mas Rangga.
Kenapa dia memanggilnya Poporo? Karena, Deana sangat menyukai kartun pinguin yang namanya pororo, lalu Mas Rangga membelikannya, dan tiba-tiba saja anak ini memanggil Mas Rangga dengan sebutan Poporo—Popolo.
Entah sampai kapan anakku ini akan memanggil bapaknya seperti itu. Tapi, Mas Rangga terima-terima saja. Katanya, lucu.
"Perut Bubu ngga besar lagi karena dedenya udah ngga ada disini," ucapku sambil menunjuk perutku.
Ya, aku baru melahirkan anak kedua dan ketigaku. Anakku kembar. Dan laki-laki dua-duanya. Kuberi mereka nama: Axel Kayana Daffahimsa dan Alex Kayana Daffahimsa.
Axel memiliki arti Pendamai.
Alex yang artinya Penolong.
Kayana adalah Dermawan.
Daffahimsa yaitu Pembela dan Anti Kekerasan.
Dua bayi laki-lakiku sangat mirip dengan Mas Leo waktu kecil.
Aku bingung, kenapa anak-anakku ngga ada yang mirip denganku?
Walaupun wajahku pas bayi memang lebih mirip dengan wajah Mas Leo sekarang, sih. Kuharap, besar nanti dua jagoan kecilku mirip denganku. Tapi, harus versi ganteng, loh.
"Dede-nya kemana?" tanya Deana. "Udah Bubu buang kah?"
Aku tertawa mendengar pertanyaan anakku ini. Sejak kuberi tau dia akan memiliki adik, dia selalu merengek. Katanya, dia ngga mau punya dede dan memintaku untuk membuang dede bayinya.
Katanya lagi, nanti rasa sayangku dan Poporo-nya akan berkurang. Semua perhatian akan diberikan pada adik-adiknya.
Kalian tau siapa yang mengajarkannya seperti itu? Siapa lagi kalau bukan Muna.
"Engga dong, dedenya udah keluar dari perut Bubu, dede-nya ada di ruang bayi."
Aku mengelus rambut anakku ini dengan sayang. Kata Mamaku, dulu Mas Leo juga seperti itu tingkahnya saat aku lahir. Iri-an. Merasa tersingkir. Merasa memiliki saingan.
Jadi, cara satu-satunya untuk membuatnya merasa tetap disayangi adalah tetap memanjakannya seperti biasa, dan aku dan Mas Rangga harus berbagi tugas untuk menjaga ketiga anak kami.
"Dedenya bobo di luang bayi?"
"Iya."
"Belati Eya bisa bobo sama Bubu sama Popolo?"
"Dea bobonya sama Aunty Muna, yang bobo sama Bubu sama Poporo dede bayinya."
"Ndaaaa," katanya cepat dan sedikit teriak. "Dedenya bobo di kamal mandi aja, Eya yang bobo sama Bubu."
Dan setelah mengatakan itu, anak ini merangkak untuk menarik leherku agar bisa ia peluk dengan erat. Anak ini memang seperti ini. Takut ditinggal.
Pernah sekali aku meninggalkannya bersama kedua orang tuaku, dan tau apa yang terjadi? Saat aku pulang, dia langsung menghambur ke pelukannku dan memelukku semalaman, dan membuat tidurku kurang nyaman karena susah bernafas.
Tapi aku senang, setidaknya anak ini penurut jika bersamaku dan Mas Rangga.
"Eh Ana—Anabel," suara itu membuat aku dan Deana menoleh ke arah pintu rumah sakit.
Hanya satu orang yang memanggil Deana dengan sebutan Ana. Musuh bebuyutannya sendiri, orang yang selalu membuatnya marah-marah dan pernah membuatnya nangis histeris karena pernah menunjukkan foto boneka Annabelle.
"Onti ngapain?" tanyanya, tanpa melepaskan pelukannya di leherku namun kepalanya sudah menengok ke belakang.
Disebelahnya sudah ada suamiku yang tersenyum bahagia sehabis menengok dua bayi kembar kami.
"Liat nih, Poporo-nya aku gandeng," kata Muna sambil memajukan tangannya yang saling mengait dengan tangan Mas Rangga. "Nanti Bubu kamu sama dede-dede kamu," katanya lagi memanas-manasi. "Nanti kamu bobonya di gudang, ditemenin boneka Annabelle."
Sontak hal itu membuat Dea menangis kencang, dan Muna mendapatkan pukulan dan cubitan dari Mas Rangga. Membuat Muna meringis kesakitan.
"Bubu, Onti Muna sama dede bayinya di buang aja ya, bial dimakan ikang nemo."
TAMAT
● ● ● ● ●
Beneran tamat, kok hehehe
Aduuhhhhh ngga nyangka udah sampe ending aja hehhee, maafin udah pernah gantung cerita ini terlalu lamaaaa
Makasihhhh yang udah setia sampe sekarang😘😘 Aku tanpa semangat kalian itu ngga akan bisa lanjutin cerita ini heheheh
● ● ● ● ●
SEQUEL
CARI CERITA INI DI WORK AKU YA KALO MAU BACA KISAHNYA DEANA😍😍
KAMU SEDANG MEMBACA
TRS [1] : Night Accident ✅
RomanceIni tidak seperti dongeng Cinderella yang menghadiri pesta dansa, sepatunya tertinggal dan Pangeran mencarinya. Ini bukan tentang Belle yang dikurung dalam istana Pangeran Buruk Rupa lalu mereka berdansa dan saling mencintai. Ini tak serumit itu. In...