"Ara, memangnya kamu nggak bosan, ya?" tanya Ran sambil memandang anaknya cekikikan.
Tiara tampak bingung atas pertanyaan yang dilontarkan tantenya itu. Sedangkan Arta tampak menatap curiga ibunya, yang ia yakini pasti ada unsur dirinya."Bosan kenapa, tan? Tinggal sama mama? Ya bosan, lah——Aduh!" Tiara mengelus kepalanya yang di sentil mamanya.
"Minta di sentil, kamu, ya! Sana kemasin barang kamu!" galak Refani, Mama Tiara, sambil menatap Tiara tajam. Becanda doang, sih.
"Hehehe ... Nggak kok, mama cantiiik! Ara cuma bosan aja ngeliat mama yang sama setiap hari——Hiyaaaaaaa!!" Tiara berlari kabur mengelilingi ruangan sambil tertawa ngakak, menghindari sentilan kedua dari mamanya.
Arta tertawa geli melihat tingkah anak-ibu itu. Sementara Alwan memperhatikan dari sofa di sudut ruangan, dan Ardi tampak menahan tawa di samping Kiyan, di lantai.
"Hahaha. Bukan itu maksud Tante. Tapi, dari bayi sampai sekarang kan, Ara sama Arta terus. Tidur aja sering bareng. Gak bosan, nih?" ceplosan Tante Ran membuat Arta, Alwan dan Ardi tersentak tiba-tiba.
"Ma!" Arta menatap mamanya kesal. Iya mereka dulu memang pernah tidur bareng, mandi bareng. Tapi kan waktu masih kecil! Pas mandi pakaian mereka juga lengkap, kok! Bahkan ada orangtua mereka.
"Arta kan dulu masih kecil!" desis Arta semakin kesal melihat Ran dan Refani tertawa cekikikan.
"Lah? Bukannya Minggu liburan kemarin Arta nginep—"
"Mama! Kan ada bang Reka! Udah ah, Jangan nyebar gosip gak penting disini. Udah lama gak ketemu Tante Re, kan? Sana!" usir Arta mendorong ibunya menjauh dari Ruang Keluarga ke Ruang Tamu.
"Aduuuhh ... Anak Mama kok jadi kasar, sih? Butuh pendamping, ya?" goda Ran sambil menggaet tangan Refani ke ruang depan.
"Anak kita kira-kira jo—"
"Iya, Jomblo! Sana!" potong Arta kesal melihat Mamanya semakin gencar menggodanya dengan Tiara. Sedangkan dua tante-tante itu tampak tertawa bersama, tidak peduli bahwa di Ruang Keluarga terasa aura Awkward yang sangat kuat.
"His!" gerutu Arta sambil mengacak rambutnya. Diliriknya Tiara yang ternyata sedang menatap Arta. Buru-buru Tiara memalingkan pandangannya.
"Ehem." deham Alwan mencari perhatian seluruh remaja disana.
"Kok, gue bisa gak tau kalian dekat?" lanjut Alwan sambil menatap Arta.
"Memang lo harus tau?" ketus Tiara memandang Alwan tajam. Alwan mengangkat kedua bahunya.
"Secara, gue kan sepupu dekat Arta." tegas Alwan menatap Ara balik. Tiara tampak melengos, tak peduli.
"Gue ke kamar, deh." pamit Tiara sambil beranjak ke kamar, meninggalkan tiga remaja laki-laki disana. Arta hanya menatap punggung Tiara sebelum tertutup pintu kamar.
Sesaat, pandangannya teralihkan ke lantai dekat TV dimana Kiyan berbaring pulas di samping Ardi.
"Btw, lo, kok bisa bareng Tiara, Di?" tanya Arta penasaran. Lebih lagi, Ardi tampak diam saja daritadi.
"Nganter. Gue duluan, yo." balas Ardi singkat tanpa menunggu balasan dari yang lain, beranjak ke Ruang Tamu setelah memindahkan Kiyan ke sofa.
Ardi berbincang sebentar dengan kedua Ibu di depan, sebelum pamit pergi.
"Ta." panggil Alwan menatap Arta meminta penjelasan. Arta menghela napas.
"Gue, kan, gak perlu cerita ke elo kalau gue deket sama Ara." jelas Arta sambil merebahkan diri di sofa panjang. Alwan bersungut sambil pindah ke sebrang sofa Arta.
"Ya perlu, lah. Lo mau rahasia-rahasiaan, gitu?" kesal Alwan ngotot minta penjelasan.
"Ya elah. Lo juga gak ngasih tau gue, kalau lo kenal dia. Lagian, Wan, Ara tinggal di sini sedangkan lo di Bandung. Ya mana bisa tau, lah." pertegas Arta sambil menghadap ke Alwan yang sedang menatapnya kesal.
"Udah ah, bosen gue. Lo juga gak ngasih tau gue lo kenal Tante Re." sambung Arta.
"Iya deh, iya. Gue kenal Bu Refani karena Ayah gue sering cerita. Ibunya Tiara itu sekarang jadi model iklan perusahaan Ayah gue. Udah? Ada yang mau lo tanyain lagi?"
Arta menggeleng serentak dengan pintu kamar Tiara yang terbuka. Tiara keluar dari kamar dengan berganti pakaian, karena sebelumnya memakai seragam.
"Lo mandi?" tanya Arta melihat Rambut panjang Tiara yang lepek karena basah. Tiara mengangguk sambil berjalan ke Ruang Tamu.
"Tante Ran sama Arta pulang malam?" tanyanya pada tantenya. Posisi sekarang sudah maghrib, bertepatan dengan adzan yang baru berkumandang.
"Wah, sudah malam, ya? Tante gak sadar. Jam sembilan ini tante ada kumpul di Hotel Greenziurie. Jadi tante gak lama-lama. Maaf, ya." sesal Ran yang masih ingin tinggal lebih lama. Tiara hanya mengangguk sambil tersenyum.
"Gapapa, Tan. Nanti kapan-kapan, nginap disini ya, Tan." ucapnya sambil menyalimi Ran.
"Oh, kalau mau, Arta bisa kok nginap disini." lanjut Ran sambil mengedipkan sebelah matanya. Ara langsung tersenyum canggung.
"Ahaha ... Itu terserah Arta, deh, Tan." balas Tiara sambil menggaruk lehernya karena canggung.
Syukurnya, Arta muncul dengan Alwan mengikuti. Tatapan sebalnya masih tertuju pada Ran.
"Mama mau Arta sekolah apa nikah, sih? Daritadi comblangin anak mulu."
Ran tersenyum menatap anak bujangnya yang mulai kesal.
"Niat mama baik, kok. Kan mama mau kumpul sampai jam 11 malam. Nanti kalau kamu kelaparan, siapa yang ngurusin? Kan, kalau disini, ada Refani." tutur Ran lembut. Arta hanya mendengus pelan, menimbang.
"Emm... Arta bisa tinggal di tempat Alwan, Tante." potong Alwan sambil menatap Ran dengan tersenyum. Ran balik menatapnya.
"Alwan tinggal dimana sekarang? Kok tante baru tau kamu disini?" tanya Ran. Alwan meminta maaf.
"Perpindahan kami buru-buru, Tan. Jadi tidak sempat mengabari. Baru Alwan yang tinggal di rumah sekarang. Ayah Ibu masih di Bandung." jelas Alwan.
Ran manggut-manggut dan menyuruh Arta menginap di rumah Alwan. Karena Ran tahu, Alwan jago memasak dan mantan PMR waktu smp, jadi Ran tidak khawatir.
Arta mengangguk."Yasudah, Yuk. Sebaiknya kami pulang sekarang. Maaf ya, Re, tidak bisa berlama-lama." ucap Ran sambil bersalaman dengan Refani.
Mereka mengantar Ran, Alwan dan Arta ke pintu depan.
"Ta, sini dulu ... " panggil Tiara pada Arta sebelum mereka berangkat. Arta mendekat, "Ya?"
Tiara membisikkan sesuatu sehingga Arta spontan menatap kaget.
" ... Lo serius, Ra?"
••• ToD •••
a/n
Maaf telat nyetor...
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth Or Dare [HIATUS]
Teen FictionSejujurnya, pertemuan dan perpisahan itu adalah takdir. Meski berulang kali kau pertahankan, atau kau perjuangkan, yang namanya takdir perpisahan, tak elak kau putuskan. Atau berulang kali kau menolak, menjauh dari seseorang, yang namanya takdir per...