Part 4

401 65 16
                                    

Kini Viny, Shani dan Anin sudah berada di dalam mobil kembali. Viny memutuskan untuk membawa Anin serta Shani pulang ke rumahnya karena tangis Anin yang tak kunjung berhenti.

Selama di perjalanan pulang, suasana nampak begitu tegang. Hanya suara isak tangis Anin yang terdengar dari belakang. Shani dan Viny nampak diam seribu bahasa.

Shani melirik ke arah Viny, wajah kakak kelasnya terlihat datar, terlalu datar untuk seseorang yang baru saja hampir mengalami tragedi. Namun, walau Viny bisa menyembunyikan ekspresinya di luar, jauh di dalam lubuk hatinya, Viny mengalami syok yang lebih dalam dari Anin. Pikirannya campur aduk dan bertanya-tanya, ia sendiri tak mengerti bagaimana bisa menyelamatkan Anin dari marabahaya.

Shani di sampingnya menghela nafas kasar. Tidak tahu harus berkata apa untuk menenangkan keduanya.

Akhirnya mobil Viny tiba di depan rumah mereka, Viny turun dan membantu Anin berjalan memasuki rumah mereka. Shani pun ikut turun dan berjalan di belakang keduanya.

"Loh, Anin kenapa?!" Tanya Mama Anin saat membuka pintu dan mendapati Anin yang menangis.

"Entar Viny ceritain, tapi sekarang kita bawa dulu Anin ke kamar." Ucap Viny. Mama Anin pun mengangguk lalu membuka pintunya lebih lebar.

Shani sempat tersenyum saat mata Mama Anin dan Viny mengarah ke arahnya. Ia pun mengikuti mereka naik ke lantai atas.

"Ma, Anin sama Mama dulu." ucap Viny. Mama Anin langsung mengambil alih Anin dan membawanya ke kamar sementara Viny membalikkan badannya menatap Shani yang sedaritadi diam.

"Kamu tunggu di kamar aku aja dulu." Ucap Viny sambil membuka pintu yang berada di sebelah kamar Anin.

"Tapi--."

"Udah gakpapa, aku mau ke kamar Anin dulu. Setelah itu aku anterin kamu pulang, oke?" Ucap Viny tersenyum. Shani pun akhirnya menganggukkan kepalanya lalu masuk ke dalam kamar Viny.

"Duduk aja di kasur atau di kursi meja belajar. Aku ke kamar Anin dulu." Ucap Viny yang langsung pergi tanpa menunggu jawaban Shani.

Shani pun duduk di tepi ranjang, memperhatikan sekeliling kamar Viny yang didominasi warna putih. Barang-barangnya tertata berantakan lebih tepatnya artistik.

Kedua bola mata Shani berhenti pada meja belajar Viny, buku miliknya ada di atasnya. Nampaknya Viny benar-benar membacanya.

"Maaf jadi bawa kamu ke rumah tiba-tiba."

Shani menoleh dan mendapati Viny masuk sambil membawakan segelas jeruk dingin.

"Gak apa, kok." Jawab Shani sambil mengambil alih gelas tersebut.

Viny ikut duduk di samping Shani. Menunduk. Nampak memikirkan sesuatu. Shani menyadari itu, namun ia tetap diam. Menunggu apa yang diucapkan Viny.

"Aku-"

"Kak."

Viny dan Shani terkekeh pelan karena berbicara di waktu yang bersamaan.

"Kamu dulu, Kak."

"Gak, kamu dulu aja, Shan."

"Hmm, keadaan Anin udah mendingan?"

Viny mengangguk lemah. "Ya, setidaknya dia udah gak nangis lagi. Mungkin sekarang udah tidur."

"Syukurlah."

"Maaf atas insiden yang gak enak ini."

Shani mengerutkan keningnya. "Kenapa kamu yang minta maaf? Adik kamu loh yang hampir kecelakaan."

"Ya, begitulah."

"Apasih, Kak. Terus kamu mau ngomong apa?"

Viny mengangkat kepalanya. Menatap kedua bola mata indah Shani dalam-dalam. Viny menghela kasar nafasnya. Ia tidak tahu harus bagaimana memulai cerita. Apalagi hal yang baru saja dialaminya terasa konyol.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 07, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A NephilimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang