Di tengah hujan badai dan petir yang menggelegar di Kota Jakarta. Udara dingin berhembus di gelapnya langit. Warna langit yang sudah tidak bersahabat. Awan sedang menangis, begitupula dia. Rambut hitam legam nan panjang nya terurai bebas dan bergoyang seirama dengan langkah lari nya. Penuh kesedihan teramat dalam.
Seorang laki-laki berperwakan tinggi dan besar membelah langit hitam nan gelap dengan berlari menuju tujuannya saat ini. Hujan ia hiraukan, yang terpenting ia harus menggapai dia. Harus.
"Nin! Anin, tunggu!!" Laki-laki itu terus mengejar sang wanita.
Mendengar panggilan itu, Anin semakin mempercepat lari nya sampai berhenti di bawah atap halte bus. Setidaknya ada tempat untuk berteduh untuk menunggu bus selanjutnya walaupun ukuran halte terbilang cukup sempit dan pencahayaan remang.Pakaian yang ia kenakan basah kuyup terkena guyuran air hujan. Badannya bergetar menggigil. Setiap kali bernafas, hembusan angin terpampang jelas di udara.
Dingin. Beku. Menyakitkan. Seperti ia.
Sang wanita, Anin, menutup kedua telinga dan memejamkan matanya ketika petir menyambar dan kilat menyertai. Pemandangan yang sungguh menyeramkan.
Sang laki-laki mendekat tetapi dengan cepat Anin tepis tubuh laki-laki itu.
Senja menjadi saksi bisu antara mereka berdua. Hujan semakin besar. Begitupula rasa benci Anin dengan yang dihadapannya saat ini.
"Nin, tolong dengerin gue dulu. Gue—" sang laki-laki tetap berjalan mendekat.
"Jangan mendekat! Tetap disana." Perintah Anin berteriak melawan suara derasnya air hujan.
"Ada yang harus gue bilang dan harus lo denger, Nin, jadi tolong dengerin. Meskipun mungkin ini terakhir kalinya kita ketemu."
"Dengerin apa?! Dengerin lu bentak-bentak gue lagi gitu?! Atau ngerasain sentakan, tamparan lu lagi?! Trus sekarang apa? Ngedorong gue ke hujan badai biar gue beku di tengah sana?! Jawab gue, iya kan?!" Mata Anin berapi-api tanda emosi nya tengah memuncak. Pupil mata nya melebar. Tetesan hujan turun dari wajah kacau Anin saat ini seiring keluarnya air mata panas dari pelupuk mata.
"Maaf. Gue—"
"Maaf engga cukup buat gue, Rell. Fisik gue emang sakit tapi hati gue.." Anin menunjuk dada nya dengan telunjuk. "...Lebih sakit." Anin tersenyum getir dan kembali mengeluarkan buliran air mata. Dada nya begitu sesak sampai sulit rasanya untuk bernafas.
Bus yang ditunggu-tunggu akhirnya datang. Anin segera masuk tetapi laki-laki brengsek itu mencekal pergelangan tangan Anin.
Tanpa persetujuan, sang laki-laki menarik Anin dalam dekapannya. Mendekapnya dengan penuh kasih sayang, berharap bisa menutup kesalahannya.
Anin tersentak dan membulatkan kedua matanya. Ia tidak terbiasa bersentuhan dengan orang lain sedekat ini. Ini tidak boleh dibiarkan. Tata tertib yang Anin buat sudah terlanggar berkali-kali oleh nya seorang.
"Lepasin!!" Anin berteriak memberontak dan memukul-mukul dada sang laki-laki tapi yang memeluk semakin mengeratkan pelukannya.
"Maafin gue, Anin. Gue brengsek. Gue udah nyakitin lo terlebih lagi hati lo. Maaf, Nin, maaf. Gue ngakuin gue salah. Lo gapantes punya sahabat kayak gue. Pukul sesuka yang lo mau asalkan semua sepadan sama apa yang gue lakuin."
Mendengar perkataan itu. Anin semakin gencar memukul dada sang lelaki. "Brengsek! Bedebah! Persetan! Sialan! Gapunya hati! Gapunya perasaan! Gapunya otak! Mati aja lo! Kalo bisa muter waktu, gue engga mau sekali-kali punya kesempatan buat ketemu sama lo! Dasar brengsek! Gue benci sama lo!" Nafas nya terengah-engah. Emosi nya menggebu-gebu.
Sang laki-laki mendekatkan bibirnya ke telinga Anin dan berbisik, "Tapi..." sang laki-laki memotong ucapannya.
"Gue sayang sama lo,"Bulu kuduk Anin meremang. Udara dingin membuat Anin semakin menggigil karena ucapannya. Tubuh Anin lemas. Ingin rasanya hilang dari muka bumi ini.
Sang laki-laki menjauhkan tubuhnya dan menghapus air mata yang tergenang di pipi Anin dan menatapnya hangat. Yang ditatap menatap sang laki-laki sendu.
"Mau gak ngisi hati gue yang kosong ini? Jadi warna untuk kehidupan gue yang suram dan selalu jadi setengah dari hati gue?"
•••
👓 A/N
WOOOOO NEW STORY NIH WKWKWKWKBoleh minta vomments gak buat Half a Heart? Walaupun cuman satu gapapa deh abis itu gue lanjutin. Maaf gajelas. Visual Anin dan 'sang lelaki' menyusul ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Half a Heart
Teen Fiction"Hidup ini terlalu singkat hanya untuk biasa saja. Terlalu singkat untuk berkubang dalam kesedihan. Terlalu singkat untuk disia-siakan. Maka dari itu, gue bukannya bikin onar atau apa kok. Gue cuman bikin hidup sesingkat ini menjadi hal yang luar bi...