Algo Isolde

74 21 0
                                    

"Namaku Algo Isolde"

Sambungnya, matanya masih menatapku.

Sekarang ia tersenyum padaku.

Biar kuberi tahu kalian.
Algo.

Ia lebih tua 3 tahun dariku. Waktu itu ia berumur 9 tahun. Dan dia kelas 2 SMP.

Dia tidak menamatkan SD nya.

Ia berhenti saat kelas 3 SD dan melanjutkan sekolah di SMP.

Waktu itu belum ada aturan tentang Surat Keterangan Tamat Belajar Sekolah Dasar. Atau disingkat dengan SKTBSD.

Waktu itu asal kita lulus tes masuk. Kita sudah bisa bersekolah disana. Tanpa embel embel apapun. Langsung masuk dan belajar.

Bisa dibilang ia anak yang pintar tapi belum masuk kategori jenius ataupun cerdas. Tapi keberuntungan berpihak padanya.

Mari kita lanjutkan.

Ia tersenyum padaku.
Ia memiliki satu lesung pipi. Di pipi kiri. Lesung pipinya kecil tapi dalam.

"Eh? Iya. Dipanggil apa? Eh, anu itu maksudnya mau dipanggil apa"

Tanyaku padanya waktu itu aku sedikit salah tingkah padanya. Mungkin karna senyumnya yang meluluhkan hati.

Hatiku.

"Terserah, kamu mau manggil aku apa?"

Jawabnya, awalnya ia masih menatapku, sekarang ia sudah kembali menghadap kedepan.

"Algo?"

Tanyaku meyakinkan dia, apa aku boleh memanggilnya algo atau tidak.

Dia kembali menatapku. Lalu ia tersenyum, sepertinya senyuman hangat yang menunjukkan ia menerimaku di hidupnya.

Ia mendekatiku.

Awalnya jantungku cukup berdegup kencang, aku lumayan waspada kalau kalau ia akan memukulku atau menamparku.

Tapi tidak, ia malah mengacak acak rambutku mungkin dengan sedikit gemas, lalu mencubit hidungku.

"Kamu cewek kok rambutnya pendek sih?? Imut deh kaya cewe cewe anime tinggal bareng aku yuk"

Katanya ke aku, dengan suara yang kurasa ia sengajakan agar terdengar imut di telingaku.

Aku tak tahu kenapa tapi waktu itu, Algo berhasil membuat pipiku menjadi semerah tomat.

"A-aku cowok k-kak"
Jawabku susah payah karna ia masih dengan gemasnya mencubiti pipiku.

Entahlah, tapi tiba-tiba ia mengecup bibirku. Cuma berlangsung beberapa detik.

Setelah itu ia berdiri tegap, karna sedari tadi ia harus membungkuk untuk mencubiti pipiku.

Ia memberikanku senyum termanisnya.

"Aku balik dulu ya, kapan kapan kita main lagi"

Katanya, lalu ia mengedipkan mata kirinya kepadaku. Dengan cara yang sedikit nakal. Atau menggoda. Mungkin.

Setelah itu ia berlalu pergi meninggalkanku.

DareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang