002

14.6K 2.9K 3.6K
                                    






"Mau apa?" Tanya Arin begitu mereka tiba di café yang di maksud Arin.

Café ini bisa di bilang café langganan Arin dan teman - teman sejawat nya. Apalagi kalau dia dapet shift malam. Kopi dari café ini lah yang bakal jadi andalan Arin setiap hari nya. Arin yang dulu nggak begitu suka kopi jadi maniak kopi sekarang ini.

Sejak masa koass sih dia jadi maniak banget yang nama nya kopi. Apalagi yang nama nya americano. Paling nampol banget buat Arin, mata bisa melek sepanjang malam.

"Jeno udah makan belum sih? Kasihan perut nya kalau belum makan tapi udah minum kopi." Kata Arin.

"Kopi udah asupan sehari - sehari kak Arin." Jawab nya santai lalu menunjuk salah satu menu yang terpampang di dinding depannya.

Arin mengangguk seakan dia amat sangat paham kenapa kopi sudah menjadi teman baik dirinya maupun Jeno.

No cofee no life kalau kata anak senja.

"Terimakasih, mas. Nanti pesanannya di panggil, ya." Ucap seorang penjaga café nya setelah memberi kembalian ke Jeno.

"Malah jadi Jeno yang bayarin?" Sungut Arin lalu jalan ke arah salah satu meja kosong. Lebih tepat nya, kosong semua meja dan kursi di ruangan ini.

Bukan karena tidak laku. Tapi, terlalu pagi untuk di singgahi walau hanya sekedar bertemu teman atau menikmati kopi latte.

Arin yang sejak tadi masih memakai snelli nya. Buru - buru ia melepas dan di letakkannya di punggung kursi, sama hal nya dengan Jeno. Beda nya, lelaki satu ini menaruh di kursi kosong sampingnya.

"Sekali - kali traktir kak Arin. Kan udah lama juga." Jawab Jeno yang seperti nya baru sempat membalas ucapan Arin tadi.

Arin pun tersenyum, "makasih ya. Tapi kok bisa sampai sini? Gimana ceritanya?" Tanya Arin.

"Bisa lah." jawab Jeno

"Kemana aja? Kok ngilang?" Tanya Arin, yang kini sibuk membenarkan ikat rambutnya yang kembali berantakan.

Jeno senyum, melihat aktivitas Arin yang sibuk dengan rambutnya. Rupanya masih terlihat cantik walau belum mandi dari kemarin sore. Atau dalam keadaan berantakan sekalipun.

"Ada kak Arin kali yang ngilang, nggak ada kabar. Di hubungi susah banget." Sungut Jeno.

"Enggak, kan Jeno juga tahu sendiri gimana hectic nya rumah sakit?" Jawab Arin masih mencoba membela diri.

Jeno malah tertawa, lalu mengacak rambut Arin, "masih lucu aja kak Arin, bawel nya nggak ilang." kata Jeno gemas.

"Ish!" Kesal Arin, yang kini kembali mengikat rambutnya.

"Mau periksa? Atau mau apa?" Tanya Arin lagi.

Jeno malah menghela nafas, lalu menaruh kedua tangannya ke atas meja selanjutnya ia mencondongkan badannya beberapa senti ke arah Arin.

"Mau ketemu kak Arin," jawabnya.

"Haha lucu." Jawab Arin dengan tawa hambarnya.

"Mana ada periksa bawa - bawa jas kebanggaan kaum kedokteran ini kak?" Jawab Jeno.

Arin malah terkekeh mendengar jawaban Jeno, "iya juga. Terus ngapain?"

"Jeno mulai besok PPDS kak Arin." jelasnya.

"Di sini?"

"Ya mau di mana? Masa mau di café sini?" Tanya Jeno, lalu menoleh karena mendengar nama nya dan nama Arin di panggil bersamaan.

"Bentar kak, Jeno ambilin." Kata Jeno lantas beranjak untuk mengambil 2 gelas kopi pesanan mereka.

Melihat Jeno kembali, ternyata banyak yang berubah dari diri Jeno. Entah lah sekian lama bahkan sudah 7 tahun sejak terakhir kali mereka bertemu di rumah di ulang tahun Jisung.

[4]Cotton Candy Skies ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang