Teringat akan simbol aneh itu, aku langsung mengangkat tanganku. Aku menatap ke sebuah kaca yang bersimbol kan jarum tombak yang sama. Aku sendiri tidak tahu, sejak kapan aku memegang serpihan kaca itu.
"Kenapa Ris?"
Aku terus menatap tajam ke arah serpihan kaca itu, hingga menembus simbol berwarna merah. Dalam samar-samar, aku melihat seseorang yang sedang berdiri menghadap ke arahku. Aku tak tau siapa dia. Dari tinggi badan serta bentuk tubuhnya, seperti....
"Adel?" ucapku secara tiba-tiba.
"Kenapa Ris? Adel?!" tanya Azka yang langsung melihat ke luar jendela.
Bayangan samar-samar itu semakin jelas dan semakin jelas.
"Adel! Iya itu Adel! Gua yakin, gua gak salah liat.."
"Mana? Nggak ada Ris.. lu kecapekan ini. Mendingan lo istirahat aja, jangan mikirin hal ini lagi"
"Enggak ka! Gue yakin itu Adel! Sekarang ayo kita kesana ban-"
' ZZZz! '
"Risa~~..."
Aku hanya terpaku tak bisa bergerak dan semua penglihatan ku memburam. Semua bagaikan menghilang secara perlahan.
"Risa!~"
"Risa~"Teriakan Azka tak berpengaruh dengan kesadaran ku. Suram, itulah kata yang tepat pada pemandangan yang aku lihat ini.
Semua sirna saat Adel berjalan mendekat ke arahku. Semakin dekat, semakin jelas penglihatan ku melihatnya, semakin tak sadarkan diri aku di dunia.
"Adel~"
"Risa..." (Mengulurkan tangan dengan senyum manisnya)
Uluran tangan itu, ingin ku gapai tapi tak ada sebercak energi di tubuh ku untuk menggapainya. Apa aku sudah berakhir di villa eyang ku ini? Apa 'Adel' adalah kata terakhir ku?
"Risa~ pegang tangan ku~" Adel semakin dekat dan berusaha menggapai tangan ku.
"Adel? Aku..." Ingin rasanya ku pejamkan mata dan menganggap semua ini sebagai mimpi buruk.
"Risa~ kamu jangan ik--"
"IKUT DENGAN KU!!!"
"Hhhah!"
Semua menjadi hitam kelam tak tersentuh cahaya. Aku rasa semua telah berakhir disini. Tak sempat ku ucapkan kata berpisah untuk kedua orang tua dan kakak ku. Begitu juga dengan para sahabat dan Azka.
Setelah berbalik badan, semua teralihkan dengan seorang wanita berkebaya merah dengan rambut setengah terurai dan sanggul yang sedikit berantakan, tak terlepaskan dengan perhiasan yang begitu terlihat elok di kepala dan di lehernya itu. Mata tombak menjadi segala bandul yang ia gunakan. Perasaan kesal ini tak dapat ditahan lagi, ingin ku pertanyakan semuanya di hadapannya.
"Kau! S-siapa kau sebenarnya?! Jawab! Jangan hanya diam dan menunduk! Tatap mataku!"
"..."
"Kau telah menyakiti semua! Semuanya! Kau telah membuatku menjadi jauh dari sahabatku! Kau juga yang harus bertanggung jawab atas hilangnya A-"
"Khi-hi-hi-hi-hi-hi-hihi..."
"Jangan kau tertawa! Lihat mataku dan pertanggung jaw-"
ZZZzz!
"Uggh!" Tangannya yang kuat itu mencekik ku hingga ku tak dapat sadarkan diri dalam alam bawah sadarku.
"Hhmm~~ A..Del.. dia, putriku~ tak ada yang bisa menyentuhnya. Tapi... (Menangis dengan rintihan kesakitan sembari memegang perutnya) kau telah merebutnya!! KALIAN TELAH MEREBUTNYA! Tak seorang pun mengerti Beta..pa.. aku mencintainya, hingga semua nya berubah.."
"Uuughhh!"
"Untuk membuatnya bahagia~ kau yang harus menggantikan A..Del.."
"Uugghh! K-kau.. A-Adel.. di-dia bukan p-put-ri.."
"DIAM! Kau tak punya hak untuk menentukan SIAPA ANAKKU!"
Tak ada seberkas cahaya yg terlihat di dalam kegelapan ini. Sebuah kegelapan yang begitu pekat. Apakah ini akhir dari perjuangan ku mengembalikan Adel? Semua akan berakhir dalam kegelapan tanpa ujung dan bersama sesosok ibu. Aku berharap bahwa dengan semuanya akan menjadi lebih baik dengan kepergian ku. Tak akan ada gangguan apapun lagi. Semua akan segera berakhir disini. Dalam dunia yang tak berujung.
"Risa!... RISA!!"
"A-Adel.."
BRUGGH!
"Di.. dimana aku..?"
Pandanganku buram. Semua berubah menjadi biru, kelam, dan sunyi. Tak sepatah kata pun terdengar, tak sedetik pun jarum jam berbunyi. Ku bangunkan tubuhku dan duduk menghadap sebuah kaca yang begitu antik tepat di depan kasurku.
"Guys?" ucap ku berusaha menyadarkan mereka, bahwa 'aku disini'
Semua bagaikan Mannequin Challenge, tak seorang pun bergerak dari tempatnya. Mereka semua hanya berkerumun di sekitar ku dengan mimik wajah khawatir.
Aku beranjak dari kasur dan mendatangi kaca itu. Tak sedikit pun suara yang terdengar. Tak ada sedikit pun suara derit kayu dari tapak kaki yang menyentuh kayu-kayu tua villa ini. Semuanya tampak tak bernyawa. Bisikan suara yang begitu halus dan lirih ada dimana-mana.
"Risaaa....."
Suara yang berat yang memanggil namaku menggetarkan ruangan ini.
Ku beranikan diri untuk melihat kebelakang tempat suara itu memanggilku. Bayangan tinggi dan hitam yang berdiri tepat di belakang kasur itu berjalan menuju ke arahku secara perlahan dan semakin besar. Semakin bayangan itu mendekat, semakin aku merasa panas dan gemetar. Sudah sejengkal bayangan itu di hadapanku. Kedua kakiku menolak untuk bergerak, keringat dingin bercucuran dan bau wangi bunga tercium begitu menyengat. Ku beranikan untuk menatap ke atas dan melihat bagaimana wajahnya. Semakin aku melihat ke atas semakin bergetar semakin rasanya aku ingin tak sadarkan diri. Terasa sebuah cahaya muncul di balik badanku. Ku balikkan badanku namun....To be continued~
~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•
Hai reader.. 😁
Lama ya cerita ini nggak update.. 😅
Maaf ya..
Tapi, untuk beberapa chapter kedepan, mungkin akan jadi short story sih.. ya nggak semua chapter kedepannya sih.. :v cmn beberapa aja..Terus support cerita ini ya..
Vote cerita ini biar terus berkembang.. 😆
Comment juga jangan lupa.. kritik dan saran sangat membantu untuk kemajuan chapter selanjutnya..Terimakasih..
Salam:
Ms. Cat 🐾
KAMU SEDANG MEMBACA
The Truth of Villa
Horror"Hah... Bete gue. Males banget, liburan garing kaya kerupuk. Hm... Oh! apa gue..." Keluhku di liburan kali ini, benar-benar membosankan. Namun rasa bosan itu terselamatkan dengan adanya villa eyang ku. Hari pertama liburan sangat menyenangkan, suasa...