"Kak Nan, kak Amalia kirim salam lagi buat kak Nan, katanya kali ini salamnya special," Milla melirik orang yang duduk disebelahnya sambil menyeringai.
"Walaikum salam," jawab Nanda acuh, jarinya tengah asyik menari-nari diatas papan keybord laptop. Laptop itu diletakkannya diatas meja bundar agak besar yang terbuat dari campuran semen dan pasir yang ada dihadapannya. Ditengah-tengah meja, terdapat tiang yang dibuat seperti batang pohon. Di ujung tiang tersebut, terdapat rangka-rangka besi yang terpasang atap berbahan polikarbonat yang juga berbentuk bundar sehingga menaungi seperti payung, meja yang ada dibawahnya. Di meja bundar tersebut terdapat 8 buah bangku yang semuanya mengelilingi meja. Bangku itu didesain seperti batang kayu gelondongan yang dibuat berdiri permanen agar bisa diduduki. Tempat itu dikalangan mahasiswa dikenal dengan sebutan payung Tarbiyah. Disebut begitu karena atap yang menaungi meja dan bangku dibawahnya, berbentuk seperti payung. Letaknya juga diarea fakultas Tarbiyah, tepatnya didepan gedung panjang berlantai 2, gedung jurusan PAI dan PBA, makanya disebut dengan payung Tarbiyah. Ada terdapat empat buah payung Tarbiya di tempat itu, letaknya berjejer antar satu sama lain, mengikuti bangunan gedung yang panjang disana.
Di tempat tersebut, orang yang di panggil kak Nan, sepertinya tengah sibuk mengerjakan sesuatu di dalam laptopnya. Tanpa memperdulikan apa yang terjadi disekitarnya, dia terus saja memfokuskan mata ke layar laptop, bahkan oleh mahasiswa yang tengah berseleweran. Sesaat kemudian fokus dia terganggu. Dia merasa orang yang ada disebelahnya serasa terus memandang dirinya. Kemudian dia melepaskan fokus dari layar laptop dan melirik kepada orang yang duduk disebelahnya.
"Eeh apaan seeh mukamu itu? enggak usah senyum senyum gak jelas kaya gitu juga kalee." protesnya
"Gak mau ngaseh salam balik?" tawar Milla maseh dalam keadaan menyeringai, dia bermaksud menggoda laki-laki yang style tambutnya mirip-mirip sama orang korea itu, rambutnya yang berponi menutupi sebagian besar dahinya.
"Enggak ahh nggapain juga, nanti dia malah ke ge eran lagi," tolak laki-laki itu acuh. Dia lalu kembali memfokuskan otaknya dengan apa yang sedari tadi dikerjakan di dalam laptop yang terpampang di hadapannya. Jari-jarinya kembali mengutak-atik tanpa ampun tombol-tombol abjad laptop.
"Ih kak Nan ini jahat, berapa kali kak Lia ngaseh salam sama kak Nan, engggk pernah kak Nan kasih salam balik, kasihan tuh kak Lianya, kirim salam balik kek sesekali." Cemberut Milla. Tapi walaupun sedang cemberut, tetap saja dia terlihat manis. Wajah putih bersihnya semakin mempertegas kesan manis rupanya.
"Heddeh kamu ini Milla, kalo kakak kirim salam balik, pasti si Amalia nyangka kakak bakal ngebalas perasaanya ato ada rasa dengannya, kan kamu tau sendiri kalau kakak berusaha untuk menghindarinya," terang Nanda menjelaskan alasannya.
"Owwh gitu ya kak Nan," Milla memonyongkan mulutnya, matanya melirik keatas, berfikir, dia mulai mengerti apa yang dimaksud kakaknya
"Ya iyya lah Milla, kamu ini jadi cewe jangan polos-polos amat napa? Lagian kenapa juga kamu mau saja terus ngirimin salam Amalia ke kakak, apa untungnya juga?" Cetaak, cetak, cetak, suara dari papan keybord oleh karena jari-jemari Nanda yang menari nari diatasnya terdengar nyaring.
"Ada dunk untungnya," Milla mmenjulurkan lidahnya, tersenyum.
"Haaaah jadi ada untungnya," kata Nanda dengan expresi tidak percaya.
"Heuh," Milla mmengangguk meyakinkan.
"Emang kamu disogok pake apaaan jadi sampe mau?" Nanda berkata dengan sambil sibuk dengan pekerjaannya.
"Niihhh," Milla mengancungkan sebatang permen lolipop yang sedari tadi dia emut.
Nanda memperhatikan laptop yang diacungkan kepadanya itu "Haaaah cuma karena dapat satu permen lolipop kamu mau? Heddeeh," Nanda menepok jidatnya ringan.
"Gak satu kak, tapi tiga," Millaa merogoh kantong tas yang ada diatas meja, kemudian mengeluarkan dua buah permen lolipop yang maseh dibalut bungkus, dan dia perlihatkan pada Nanda, sambil tersenyum lebar memamerkan barisan giginya yang tertata rapi dan bersih.
"Astaga Milla," Nanda mennggelengkan kepalanya beberapa kali. "Tega kamu Mil menjual kakak, hanya demi tiga buah lolipop huhu," Nanda pura pura sedih.
"Hahahaha biarin," kata Milla dengan perasaan yang tidak bersalah. Dia lalu memasukkan lagi ke dalam tas dua lolipop yang tadi dikeluarkan. "Tapi kak Nan, kenpa kak Nan enggak suka sama kak Amalia. Kak Amalia kan cantik orangnya, baik juga, buktinya ngaseh aku lollipop, Milla memperhatikan lolipop yang dipegangnya.
"Dia itu baik, cuma karena ada maunya saja," sanggah Nanda.
"Masa seeh gitu kak Nan? Kata Milla agak ragu dengan pernyataan Nanda. "Tapi aku rasa kak Amalia itu bener-bener baik looh."
"Kamu ini ya Mil, memng benar-benar maseh polos. Nih ya, kakak kaseh tau sama kamu, kamu itu jangan menilai seseorang hanya dari luarnya saja. Jangan langsung menilai baik seseorang yang hanya 2 kali kemis kamu kenal, bisa saja kan dia baik cuman karena ada maunya doang." Nanda coba menasihati Milla. "Kecuali kamu emang udah emang kenal lama dengan orang itu dan kamu sering bergaul dengannya. Kalau hanya sesekali saja bertemunya. Jangan langsung percaya dengan sikap yang dia nampakkan."
"Owwh gitu ya kak Nan," Milla mangut-mangut, apa yang dikatakan Nanda tadi, sedikit demi sedikit ia masukkan dalam otaknya dan disimpan, agar bisa diingat. "Tapi kak Nan, kenapa kak Nan seperti enggak suka sama kak Amalia, jarang-jarang looh ada laki-laki dikejar-kejar cewek. Apalagi ceweknya cantik, seperti kak Amalia, syeksyih lagi," tanya Milla dengan heran. Dia tidak mengerti kenapa kakaknya itu seperti tidak menyukai perempuan yang tadi ia sebut namanya. "Ah atau jangan-jangan kak Nan maseh belum move on ya dari kak Aqila, jadinyaa kak Nan gak mau membuka hati buat kak Amalia," duga Milla sambil menyeringai, dia mencoba menggoda Nanda lagi.
"Hadduh Milla, koq jadi bawa-bawa Aqila seeh, enggak ada hubungannya. Lagian memang kamu mau, kakak galau dan mewek-mewek lagi kalo ingat tentang dia?" kata Nanda tidak setuju Milla menyebut nama Aqila.
"Hehe iya, iya deeh kak, maaf-maaf."
"Memang Mil, Amalia itu cantik, tapi dia bukan tipe cewek yang kakak inginkan. Kakak tidak begitu suka dengan cewek tipe artis kampus seperti dia. Dia begitu eksis dimana-mana, dan yang paling tidak kakak suka, dia bisa dekat mudahnya dengan siapa saja, terutama lelaki. Kakak lebih suka cewe yang cantik, tapi kalem."
"Emang kak Amalia orngnya gitu ya?"
"Ya menurut kakak seh gitu, kan kakak pernah satu organisasi dengannya dulu di DEMA, jadi kakak sedikit kenal dengannya."
"Owh gitu ya kak Nan," Milla mangut-mangut mengerti. "Gimana kak, sudah selesai?" Milla memperhatikan layar laptop, melihat sesuatu yang sedari tadi dikerjakan kakaknya.
"Belum, bentar lagi, kamu seh godain kakak terus, kalo digodain terus kan jadi lama selesainya."
"Iya deh kak, ampun, enggak lagi deeh godain," Milla tertawa kecil.
"Makanya belajar betul-betul jangan pacaran mulu, biar nanti bisa translate sendiri, enggak kakak lagi yang ngerjakan."
"Hehehe, Iyya, iyya nanti," Milla nyengir.
YOU ARE READING
Rasa yang Membawaku Kembali
Roman d'amourHilal adalah adik yang Ahzan sayangi. Hubungan mereka sangat dekat. Hingga suatu hari, Hilal harus menjauhi kakaknya atas permintaan dari Aqila, pacar Ahzan. Kenapa Aqila meminta Hilal menjauhi Ahzan. Dan kenapa Hilal mau mengikuti permintaan A...