Part 21

105 10 13
                                    

Masumoto meninggalkan rumah sakit ketika senja baru saja usai. Sejenak menengok Ikeda Aoi, ingin tahu perkembangannya. "Mia, saya pulang dulu." Matsumoto pamit.

"Iya, Sensei," jawab Mia seraya merapihkan ruangan sebelum ditinggali.

Matsumoto menanggalkan jas dokter di kursi lantas meninggalkan ruangan. Di persimpangan bangsal, Matsumoto berpapasan dengan Yamato Irashi. "Konnichiwa, Yamato-sensei! sapa Matsumoto.

"Konnichiwa! Sudah lama kita tidak bertemu," sapa balik Yamato, "mau ke mana?" tanya Yamato.

"Ah, mau ke bangsal Ikeda-sensei." Matsumoto menunjuk ke arah bangsal Ikeda Aoi yang berada tiga bangsal dari tempatnya berdiri.

"Ikeda-sensei dirawat?" terkejut Yamato.

"Hai."

"Sakit apa?"

"Hanya luka kecil." Matsumoto terpaksa berbohong agar berita ini tidak tersebar ke seluruh elemen rumah sakit, "baiklah Sensei, saya duluan!" Matsumoto membungkukkan tubuhnya sedikit lantas meninggalkan Yamato.

Yamato pun tanpa rasa penasaran, melanjutkan langkahnya.

Matsumoto tiba di depan bangsal Ikeda Aoi. Dia masuk ke dalam setelah mengetuk pintu dahulu. Di dalam bangsal, Matsumoto mendapati Ikeda Eri tengah menggenggam tangan suaminya yang belum juga sadar. Ikeda Aoi kembali benapas dengan bantuan tabung oksigen.

"Sayang, bangunlah!" pinta Ikeda Eri terisak.

Melihat kesedihan di depan matanya, membuat Matsumoto iba dan ingin mencari tahu siapa yang berbuat seperti ini kepada sejawat lamanya.

Ikeda Eri menyadari kedatangan Matsumoto yang masih berdiri di depan pintu. "Sensei." Ikeda Eri beranjak dari tempat duduknya.

Matsumoto menganggukan kepala. "Bagaimana keadaan Aoi?"

Ikeda Eri menggeleng. "Belum ada perubahan dari tadi."

Matsumoto diam sejenak melihat raut kekhawatiran wanita di depannya.

"Saya curiga ada yang ingin mencelakai suami saya. Tidak mungkin dia tiba-tiba kejang. Sebelum saya ke kantin, dia baik-baik saja. Bahkan sempat bercanda dengan saya. Pasti ada yang menyusup ke sini ketika saya tidak ada." Ikeda Eri terus meracau utarakan kecurigaannya.

Sebenarnya Matsumoto juga menaruh kecurigaan yang sama. Setelah beberapa hari ini banyak kejanggalan yang belum terselesaikan. Matsumoto kesulitan menyambung benang merah dari berbagai peristiwa. Dia tidak ingin salah mengambil keputusan, takut-takut salah menuduh. "Kuncinya ada di Aoi. Jika dia sadar, terpecahkanlah siapa pelakunya," jelas Matsumoto.

Ikeda Eri hanya mengangguk lantas menatap lekat suaminya.

"Baiklah, saya pamit dulu. Kalau Aoi sudah sadar, tolong kabari saya!" pinta Matsumoto.

"Baik, Sensei."

Matsumoto memutar tubuhnya dan keluar dari bangsal. Di dalam mobil, dia teringat Kyoko dan Yamami. Sudah lama tidak mampir ke okiya milik Yamami.

Setibanya di okiya, Matsumoto tidak melihat Kyoko di sana. Hanya Yamami yang tengah melayani beberapa pelanggan. Bahkan biasanya Kyoko menari di depan, kini tak tampak wajahnya. Matsumoto meletakan tasnya di sebuah meja kosong lantas duduk di sana. Kedua matanya belum juga teralih dari geisha yang tengah menari. Dia berharap penglihatannya salah dan ada Kyoko di sana.

Yamami menyadari kedatangan Matsumoto. Wanita itu segera menghampirinya. "Konnichiwa, Matsumoto-sensei," sapa Yamami.

"Ah, konnichiwa, Yamami-san," sapa balik Matsumoto.

"Baru ke sini lagi." Yamami duduk di samping Matsumoto.

"Hai. Kyoko-san mana?" tanya Matsumoto langsung.

"Ah, iya. Tadi dia bilang tidak bekerja hari ini. Katanya ada urusan dulu," jelas Yamami.

"Ke mana?"

Yamami memiringkan kepalanya seraya berpikir. "Rasanya dia tidak menyebut mau ke mana. Doushite desuka?"

Matsumoto menyeringai. "Tidak apa-apa. Tadinya saya ke sini mau bertemu dengan Kyoko-san. Tapi dia lagi tidak ada." Matsumoto berusaha menutupi kecurigaannya.

"Soo desu ka. Ah, mau minum sake, Sensei?"

"Boleh. Minum sake enak sepertinya."

"Chotto matte." Yamami beranjak meninggalkan Matsumoto.

Okiya kini tengah ramai. Sayang sekali Kyoko tidak ada. Matsumoto kembali mengingat pertama kali dia melihat gadis itu menari. Sungguh memesona. "Ke mana Kyoko-san?" lirihnya seraya matanya menyapu seisi okiya.

Tak lama Yamami kembali membawa satu botol sake lantas menuangkan ke dalam gelas. "Silakan, Sensei!" Yamami meletakkan gelas di depan Matsumoto.

Matsumoto meneguk sake yang diberikan Yamami. "Ah, Yamami-san, saya pamit dulu."

"Kenapa buru-buru sekali, Sensei? Apa karena tidak ada Kyoko?" Yamami menyeringai.

Matsumoto mengibas kedua tangannya. "Tidak! Tidak!" wajah Matsumoto memerah, "permisi, Yamami-san!" Matsumoto beranjak dari tempat duduknya lantas membungkukan tubuhnya sebagai salam kepada Yamami.

Yamami hanya tersenyum tipis melihat kepergian Matsumoto. Setelah Matsumoto menghilang dari pandangannya, Yamami kembali melayani pelanggan.

Sementara itu Akiane tengah memeluk kedua kaki di teras rumah. Dari kejauhan, dia melihat sosok wanita berdiri di depan rumah Matsumoto. Wajahnya tak terlihat. Sinar lampu jalan tak cukup menampakan wajah di balik geraian rambut panjangnya. Akiane keluar dari rumah dan mendekati wanita itu. "Permisi. Cari siapa?" tanya Akiane

Wanita itu hanya diam dan mendelik ke arah Akiane.

Akiane mengerutkan kening melihat ekspresi datarnya. Mulutnya tak juga bergerak.

"Maaf, Anda temannya Senpai?" tanya Akiane lagi. Tampaknya dia begitu penasaran.

"Hai (maaf)?" Akhirnya suara wanita itu keluar.

"Ah, Maksud saya Matsumoto Akira."

"Doushite?"

Doushite desuka : Kenapa

Soo desu ka : Begitu, ya

Chotto matte : Tunggu sebentar


Musik : 7!! - Orange


Another MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang