bekas luka

30 4 0
                                    

Tepat di hari kedua rawat inap, perban Charryn di buka. Dokter dengan serius mengamati lukanya. Segaris tipis luka horizontal dari area pergelangan kaki itu terlihat kering dan baik-baik saja di mata pasiennya. Jadi yah, kemungkinan semuanya bakal baik-baik aja kan.

"Kondisi kakinya Charryn sudah cukup pulih beberapa otot dekat pergelangan kakinya sudah 80% pulih, namun sebaiknya dia kembali lagi untuk check-up reguler minggu depan. Jangan beraktifitas berat, supaya kakinya aman ya," dokter berwajah serius itu tidak sadar bahwa dua kalimatnya membuat Charryn melayang di langit ketujuh. Dia cuma bisa memikirkan berbagai aktifitas yang bisa dia lakukan setelah kakinya pulih.

"Oke, oke, tenang. Aku pasti datang minggu depan," Charryn cengengesan.

"Saya ke administrasi dulu ya, tante," Akhirnya. Davin membuka suara juga.

"Alah, gak usah lah. Tante bayar aja semuanya gak apa-apa," jawab Karen santai.

"Ya gak bisa lah, 'kan saya yang nabrak, tante. Dari awal juga niatan bayarin semuanya, tanggung jawab soalnya." Davin bersikeras pergi membayar, tapi karna lawannya emak-emak tak mungkin tante Karen berdiam begitu saja. Akhirnya setelah ada drama kecil Davin langsung berlalu meninggalkan mereka berdua tanpa ba bi bu.

***

Memang rumah adalah tempat ternyaman dan terbaik. Charryn langsung melemparkan diri ke atas sofa biru muda yang ada di sudut kamarnya. Meski ada sedikit persentase kemungkinan buruk pada kakinya, dia memilih untuk mengabaikannya, toh, 80%-nya juga sudah pulih. Jadi mungkin doa aja kali supaya 20%-nya juga lancar dan tetep aman.

Tapi gak bisa! Charry itu tipenya pemikir. Once even 1% of the thing will go badly, she will try to think about the worst possibility. Kononnya supaya kalau kejadian, hati gak bakal sakit-sakit amat karena udah ada ekspektasi yang lebih buruk. Memikirkan kalau dia bisa saja harus berhenti main voli, Charryn langsung sakit kepala.

Bukan apa-apa. Terserah kalian mau bilang lebay, alay atau berlebihan. Tapi ya namanya juga hobi, tentu saja pasti dia merasa "gagal" karna sampai bisa cidera sampai tak bisa lagi melakukan sesuatu yang she is passionate about.

Tapi yaudahlah, nasi sudah menjadi bubur, apalagi yang bisa manusia katakan? Kita cuma bisa rencana sana sini, akhirnya Tuhan yang memutuskan jalan kita harus kemana dan bagaimana. Cuma bisa berserah aja pokoknya.

Charryn mengambil HP-nya untuk membuka berbagai media sosial-nya yang mungkin sudah mau meledak. Yap. Benar saja, cuma seharian gak buka HP message di Whatsapp, Line dan berbagai media lainnya langsung membeludak hingga ratusan pesan. Bukan cuma karna berbagai group message namun juga beberapa temannya yang mencari-carinya karna dia udah bolos! Tapi sangking malasnya, tetap aja dia gak balas semua pesan dari teman-temannya.

Dengan gerakan berguling, dia mencapai remote TV & dipilihnya aplikasi Netflix. Dengan lincah, jarinya mencet sana-sini hingga dia menemukan k-drama yang lagi nge-hits di kalangan anak muda jaman sekarang dan langsung cus nonton! 

Teringat masa dulu kakaknya masih hidup, mereka selalu nonton bareng-bareng sampai Charryn ketiduran dengan mulut penuh cemilan apapun yang dia makan waktu lagi nonton. Selain itu, kakaknya juga selalu ada buat nge-guide dia, kasih tau ini itu, jadi tempat curhat, dan masih banyak lagi. Tapi semenjak kakaknya itu meninggal, Charryn kayak anak ayam kehilangan arah. Bingung mau ngapain dan ngarah kemana. Sejujurnya selama ini dia cuma go with the flow aja karena hidupnya seakan udah gak berarah. 

Tapi yah, mau sampai kapan dia kehilangan arah. Suatu pagi dia cuma memutuskan untuk ok, that's enough shit  dan lalu mulai menjalankan harinya seperti biasa. Bahkan teman-temannya aja sampai kaget karna perubahannya benar-benar seratus delapan puluh derajat dalam sehari! Seorang Charryn yang punya banyak sekali bekas luka yang bikin dia lemah, dan yang terbesar adalah ketiadaan kakaknya. Bekas luka lainnya itu gak terasa sama sekali tau. After the greatest pain, the other nonsignificant pain feels like nothing, they said.

***

Malam sudah tiba, dan dia akhirnya memutuskan untuk delivery makanan jepang favoritnya dari Sushito. Setelah makanannya sampai, tentu saja Charryn memakannya tanpa sabar-sabar lagi. Bukan main enaknya, apalagi kalau di bandingkan sama makanan rumah sakit tiga hari belakangan yang lebih dominan hambarnya.

Di tengah-tengah memakan, tiba-tiba ada telepon masuk dari sahabatnya Shelvy.

"Eh woiiiiii, kemana aja ga balas chat?"

"Males aja lahhhh. Biasaaa, that time of the month!" bohongnya.

"Oh, yaudah! Butuh support mental kaga? Tinggal belok nih, lagi di deket banget sama rumah lo," terdengar suara menjawab dari sebrang telepon.

"Gausahlah, udah mau tepar juga nih lagi nonton aja kok."

"Okedeh. See you!" tutup Shelvy dan langsung mematikan teleponnya.

Memang begitu hubungan pertemanan mereka, to the point, gak bertele-tele. Kalo butuh ya butuh, kalo tidak ya tidak. Hidup udah ribet jangan di bikin makin ribet lagi! 

Charryn melanjutkan makan dan hari-harinya seperti biasa dan datang kesekolah meski dengan kaki penuh bekas luka untuk lanjutin ujian akhirnya yang sisa dua hari lagi. Namun ya dia masih harus ujian susulan yang ketinggalan dua hari yang ketinggalan kemarin.

Entah bagaimana, Davin bisa mendapatkan ijin untuk dia ujian susulan dengan mudahnya. Bukan apa-apa sih, cuman sekolahnya cukup ketat soal yang beginian, tapi saat sore si Davin balik ke rumah sakit setelah kerja, dia udah langsung bisa kasih jadwal ujian susulan. Hebat juga nih abang Davin.

***

The Truth - She Is Not Your FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang