Yang udah vote cerita ini, kalian dapet salam tuh dari Alno. Salam sayang, katanya.
Yang udah nagih dan nungguin lanjutan apdetnya, dapat senyuman singkat dari Alden.
Yang udah follow aku, dapet cium peluk dari aku.... hehehe
Happy reading!
enjoy!
____Berbalut piyama tidur bermotif bunga sakura, Siska bergelung nyaman dengan selimut di atas ranjang kebesarannya.
Memang ini baru jam delapan malam, tapi ia ingin sekali bermalas-malasan di dalam kamar. Setidaknya di sini dia akan bebas dari godaan apapun dari Sinta yang masih berkeliaran di depan televisi.
Siska mengotak-atik ponsel dengan case berwarna biru miliknya. Di bagian belakang benda itu terdapat sebuah gambar serial kartun Stitch. Boneka biru dari luar angkasa yang menggemaskan.
Siska memang tidak terlalu suka kartun, tapi dia suka sekali melihat boneka itu karena warnanya biru. Walaupun hanya berupa gambar karena dia tidak suka mengoleksi boneka.
Dia tidak mau nantinya sinta rusuh karena menuding dirinya ikut-ikut hobi mengoleksi makhluk empuk itu. Lagipula, ruangan koleksinya sudah hampir penuh dengan koleksi Sinta dan juga novelnya.
Entah jadi apa ruangan itu jika Siska ikut-ikutan mengoleksi benda yang menghabiskan tempat itu.
Bosan dengan ponsel, Siska beralih pada novel yang ada di atas nakas. Siska membalik lembar demi lembar novel yang dibacanya dengan khidmat.
Ia sedang asik berimajinasi seakan-akan dirinya benar-benar berada dalam novel itu. Semuanya berjalan damai dengan Siska yang menghayati kalimat demi kalimat yang tertera disana.
Namun, semua berubah ketika negara api menyerang.
Terdengar suara ketukan yang lebih mirip gebrakan dari arah pintu kamarnya. Tanpa ditanya Siska pun sudah tau pasti siapa dalang dibalik semua ini.
Ya, tentu saja adik kembarnya, siapa lagi memangnya. Dengan berat hati Siska bangkit untuk membuka pintu karena tadi ia menguncinya.
"Sok ngunci pintu segala", dumel Sinta begitu pintu terbuka.
"Apa?", ketus Siska karena merasa sangat terganggu dengan kehadiran Sinta. Awas saja kalau alasan kedatanggannya tidak penting.
"Dipanggil papa tuh dibawah!", ucap Sinta tak kalah ketus. Lalu segera berlalu dari hadapan Siska.
Siska menghela napas berat, dikembalikannya terlebih dahulu buku yang dipegangnya kemudian berjalan sesuai interuksi Sinta sesaat setelah mengambil ponselnya. Itu untuk persiapan manakala nantinya ia merasa bosan di sana.
Dengan malas dia menuruni anak tangga. Orangtuanya beserta Sinta sedang duduk nyaman di depan televisi.
"Kenapa, Pa? Ma?", tanyannya setelah duduk di sebelah Sinta. Tak ada tempat lain, mau tak mau dia harus duduk di sana. Bersama orang yang selalu ingin dia lempar jauh-jauh.
"Kamu ngapain sih di kamar terus? Nggak bosen emangnya?", tanya Andre.
"Lagi pengen aja", tutur Siska.
Dia menyandarkan tubuhnya lebih nyaman. Mencoba menikmati acara yang sedang ditonton oleh keluarganya.
"Itu mama sama Sinta abis buat kue, cobain gih", ucap Yuni ketika suasana hening menyelimuti.
Siska mencomot brownies buatan mamanya. Manisnya coklatlah yang pertama kali menyambut lidah Siska.
"Tumben mama buat brownies"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembar yang Dikembar-kembarkan
Подростковая литература. Alih-alih saudara kembar yang biasanya selalu akur kemana-mana berdua, Siska dan Sinta adalah kembar yang akan cakar-cakaran jika disandingkan. Kembar dengan segala perbedaan bumi dan langit, ditambah lagi dengan sikap semua orang yang sel...