01 - Single Lady

123K 5.9K 84
                                    

I'm single and verry happy

Oppie Andara - Single Lady

.

.

"Kopermu udah dimasukin ke mobil?" teriak Emi.

"Udah, Bu!" sahut anak perempuannya. Ia lalu membantu sang ibu menata makanan yang akan dibawa ke rumah baru Andara.

"Aku bisa pergi sendiri. Semua barang-barangku udah di sana. Cuma kurang baju aja," gerutu Andara.

"Kamu ini ngomong apa? Kita bakal nganterin kamu," tegur ibunya. "Padahal baru seminggu kamu di rumah, sekarang udah harus pergi lagi."

Andara memutar matanya. Ibunya mulai dramatis. "Ibu, jarak rumah ke kontrakan cuma satu jam, nggak jauh. Lagian juga ada Andre di sana."

"Ah, ngomong-ngomong adikmu mana? Kenapa belum turun juga?" Emi lalu memanggil Andre, anak lelakinya untuk turun.

Namanya Andara Novada, lebih suka dipanggil Dara, karena lebih singkat. Usianya sudah dua puluh tujuh tahun, oh dan single. Kuliah di Singapura selama enam tahun, lalu dapat kesempatan bekerja di sana selama dua tahun. Ia pulang ke Indonesia karena dibujuk orang tuanya yang tidak ingin anak gadis mereka tinggal jauh di negeri orang. Ia memiliki adik laki-laki bernama Andrean Pradika, biasa dipanggil Andre. Selisih usia keduanya tujuh tahun. Sekarang adiknya sedang menempuh jenjang kuliah jurusan arsitektur di salah satu universitas ternama dimana Andara bekerja sebagai dosen.

Bisa dibilang Andara ini lahir di keluarga baik-baik. Ayahnya mempunyai perusahaan meubel yang tersebar di kota. Total sudah ada tiga toko meubel di Jogjakarta, dan dua pabrik yang memproduksi meubel. Sedangkan ibunya hanya ibu rumah tangga biasa. Hari ini keluarganya akan ikut mengantar Andara pindah ke rumah kontrakannya yang ada di sebuah perumahan. Berlebihan sih, paling pindahan saja, karena lusa, Hari Senin dia harus sudah mulai mengajar. Sendiri pun dia bisa, toh yang belum dia bawa hanya dua koper berisi pakaian.

***

Emi berkeliling untuk melihat-lihat rumah kontrakan Andara. Ukurannya cukup luas, ada dua kamar, satu kamar mandi, ruang tamu, dan ruang televisi, dapur, dan halaman belakang untuk menjemur baju. Halaman depannya terlihat asri dengan pohon mangga yang cukup rindang, dan taman kecil dengan berbagai tanaman di vas. Lahan parkirnya pun cukup luas untuk parkir dua mobil. Ia tampak puas dengan rumah pilihan putrinya. Dan, nampaknya ini adalah area aman karena ada satpam yang menjaga di portal masuk perumahan.

"Bu, aku mau pindah ke sini aja sama Kak Andara," kata Andre yang duduk di sofa sambil menonton televisi.

"Portalnya ditutup jam sepuluh, loh. Yakin bisa pulang jam segitu? Biasanya kan tengah malam baru pulang," cibir Andara pada adiknya.

Andre langsung menggeleng. "Batal deh. Jam sepuluh masih sore kok sudah disuruh masuk kandang."

"Kakakmu emang Ibu suruh pilihnya rumah aja, daripada indekos atau apartemen, kalau nanti betah bisa dibeli sekalian. Hitung-hitung dijadiin bekal kalau nikah nanti," jelas Emi.

"Ah Ibu, jangan bahas soal nikah terus deh," rengek Andara.

"Ibu cuma khawatir. Anak gadis Ibu satu-satunya kok nggak laku-laku," keluh Emi dengan nada bercanda.

"Ibu!" Andara berteriak karena jengkel. Bisa-bisanya dia dibilang tidak laku. Bukannya dia tidak laku, hanya selektif saja. Kan cari pendamping untuk seumur hidup itu tidak boleh main-main.

"Kalau kamu nggak terima, buktikan ke Ibu sama Ayah. Bawa calonmu ke rumah," tuntut Emi. "Udah dua puluh tujuh tahun, loh."

"Nah itu, baru dua puluh tujuh, belum tiga puluh tujuh, masih aman lah Bu," kilah Andara.

Not So Husbandable [REPOST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang