Me?
Cast :
Jung Soo Ah (Original character)
Cha Eunwoo
Nam Joo Hyuk
Soo Ah (original character)
Hana (Original character)Chapter 1
Seoul malam hari tampak masih sibuk. Gemerlap lampu kota membuat malam semakin indah. Siapapun yang melihatnya pasti akan jatuh cinta pada gemerlapnya kota ini dimalam hari. Kususuri jalan sambil sesekali kulemparkan pandangan pada etalase-eralase toko yang memperlihatkan berbagai macam pakaian musim panas yang sangat lucu. Tidak sedikit dari pakaian-pakaian itu yang menarik perhatianku. Ingin rasanya aku membeli salah satu dari deretan pakaian itu, tapi apa daya aku yang hidup pas-pasan ini tidak mampu membelinya. Sebenarnya bisa saja aku membeli satu atau dua potong, tapi aku harus hidup hemat dan kurasa membeli pakaian baru bukanlah prioritasku saat ini.
Selain itu, baju-baju yang kumiliki juga masih terlihat bagus dan layak untuk dipakai. Baju-baju yang kumiliki hampir semuanya merupakan baju branded yang memang berkualitas sehingga cukup untuk kupakai hingga beberapa tahun tanpa perlu ak membeli yang baru. Perlu diketahui bahwa semua yang kupakai adalah pemberian dari bibiku. Saat dia sudah bosan dengan barang-barangnya maka barang-barang lamanya akan diberikan padaku. Walaupun barang bekas tetapi aku senang karena belum tentu aku sanggup membelinya sendiri.Kupikir orang-orang mengira adalah putri dari keluarga kaya raya karena barang-barang yang kupakai adalah barang-barang mahal. Mereka tidak tahu, kalau semua ini adalah barang bekas. Lucu rasanya saat ingat teman-temanku mengatakan bahwa aku putri keluarga kaya, mereka tampak memujiku bak dewi karena barang-barang yang kupakai. Tapi ketika kuceritakan yang sebenarnya, mereka sema langsung memandangku dengan penuh rasa kasihan. Ya, aku benci dikasihani. Itulah mengapa sejak saat itu aku tidak pernah menceritakan tentang diriku secara detail, kubiarkan mereka memandangku dengan anggapan mereka sendiri. Aku tidak peduli. Tanpa kusadari aku sudah berada didekat kawasan apartmentku. Aku bergega masuk, rasanya aku ingin segera merebahkan tubuh ini.
Kubuka pintu apartmen mungilku, apartmen yang sangat biasa dan jauh dari kata mewah. Disinilah aku merasa nyaman dengan kesendirianku tanpa ada yang mengganggu. Apartmen yang kusewa dengan uangku sendiri. Tidak hanya sewa apartemen, tetapi seluruh biaya hidupku kubiayai sendiri bahkan sesekali aku turut memberi uang pada orangtuaku di Busan.
*drrrrrrrttt*
Kulihat handphone ku bergetar, lekas-lekas kuraihnya dan kubaca pesan itu.
"Soo Ah apa kamu ada uang? Uang kami habis dan persediaan beras mulai menipis. Jika kau ada uang tolong pinjami ayah, nanti akan ayah ganti"
Aku menghelas nafas panjang. Ya, selalu seperti itu. Rasanya baru dua minggu yang lalu aku kirim uang. Meskipun ayah berkata hanya meminjam, selama ini tidak sepeserpun kuterima uang dari ayah yang katanya dipinjam itu. Aku tahu sudah kewajibanku menafkahi keluargaku mengingat kedua orangtuaku adalah pengangguran sedangkan adikku masih duduk dibangku sekolah dasar, dan akulah anak tertua yang mengemban tanggung jawab keluarga. Tapi terkadang aku merasa kesal, orangtuaku sering kali terlalu menghamburkan uang pemberianku untuk hal-hal lain yang bukan menjadi prioritas utama. Bahkan dulu saat aku masih sekolah, mereka sering menjual barang-barang pemberian bibiku seperti laptop, handphone, dan beberapa perhiasanku. Menyebalkan memang, tapi bagaimanapun mereka adalah orangtuaku.Keluarga ku bisa dibilang merupakan keluarga yang cukup terpandang dan mapan di Busan, tetapi tidak dengan orangtuaku. Semua bibiku sukses dan kaya, tetapi orangtuaku tidak. Aku memahami kondisi itu, karena sifat ayah dan ibuku yang sangat manja. Saat masih muda, ayah dan ibuku selalu mendapat apa yang mereka mau dari orangtua mereka. Hingga akhirnya mereka menikah muda, mereka tidak bisa mendapat pekerjaan tetap karenanya. Saat orangtuaku menikah, ayahku masih berstatus mahasiswa tingkat akhir dan ibuku masih seorang siswi sekolah menengah atas. Mereka memutuskan menikah muda dan meninggalkan sekolah. Awalnya kakekku dan saudara lainnya membantu ayahku memberikan pekerjaan tetap dengan bantuan relasi-relasi kakek yang cukup luas. Tapi ayahku terlalu pemalas, sehingga dia sering meninggalkan pekerjaan, dan membuat orang-orang enggan memberikan pekerjaan lagi padanya. Sampai aku masuk sekolah menengah pertama, orangtuaku tetap seperti itu, hidup mengandalkan penghasilan dari pekerjaan yang tidak tetap dan warisan pemberian orang tua masing-masing. Hingga saat mereka tidak punya apa-apa lagi, mereka tetap hidup seperti itu. Tidak jarang pula ayahku meminta uang pada nenekku. Sering pula ayah dan ibuku bertengkar karena masalah ekonomi. Hingga akhirnya nenekku memintaku untuk tinggal bersamanya dan bibiku.
Begitu nenek memintaku untuk pindah kerumah bibi, seluruh biaya hidupku ditanggung bibi. Bibiku juga sering memberi uang pada orangtuaku. Dia memberikan apa yang tidak bisa diberikan oleh orangtuaku dalam hal materi. Harus ku akui dia baik, sangat baik. Hingga akhirnya pada tahun keduaku di sekolah menengah pertama, pamanku pulang dari Lexington. Kepulangannya ke Seoul membuat bibiku sedikit berubah.
Bagaimana tidak, selama paman di Lexington bibi tidak pernah kekurangan apapun. Dia selalu mendapat kiriman uang yang berlimpah dari suaminya itu. Tetapi sejak kepulangan oaman yang tidak membawa cukup banyak uang, akhirnya kondisi ekonomu bibi jadi berubah walaupun tidak seburuk kedua orangtuaku. Sejak saat itu aku tidak lagi mendapat uang saku, segala kegiatan sekolahku terhambat biaya. Yang paling membuat hatiku trenyuh hingga masa sekolah menengah atas adalah perubahan yang terjadi pada bibiku. Sikapnya jadi semakin tidak bersahabat, entah padaku ataupun pada nenekku. Saat saudara kami yang lain datang, mereka termasuk bibiku selalu mencibir kedua orangtuaku. Tidak jarang pula mereka memakai kata-kata kasar dalam perbincangan mereka mengenai orangtuaku. Mereka melakukan percakapan itu disampingku tanpa ada rasa sungkan. Bibiku yang banyak membantuku dan orangtuaku yang paling mencela, merasa dia yang paling berjasa membantu orangtuaku. Sungguh hatiku sakit pendengar semua itu, tapi apa daya karena memang semua yang mereka katakan adalah benar. Benar bahwa ayahku adalah pengangguran yang membuag nama keluarga besar kami jadi buruk, benar bahwa bibi dan keluargaku yang lainnya telah banyak membantu kami dalam hal materi, dan benar bahwa mereka bisa bebas mencela kami karena memang kami selalu merepotkan mereka.
Aku terdiam kala itu, aku marah mereka mencela orangtuaku tapi disisi lain akupun kesal pada orangtuaku karena merekalah yang membuat semua ini terjadi. Jika saja ayahku tiak menganggur tentu mereka tidak akan mencela kami. Jika saja ayahku mampu menyekolahkan aku, pasti mereka tidak akan berkata seperti itu.
"Soo Ah sadarlah, kau hanya numpang dirumah ini. Tidak sepantasnya kau marah karena perkataan mereka" Aku membatin seraya menangis sendiri didalam kamarku. Kamar dirumah bibiku, kamar paling ujung dan belakang yang diberikan bibi untuk tempatku berteduh.Ah sudahlah, masa itu sudah berakhir. Sekarang aku sudah kuliah jauh dari keluargaku. Aku tidak perlu lagi menumpang dirumah bibi, aku bisa hidup sendiri disini. Aku bisa kuliah karena mendapat beasiswa penuh dari pemerintah. Sementara untuk kebutuhan sehari-hari aku bekerja sampingan setelah kuliah. Berat memang, tapi aku lebih bahagia. Tidak ada ocehan, tidak ada celaan, aku hidup sendiri dengan damai.
~ To be continue ~