Aku masuk ke dalam rumahku. Rumahku yang sepi karena ibu, ayah dan adikku sedang pergi ke rumah paman yang sedang mengadakan acara syukuran. Harusnya sepulang sekolah aku langsung ke sana, tapi aku beralasan tidak enak badan pada ibu. Padahal alasan sebenarnya adalah karena aku bertemu dengan Danu. Dalam keadaan rumah yang sepi seperti ini, sungguh suasana yang tepat untuk meluapkan kesedihanku.
Aku masuk ke dalam kamarku, kurebahkan badanku yang masih memakai seragam sekolah ke atas kasur. Aku menangis, menangisi hal yang baru pertama kali kutangisi. Mataku langsung sembab, banyak sekali yang ingin kukatakan pada Danu. Aku bangkit dari kasurku dan menuju meja belajar. Kuambil sebuah kertas dan pulpen. Kutuliskan kata-kata yang ingin kusampaikan pada Danu.
Danu, terima kasih karena pernah hadir di hidupku, di hariku, juga di mimpiku. Banyak hal yang baru kualami ketika bersamamu. Kau tahu bahwa aku tidak pernah pacaran? Bahkan menyukai seorang lelaki pun aku tidak pernah. Kamu yang pertama. Kamu lelaki pertama yang kukenalkan kepada keluargaku. Kamu lelaki pertama yang pernah datang ke rumahku. Kamu lelaki pertama yang pernah pergi jalan-jalan denganku. Kamu lelaki pertama yang pernah mengajakku berkeliling di jalanan. Kamu lelaki pertama yang selalu aku rindu. Kamu lelaki pertama yang kuanggap memiliki senyum paling manis. Terima kasih Danu. Terima kasih untuk semuanya. Terima kasih untuk tawa yang pernah kau berikan. Terima kasih untuk bahagia yang pernah kau berikan. Terima kasih untuk rasa yang pernah kau berikan. Terima kasih untuk harapan yang pernah kau berikan. Kini aku tahu, jatuh cinta berarti harus patah hati juga.
Kata-kata yang kutulis bukanlah untuk kuberikan pada Danu. Aku tidak akan mengejarnya lagi. Danu sudah menyerah padaku, aku pun juga. Tulisan itu kuselipkan di buku diary-ku, diary pemberian ayahnya Fera. Tangisku sudah mereda. Kurebahkan lagi tubuhku di kasur. Hingga aku pun tertidur.
※※※
"Tiya?" kak Vino menyapaku.
Saat ini aku sedang berada di sebuah toko buku sendirian. Namun tiba-tiba kak Vino menghampiriku. Gayanya sudah berbeda, dia terlihat lebih gaul dan semakin cool.
"Eh, Kak Vino?" sapaku juga.
"Kebetulan banget ketemu di sini. Sendiri aja?" tanyanya padaku.
"Iya, Kak. Kakak juga?" tanyaku.
"Tadi sih sama temen, tapi temennya pulang duluan," jawab kak Vino.
"Kakak gak kuliah?" tanyaku.
"Lagi gak ada jam," jawab kak Vino.
"Oh," jawabku singkat.
"Tiya, udah lama gak ketemu sama kamu. Kita makan es krim di tempat yang baru buka itu, yuk!" ajak kak Vino.
"Boleh," jawabku.
Setelah menemukan buku yang kami cari, kami pun pergi ke cafe es krim yang tepat di depan toko buku itu.
"Kamu masih sama Danu?" tanya kak Vino setelah beberapa menit kita hanya saling diam.
Aku menjawab dengan menggelengkan kepalaku sambil tersenyum.
"Kamu masih manis ya, Ya?" kata kak Vino.
"Makasih," jawabku.
"Terus, kamu masih gak suka sama Kakak?" tanya kak Vino.
Pertanyaan kak Vino membuat mulutku yang sedang melahap es krim berhenti. Aku tersenyum sambil menatap kak Vino.
"Kak, makasih udah suka sama aku. Aku seneng kok. Tapi hati itu gak bisa dipaksa, Kak. Tiap orang punya seleranya masing-masing. Kalo aku terima Kakak, tapi hatiku gak terima, berarti aku jahat dong? Kakak tunggu aja, di kampus pasti banyak yang lebih menarik kok dari aku," jelasku.
"Iya ih, iya. Kakak kan cuma nanya. Bukan nembak lagi. Baper banget sih?" kata kak Vino sambil tertawa.
"Ih, Kakak ngeselin!" kataku sambil memukul bahu kak Vino.
Maafkan aku Danu, aku memang tidak bisa menerima kak Vino. Aku rasa hatiku belum siap untuk memulai cinta-cintaan.
-SELESAI-
KAMU SEDANG MEMBACA
Brondong Lovers ✔️ [Completed]
Fiksi RemajaAku yang belum pernah pacaran ini menyukai Danu si adik kelas. Tapi ternyata kak Vino sang ketua OSIS menembakku. Sedangkan Fera sahabatku sendiri selalu cerita padaku bahwa dia menyukai kak Vino. Hatiku terbalas oleh Danu yang diam-diam ternyata me...