Autumn melangkah menuruni tangga dengan langkah pelan agar tidak menimbulkan suara sekecil apapun. Matanya menatap lurus kedepan, fikirannya masih terbayang pada kejadian sore tadi
-------------------------
"Gue ngga suka dengar suara dia" ujar Autumn ketika lantunan lagu itu berhenti
"Gue tahu" pemuda disampingnya, Winter, mengangguk.
Kemudian lengang, tidak ada yang bersuara,
Membiarkan angin menjadi orang ketiga diantara mereka"Tapi, coba lo lihat dunia dari sudut pandang Summer" Winter menambahkan
Autumn menoleh, menatapnya dengan tatapan tidak mengerti
"Umurnua sebelas dan dia menjadi yatim piatu, ngga punya siapapun yang bisa dipercayainya selain kakaknya" pemuda itu tidak sekalipun menatap wajah gadis disebelahnya ketika berbicara
"Tapi kakaknya.. Trauma" lanjutnya lagi, sementara Autumn meneguk ludahnya
"Kakaknya selalu histeris ketika mendengar dia berbicara. Masalahnya sederhana, hanya karna suaranya mirip dengan Alm sang papa"
"Umurnya sebelas, dan dia sepenuhnya sendirian.""Bagi sang kakak, masalahnya hanya sesederhana itu. Tapi bagi sang adik ternyata jauh lebih rumit"
"Bertahun-tahun, sendirian. Apa lo bisa membayangkan itu, Autumn?"
Tidak! Jelas gadis itu tidak bisa!
Ia kini mengerti, mengerti makna yang tersirat dari perkataan Winter.Dan airmatanya kembali berderai
--------------------------
Dan disinilah Autumn berada sekarang, didepan pintu yang dipenuhi oleh grafiti handmade.
Gadis itu mengetuk pintunya beberapa kali, kemudian diam menunggu.
Tak lama, terdengar suara kunci diputar dari dalam dan pintu terbuka menampakan pemuda berambut coklat kehitaman berbalut kaus oblong, rambutnya tampak acak-acakan.Autumn menatap postur adiknya, memperhatikan wajah adik kandungnya yang jarang sekali ia tatap selama lima tahun terakhir
Kemudian rasa bersalah mulai menyelimuti.Gadis itu lantas menubruk pemuda didepannya, memeluknya dengan erat.
Sekuat mungkin menahan air matanya yang kini ingin keluar lagi."Maaf Sam, maafin kakak.." Ujarnya dengan suara parau.
"Kenapa minta maaf?"
Suara berat itu membuat tubuh Autumn bergetar hebat. Bukan karna ia tidak suka mendengarnya. Tapi karna ia merasa bersalah.
Gadis itu melepaskan pelukannya dan mendongak menatap sang adik yang lebih tinggi beberapa centi
"Karna sudah membiarkanmu melalui hari-hari berat itu sendirian.
Kakak ngga pernah tahu kalau kamu juga sesakit itu, yang kakak fikirkan hanyalah trauma kakak ketika mendengar kamu berbicara. Mendengar kamu tertawa persis seperti mendengar tawa Papa, hati kakak selalu teriris mendengarnya. Dan kakak malah membiarkanmu sendirian" Air matanya meluncur begitu saja, padahal ia sudah sekuat mungkin menahannya."Bertahun-tahun kakak benci sekali dengan takdir kepergiaan orangtua kita Sam, sampai akhirnya kakak kira kakak sudah bisa mengikhlaskan mereka. Tetapi seseorang muncul, memberikan kakak pemahaman yang benar"
"Ternyata.. Ternyata kakak belum bisa berdamai dengan takdir kejam itu, kakak masih berlari menjauhinya.
Lantas setelah pemahaman itu datang, kakak mengerti bahwa itu semua sia-sia, tidak perlu kakak lawan takdir kejam itu, tidak perlu kakak berlari menjauhinya, kakak hanya perlu memeluknya seperti yang kamu lakukan" Bahu gadis itu bergetar, dia tergugu tak kuasa menahan derai airmata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Winter
Teen Fiction-C o m p l e t e d Dia Winter. Si genius yang paling genius di Iris High School. Juga ketua osis kebanggaan guru. Si dingin yang paling dingin tetapi selalu dipuja oleh para wanita. Dia Winter. Winter Mahesa Dirga. Si ambisius yang gelap mata akan c...